TULIS TANGAN

By Feny Mariantika Firdaus

    • Facebook
    • Twitter
    • Instagram
Home Archive for 2019
Saya ini memang senang sekali membuat judul tulisan yang menarik pembaca untuk kesal, iya ga? Tulisan ini menjadi sebuah tulisan yang super pede karena saya menuliskannya saat masih dalam proses menuju pernikahan (meskipun akan saya posting setelah menikah). 

Alhamdulilah..
Yay, finally!


Di kantor khususnya lantai 4 tempat saya bekerja, berita terkait rencana pernikahan saya sudah tersebar. Awalnya hanya karena sudah mengajukan surat resign, kedua karena sedari bulan ini saya sudah hectic menyiapkan seragam untuk para ciwi-ciwi bridesmaid saya.

Sebelumnya saya ingin bercerita tentang proses ini, salah satu cara menjawab jika ada pihak yang bertanya. duh berasa artis aja! Jadi, proses ini cukup cepat, hanya membutuhkan waktu sekitar enam bulan kurang lebihnya. Tapi tunggu dulu, enam bulan ini hanya proses si laki-laki mengutarakan niatnya hingga akhirnya melamar dan menikah. Tapi pasti pertanyaan ga mungkin berhenti sampai disitu kan? Pasti netizen yang budiman akan bertanya ketemu di mana, orang mana, kerja apa dan sebagainya. iya kan?
Okey, lemme answer ur questions one by one..

Saya ketemu dia sekitar sembilan tahun yang lalu saat lagi travelling ke Pangandaran, hanya satu hari atau dua hari satu lokasi travelling lalu kemudian kami berteman dan bertemu di perjalanan selanjutnya. Travelling bersama selanjutnya ke Ujung Kulon, lalu hangout di Jakarta dan akhirnya kembali pada dunia masing-masing. Saya berkeliling Indonesia melalui pekerjaan saya, sementara dia melanjutkan kehidupannya sebagai ASN yang budiman.
Hubungan pertemanan kami biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa, tidak begitu intense dalam berkabar atau berinteraksi namun memang tetap terjaga, maksudnya kadang-kadang saling bertaya kabar, ya namanya juga kawanan. Jika ditanya perasaan saat 9 tahun yang lalu, maka saya bisa menjawab dengan clear bahwa saya condong pada lelaki ini sebagai teman baik saya. Saya memang memiliki banyak teman laki-laki, terutama teman-teman saat mendaki gunung, travelling dan lainnya. Sehingga tidak begitu ngeh ketika ada satu dua orang yang memiliki niat yang berbeda, salah satunya adalah lelaki ini.

Tetapi jika boleh jujur dan bukannya overconfi, saya cukup mampu menangkap perasaan 'yang lain' dari lelaki ini, sejak saat itu. Hanya saja, dia tidak pernah benar-benar clear mengutarakan isi hatinya, yang belakangan ini saya ketahui bahwa si lelaki ini tidak pernah berani dan percaya diri untuk melakukannya. Manurutnya, ia tidak mungkin menjadi pilihan saya. Dan bisa jadi asumsinya benar hingga saya berada di titik pasrah dan menyerahkan pada Tuhan perkara ini semua. lol

Singkat cerita, selama berteman kami hanya bertemu tidak lebih dari delapan kali, hingga akhirnya pada Agustus tahun 2018 kami bertemu di Padang (kebetulan saya sedang ada pekerjaan di sana) lalu akhir tahun lelaki ini mengutarakan isi hatinya setelah ada drama-drama yang terjadi (ini tidak secara langsung). Januari ia menemui orang tua saya, lalu pada bulan Februari saya silaturahmi ke keluarga besarnya, April keluarganya datang untuk meminang saya dan Alhamdulilah 27 Juni kami menikah. 

See? The right man will come at right time..

Dan satu hal yang saya pahami setelah ini, berhenti memasang standar atau impian mendapatkan pasangan yang sama persis dengan tumpukan kriteria yang ada di kepala kita, karena hal itu hanya menguras pikiran kita saja. Sebab pada kenyataanya, kriteria atau standar-standar itu hanya semu semata, tidak benar-benar kita pahami dan bahkan bisa jadi bukan itu yang dibutuhkan. Mungkin akibat kebanyakan nonton telenovela atau drama korea, sayangnya hidup kita ga semanis keduanya, sebab masing-masing kita memiliki cerita yang berbeda.

Saya menyadari satu hal, kita tidak pernah benar-benar mengetahui apa yang kita butuhkan sebenarnya, alih-alih berprasangka kita malah menjadi-jadi memasang standar ini itu yang akhirnya membuat kita dicap sebagai pemilih. Meski terkait hal ini saya juga menjadi salah seorang yang dicap seperti itu, tetapi namanya juga manusia, sah-sah saja untuk menentukan pilihan dengan begitu dalam dan lama. Dan ga perlu takut sama cap pemilih. Lol! 

