Papandayan


all pictures by Bhakti Nagara Arifianto

...Dan kumpulan bintang berbisik dibalik deretan pinus dan edelwise. Menyaksikan hamparan galaksi angkasa yang tak terungkap oleh kata. Membatinkan asma Tuhan untuk keindahan yang luar biasa.  Dibelai lembut oleh dewa angin yang bersiul didalam pori...

Tak mengapa jalan yang dilalui berliku kemudian berlubang. Tak mengurangi kenikmatan ini. Sayang sekali tak  menyertakan pengukur suhu untuk tahu berapa derajat celsius tempat ini.
Mulut tak henti mengunyah permen meski sudah tawar oleh saliva sendiri. Hidung seolah tak lagi sabar kala tercium olehnya wangi embun menebar pada dedaunan, pepohonan, jalanan dan..
 Sempurna!

Perjalanan kali ini banyak sekali perbedaanya. Tak ada pesan khusus yang akan disampaikan pada alam. Dunia hati kini sedang aman,tak ada perang. Perjalanan ini seperti sedang diawan. Melangkahkan kaki begitu ringan dengan wajah riang.

Sempat ragu mengetuk kala harus mengetahui bahwa saya perempuan seorang diri pada pendakian kali ini. Namun keraguan kandas ketika keputusan sudah dibulatkan. Tak ada kekhawatiran akan sesuatu yang entahberantah. saya selalu mematrikan pada diri bahwa setiap orang yang saya temui adalah orang orang baik. Dengan begitu tak lagi mengakhawatirkan tentang perjalanan kali ini.

Akhirnya setelah berdiskusi, membagi tugas dan mempertimbangkan banyak hal, tepat pada tanggal 29 juli 2011 meski saat itu masih berada diBandung. Dalam suasana hati yang sedang abu-abu. Namun saya abaikan sejenak tentang cita itu. Mempercepat langkah untuk segera kembali ke Jakarta. Dengan menumpang angkutan umum yang melintas di jalan banda. Kemudian saya pilih damri dengan bangku yang bari terisi 2.
masih lama” batin saya
Tak ada pilihan lain, memutuskan untuk menumpanginya menuju leuwi panjang. Berkisar selama 15 menit bus mini disesaki oleh penumpang. Alhamdulilah, selama satu jam sampai diterminal leuwi panjang tanpa ba.bi.bu menuju bus AC yang melewati tol jatibening agar mempersingkat waktu. Dengan mudah saya menemukannya. 

Tak lama bus pun melaju. Rasa gelisah cukup membuat saya tidak nyaman. Dikejar waktu sungguh tidak mengenakkan. Terlebih lagi saya berkewajiban membeli bahan makanan selama pendakian berlangsung. Meski terbayangkan begitu repot, saya menjalaninya dengan hati riang. Padahal pada hari yang sama saya harus mendengar keputusan yang membuat mata sembab. Oh iya, jangan dibahas. Lupakan! Kembali pada proses persiapan pendakian. Sampai di mertopolitan mall saya menuju pasar swalayan untuk berburu sayur segar, bumbu dan aneka kebutuhan lainya. Melihat diri seperti emak-emak belanja bulanan. Kedua tangan penuh dengan paperbag dan plastik belanja. Ough!*sigh

Sampai diasrama langsung menuju kamar, mengumpulkan semua pakaian kotor selama dibandung, merendam, mencuci, kemudian menjemur( sempet-sempetnya:DDD). Usainya mempersiapkan pakaian selama mendaki(a.k.a packing) yang dibantu oleh sahabat saya yang baik eviliana bee alkahf. Meninggalkannya yang masih packing untuk mandi. ( rempong banget loh suasananya). Tepat pada pukul 17.15 menuju tol jatibening yang masih ramai-lancar.

Bersandar pada trap tol yang menimbulkan kesan “maco” yang guee bangetJJJ sembari menunggu bus 
mayasari yang menuju kampung rambutan. Selama 20 menit baru muncul dari kejauhan. Mendekat, naik dan haap. Berdiri! Sadar menjadi pusat perhatian membuat diri semakin merasa “ cool dan maco”(hahahaha,abaikan!). Dan prosesi berdiri didalam bus berlangsung cukup lama, selain macet selama perjalanan, bus menjadi lenggang baru sesampainya di UKI. Ya setidaknya memberi kesempatan untuk kaki beristirahat walau hanya sejenak. Di UKI, seorang pria berusaha menyulang interaksi.
Mau camping, neng??” tanyanya
Iya pak” jawabku singkat
Kemana??” tanyanya lagi
Gunung Papandayan” jawabku singkat lagi
Ooo.
Saya pikir setelah titik berarti tidak ada kalimat berikutnya, ternyata salah!
“Bapak dulu juga hobi naik gunung. Tapi karena keterbatasan, yah Cuma beberapa gunung saja. Apalagi bapak ini anak pertama, jadi harus memikirkan adik adik”
Hanya membalas senyum.” Lagi curhat nih ceritanyaa???” membatin
Satu tim berapa orang,neng?” kembali bertanya
Kami berlima,pak”
“ Ooo, seru ya melihat keindahan alam.”
“Iya.”
Biasanya selalu tertarik dengan obrolan yang berkenaan dengan hoby yang sama, namun sore ini agak berbeda. Entah kenapa! Bapak yang berhoby sama masih bercerita tentangnya, dan mohon maaf ya pak. Kuping saya memang berada disana, tetapi tak dengan seriuse mendengarkan.( galau sedang melanda.hahahaJ)

Alhamdulilah sampai dikampung rambutan tepat jam 19.25 WIB. Terlambat 25 menit dari jadwal. Kebetulan saya selalu berusaha agar tidak terlambat. Sampai didalam terminal, menuju masjid yang saya lupa lihat namanya, untuk sholah magrib dan isya. Sampai dimasjid, saya melihat ada pemuda berpakaian hitam-hitam membawa carriel, saya melepas headset dan menyapanya( informasi dari bang aga, mas dodhy sudah diterminal. Otomatis saya berpikir mungkin itu orangnya:’)).
“ Permisi mas, rombongan ke papandayan bukan ya??”
“ Rombongan kemana mba??”
“ Papandayan!”
“ oh bukan!”
“glek! Oh begitu ya, maaf salah,. Terimakasih”
Meletakkan carriel kemudian mengambil air wudhu. Shalat..
Usai salam, berharap mendengar keramaian dari empat pemuda yang tak lain adalah bang aga, mas indra, bang medan (nama aslinya susyeeeJ), mas dodhy( yang saya panggil dengan mas donny, tapi tetep nengok aja. Hahaha). Namun ternyata itu hanya harapan semata (lebuy ihJ). Merapihkan jilbab merah yang membalut kepala saya malam ini, kemudian duduk diberanda masjid. Tepat disamping, ada seorang wanita berjilbab sendirian. