Jingga


Sudah terhitung berapa detik aku diam??
Tentunya sudah lebih dari 1.382.400 detik bukan?
Ku ingin menberitahu kau bahwa dari waktu yang ku punya nyaris ku pakai hanya untuk berdiam.
Ya, berdiam.

Dan kau mungkin ingin menghitung waktu mu yang kau gunakan sekedar untuk mendengarkan ku?

Sudah lama aku tak berbagi ilmu dengan mu. 
akhir-akhir ini aku hanya disibukkan dengan berbagai cerita dan peluh yang mengalir dihati.

Dalam detik ini aku ingin berbagi dengan mu tentang Jingga.
kau kenal Jingga??
warna yang membaur pada langit pagi dan sore,
yang kehadirannya menambah kemahsyuran mata memandang?
hmm, namun yang akan ku ceritakan adalah Jingga,bayi mungil yang hanya memiliki kesempatan bernafas tak lebih dari 3600 detik, yang tak sedetikpun merasakan betapa lembut kulit seorang ibu, yang tak mampu menikmati nikmatnya air susu ibu, bahkan jangankan untuk mengalirkan tenggorokannya dengan susu, untuk sekedar menangis pun ia tak mampu.

Ku namai ia Jingga,
Karena aku membantunya keluar dari persembunyianya tepat ketika senja menapaki langit sore nun anggun.
Sore itu baru saja aku mendapatkan seorang wanita berusia 17 tahun. Tak tahu aku harus memanggilnya dengan sapaan nyonya atau nona. Tak tampak ada yang berbeda dibalik kemeja putihnya. Ia datang hanya dengan jemari meremas perutnya yang ia keluhkan sangat sakit. Aku tak panik, aku perlahan membantunya menuju ruang pemeriksaan. Dan tepat dugaan ku, gadis muda itu sedang mengandung. Hamil tepatnya.

Tak ada celah untuk ku bertanya, sedikitpun. Tanpa aku harus banyak berpikir, lantas aku siapkan segala perlengkapan yang biasa ku gunakan. Telah ku lihat, tampak rambut sudah berada diujung jalan, aku berusaha mengarahkan gadis itu untuk meneran dengan benar. Perlahan, dengan keringat bercucuran diiringi airmata yang tak tertahan dari sang gadis. Aku berusaha untuk tetap konsentrasi dengan si kecil. 
alhamdulilah...
Ucap ku segera.
Aku tersenyum mendengar bayi itu menangis,Tampak ada kelegaan yang mengembang dari gadis. Ku selesaikan semua tugas ku. Tak terpikir oleh ku pemandangan selanjutnya saat aku menuju kamar gadis dan anaknya.

Nyaris aku tak percaya, sang Ibu sudah tak ada ditempat tidurnya. Tak ada disekitar ruangan. sementara bayinya tergeletak ditempat tidurnya, sendiri. Sang ibu pergi. 

Tak pernah ku duga! sungguh. Belum sempat aku menanyakan tentangnya, alamat rumahnya, dan data dasar selayaknya pasien ku biasanya. Segera ku raih bayi malang itu. Ku lihat ada yang berbeda. warna kulitnya mulai membiru, terdengar rintihan dari bibirnya. ' Alarm' ku berbunyi. Ada sesuatu yang terjadi dengan bayi ini. Segera ku hidupkan inkkubator,lantas ku balut bayi dengan kain yang hangat. Ku baringkan ia didalam persegi penghangat. Semakin terdengar rintihannya.

Aku menangis. Bukan karena aku sedih pasien ku pergi tanpa membayar, Bukan! samasekali bukan itu. Aku menangis karena aku tak sampai hati melihat bayi dengan keadaanya. Aku meraba asal usul bayi tersebut. Ku pikir pasti ia korban dari sebuah ketidaktanggungjawaban.

Kau tahu, baru kemarin aku harus kehilangan cikal generasi yang sudah aku impikan sejak 3 tahun,ia harus pergi dari rahim ku, bukan karena aku tak menginginkannya, atau bukan karena ia tak ingin menjadi generasi ku, tetapi karena Tuhan lebih menyayanginya dibandingkan aku. Aku belum dipercaya untuk itu.

Tapi lihat! gadis itu sudah dipercaya Tuhan namun ia sia-sia kan. Aku berlari menuju jalan raya,memanggil taxi untuk menghantarkan ku membawa bayi menuju Rumah sakit yang memiliki pelayanan yang lebih intensif. Selama perjalanan ku dekap ia seperti bayi ku sendiri. Seperti kemarin aku medekap jasad bayi ku yang telah bersemayan dibalik gundukan tanah. Ia pergi ketika jingga menghiasi pagi.

Jingga..
ku lihat jingga dengan indah menari-nari pada luasnya langit sore. 
Cantik seperti malaikat kecil yang berada dalam dekapan ku saat ini.
Jingga tak lama menghadiri senja.
namun kehadiranya bagaikan hujan yang menyapu debu dalam sehari.
seperti embun yang membasahi rerumputan tandus pada pagi.
Jingga hanya sementara disini.
Hanya untuk pengganti menuju purnama dimalam hari.
Ia kembali lagi pada Illahi hanya dalam hitungan jari dalam dekapan ku, kini..

Share this:

0 komentar :