Saya bersyukur sekali sebab menikah hanya satu kali. Prosesnya begitu menguras pikiran dan tenaga, entah berapa kali saya menangis, mengurung diri di kamar atau melakukan hal lainnya. Mengurus acara pernikahan dari A hingga Z membuat saya pusing bukan main. Saya dibantu oleh Uni mencari vendor mulai dari MUA yang luar biasa hits sehingga agak sulit ditemui dan membuat saya mengikuti jadwalnya (ini bagian terepic dari sejarah kenapa saya menikah di tanggal 27 Juni) dekorasi pelaminan, konsepnya, butik-butik penyedia baju pengantin yang sesuai dengan keinginan saya, tim katering, undangan, souvenirs dan banyak lainnya. Dan yang paling besar memicu 'naik darah' adalah ketika ada pihak-pihak yang membuat kekeliruan seperti setelah tenda dipasang tidak sesuai dengan konsep yang ada, bunga untuk dekorasi kurang dan warnanya tidak sesuai yang saya inginkan, dan kalau boleh saran nih ya, mending nikahan itu di gedung ketimbang di rumah! karena di rumah lebih ribet dan lebih boros.

Tapi ya Alhamdulilah semua sudah berlalu, akad dan resepsi berjalan dengan lancar. Saya senang sekali banyak yang berkenan hadir di acara kami, mulai dari keluarga besar, sahabat saya dari Jakarta, Bandung, dll berkenan hadir beramai-ramai.

Berakhirnya status saya sebagai anak gadis, maka berakhir pula hobi saya keliling nusantara melalui pekerjaan saya selama hampir enam tahun ini. InsyaAllah per Juli ini saya sudah tidak lagi menjadi karyawan dari lembaga kesayangan saya, Dompet Dhuafa. Saya memutuskan untuk rehat sejenak dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk bisa berkontribusi lebih baik dari saya. Lalu saya kemana? InsyaAllah saya akan membersamai suami yang saat ini berdomisili di Padang, Sumatera Barat. Nah, kalau ada ide atau social movement yang bisa kita kembangkan di sana, mari kita berkolaborasi :D

Akhir kata, saya memohon doanya untuk kami, semoga pernikahan ini tidak hanya membawa kebermanfaatan untuk kami, tetapi juga untuk banyak orang. Terimakasih untuk semua doa dan perhatiannya ya kawan, semoga yang belum menikah Allah jaga dan kuatkan agar mampu bertemu dengan jodohnya masing-masing.


Love,


Fe dan Puji


*note: foto-foto pernikahan ada di instagram pribadi saya ya
Sepagi ini saya sudah menulis dengan judul yang cukup sarkas, selain karena lagi hits juga karena cukup mewakili apa yang ingin saya ceritakan pagi ini. Ini tentang sekilas kehidupan yang biasa dan banyak terjadi di mana-mana. 

Sebagian orang mengawali tahun 2019 dengan hati yang penuh suka cita, sederet resolusi sudah dibuat dan berharap dapat mereka wujudkan. Dan sebagian lainnya ada yang tidak terlalu ambil pusing tentang resolusi atau apapun masalah yang ada di kehidupan mereka. Semua berusaha untuk menjalani hari seperti apa adanya. 

Awal tahun 2019 sudah cukup panas dikarenakan akan ada perhelatan besar di tahun ini, Pilpres, tapi saya tidak ingin membahas tentang ini, terlalu berat. Indonesia juga masih tidak stabil dikarenakan ada banyak bencana yang sedang melanda bumi pertiwi, dan tentu saja saya tidak ingin membahas ini. 

Pagi ini saya menyelesaikan sebuah buku dengan judul " merasa pintar, bodoh saja tak punya" kisah sufi dari Madura milik Alm. Rusdi Mathari. Buku ini pemberian adik non biologis saya, Andini. Seolah ia memahami apa yang sedang saya butuhkan saat ini. Apa memangnya? 

Melalui 224 lembar halaman ini, saya bisa mendapatkan banyak pelajaran dan semacam bertemu dengan teman ngobrol terkait keresahan atau pencaharian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepala saya. Tentang kehidupan yang biasa dan banyak terjadi di mana-mana, tetapi tidak cukup menjawab atau membuat saya berhenti bertanya atau mempertanyakan. Apa yang terjadi dewasa ini?

Sehari-hari saya bekerja di Jakarta, meski di malam hari saya bermimpi indah di Bogor. Perjalanan Jakarta -Bogor saya lalui di gerbong-gerbong berisi manusia-manusia masa kini. Manusia yang sedang berjuang untuk hidup katanya. Sementara saya mempertanyakan di mana nilai-nilai kebaikan yang mulai bergeser setidaknya bagi saya. Kalimat atau pemikiran saya bisa jadi hanyalah asumsi yang tergeneralisir berkat kondisi dan respon yang ada di kehidupan sehari-hari. 

Hiruk pikuk di pasar, jalan raya, kereta, terminal, di mana-mana, manusia semakin ganas, semakin tidak sabar dan semakin memperlihatkan keaslian dari diri mereka masing-masing. Entah sejak kapan hidup menjadi perlombaan jalan raya, motor-motor berjalan dengan amarahnya, angkutan semakin berdesak-desakan meski kosong tanpa penumpang, tiket-tiket pesawat tetap mahal akibat permainan atau kapitalisasi sekelompok orang, asap rokok menyesaki tidak hanya dada tetapi juga lorong dan juga jalan-jalan tikus. 

Hari hari masa kini semakin terasa berbanding terbalik dengan kondisi yang diceritakan oleh Alm. Rusdi Mathari dalam bukunya. Suasana perkampungan yang sederhana meski terdapat manusia-manusia yang tidak sederhana. Pemaknaan terhadap hidup begitu kaya dan mudah dicerna. Seseorang yang paham agama tidak melulu menjadi ulama, tetapi buah pemikirannya begitu dalam dan mampu membuat orang lain berpikir, benarkah kita sudah benar-benar memahami apa-apa yang selama ini seolah kita pahami?

Melalui buku ini saya juga belajar dalam mengelola sudut pandang, setidaknya saya sedang berusaha untuk memahami diri sendiri. Membiarkan diri memahami bagaimana hidup seharusnya, bagaimana menyikapi ego, hasrat, nafsu dan sebagainya. 

Semakin hari semakin memahami bahwa tidak perlu melanjutkan hal-hal yang hanya untuk menipu diri sendiri terlebih lagi orang lain. Memaknai hidup sebenar-benarnya dan tidak perlu melelahkan diri sendiri. 

" Banyak dari mereka yang ingin menolong bukan karena ingin menolong. Mereka menolong hanya karrena rasa iba. Rasa tidak enak. Rasa ingin dilihat dan dipuji oleh orang lain bahwa mereka bisa menolong. Mereka sibuk melihat orang lain, tapi alpa melihat ke dalam diri mereka. Sibuk melihat orang lain dan lupa menilai kekurangan diri sendiri. Orang-orang semacam itulah yang mestinya perlu ditolong"  (Rusdi Mathari)

Mau tidak mau, saya mengaminkan kutipan di atas. Sering kali atau mungkin jika mau mengakui, sebagian dari kita menjadi bagian dari mereka dalam kondisi itu. Saya baru saja, mungkin dua minggu yang lalu, baru melepaskan diri dari beberapa hal yang menurut saya tidak baik untuk saya, meski bisa jadi dari sudut pandang orang lain tidak seperti itu. Tetapi lagi-lagi, orang lain tidak lebih paham tentang kondisi yang sebenarnya.  Saya tidak ingin menekan diri saya lebih dalam lagi, tidak ingin membuat diri saya semakin berpura-pura menyukai atau senang berada dalam sebuah komunitas atau organisasi. Ada ketidaknyamanan, ada keraguan, dan saya akhirnya memutuskan untuk melepaskan diri. Meski sangat wajar ketika ada respon terhadap apa yang saya lakukan, sah-sah saja, orang lain berhak menilai saya sesuka hati mereka, dan saya juga berhak memerdekakan diri saya. Iya kan? 

Sebab saya selalu meyakini bahwa berbuat baik dapat melalui beragam cara dan konsep yang sesuai dengan diri kita masing-masing. Tidak perlu memaksakan diri jika memang kita tidak mampu.  Pemikiran ini tidak lebih dari cara saya untuk menjaga kewarasan, karena terlampau banyak hal-hal yang dapat membuat diri ini menjadi tidak waras. Semakin banyak mendengar dan membaca, saya semakin ingin diam dan menarik diri. Seperti Cak Dlahom, tidak perlu dipusingkan dengan problem-problem yang sudah didesign secara sempurna untuk manusia-manusia masa kini. Beruntung hidup di Indonesia yang berpulau-pulau seperti ini, setidaknya sangat mudah untuk menjadi Cak Dlahom selanjutnya, ada banyak pedesaan atau remote area agar bisa merasakan hidup di cerita Cak Dlahom. 

Dahulu saya masih menggenggam cita-cita saya begitu keras, ingin melanjutkan sekolah ke sini, ke situ, bekerja di skala ini, level itu, yang semuanya hanya agar diterima oleh kelompok ini, agar dianggap sama, agar tinggi derajatnya dan hal-hal yang hanya semu semata, yang akhirnya saya pahami bahwa saya tidak memerlukan hal itu. Tetapi bukan berarti saat ini saya melenyapkan cita-cita saya, tetapi latar belakang mencapai itu semua yang kini berubah. Saya ingin melakukan hal-hal itu bukan untuk penilaian orang lain, tetapi pure untuk diri saya sendiri.


Selepas ini, hari-hari saya tidak berubah secara drastis, tetapi setidaknya lebih dapat disederhanakan. saya tidak peduli dengan penilaian orang lain, tidak peduli apakah mereka masih mau berteman dengan saya, berinteraksi dengan saya atau apapun itu. Saya hanya akan peduli dengan hal-hal yang sekiranya bermanfaat untuk orang-orang yang memang membutuhkan saya.




Langganan: Postingan ( Atom )

Ruang Diskusi

Nama

Email *

Pesan *

Total Pageviews

Lates Posts

  • Bubur Manado Rasa Jayapura
    Jika berkunjung ke Papua dan mencari kuliner khas Papua, pasti semua orang akan mencari menu yang bernama Papeda . Iya, salah satu menu ut...
  • ( Karna ) Hujan
    ( Karna ) Hujan adalah cara alam memperlihatkan bahwa setiap ruang adalah kawan yang saling berkaitan , proses yang selalu k...
  • Ke-(Mati)-an
    Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarny...
Seluruh isi blog ini adalah hak cipta dari Feny Mariantika. Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ►  2022 ( 1 )
    • ►  September ( 1 )
  • ►  2021 ( 20 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  April ( 10 )
    • ►  Maret ( 1 )
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 6 )
  • ►  2020 ( 2 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ▼  2019 ( 2 )
    • ▼  Juli ( 1 )
      • Akhirnya, Menikah
    • ►  April ( 1 )
      • Cerita Manusia
  • ►  2018 ( 24 )
    • ►  November ( 1 )
    • ►  Oktober ( 1 )
    • ►  September ( 3 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  Juni ( 2 )
    • ►  Mei ( 4 )
    • ►  April ( 3 )
    • ►  Maret ( 7 )
    • ►  Februari ( 2 )
  • ►  2017 ( 20 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 9 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  Mei ( 3 )
    • ►  April ( 1 )
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 2 )
  • ►  2016 ( 41 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 6 )
    • ►  September ( 10 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  Juni ( 8 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Maret ( 6 )
    • ►  Februari ( 4 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2015 ( 8 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 3 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Juni ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2014 ( 21 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Agustus ( 4 )
    • ►  Juli ( 5 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 3 )
    • ►  Maret ( 2 )
    • ►  Januari ( 4 )
  • ►  2013 ( 58 )
    • ►  Desember ( 3 )
    • ►  Oktober ( 6 )
    • ►  Agustus ( 10 )
    • ►  Juli ( 8 )
    • ►  Juni ( 3 )
    • ►  Mei ( 5 )
    • ►  April ( 5 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 10 )
    • ►  Januari ( 5 )
  • ►  2012 ( 14 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  September ( 4 )
    • ►  Juli ( 3 )
    • ►  Mei ( 2 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 1 )
  • ►  2011 ( 15 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Agustus ( 2 )
    • ►  Juni ( 4 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2010 ( 1 )
    • ►  November ( 1 )

Hi There, Here I am

Hi There, Here I am

bout Author

Feny Mariantika Firdaus adalah seorang gadis kelahiran Sang Bumi Ruwai Jurai, Lampung pada 25 Maret 1990.

Fe, biasa ia di sapa, sudah gemar menulis sejak duduk di bangku SMP. Beberapa karyanya dimuat dalam buku antologi puisi dan cerita perjalanan.

Perempuan yang sangat menyukai travelling, mendaki, berdikusi, mengajar, menulis, membaca dan bergabung dengan aneka komunitas; relawan Indonesia Mengajar - Indonesia Menyala sejak tahun 2011 dan Kelas Inspirasi pun tidak ketinggalan sejak tahun 2014.

Bergabung sebagai Bidan Pencerah Nusantara sebuah program dari Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs membuat ia semakin memiliki kesempatan untuk mengembangkan hobinya dan mengunjungi masyarakat di desa-desa pelosok negeri.

Saat ini ia berada di Barat Indonesia, tepatnya di Padang setelah menikah pada tahun 2019.Pengalaman mengelilingi Indonesia membuatnya selalu rindu perjalanan, usai menghabiskan 1 tahun di kaki gunung bromo, 3,5 tahun di Papua,1 tahun di Aceh, 6 bulan di tanah borneo, kini ia meluaskan perjalanannya di Minangkabau. Setelah ini akan ke mana lagi? Yuk ikutin terus cerita perjalanannya.

Followers

Copyright 2014 TULIS TANGAN .
Blogger Templates Designed by OddThemes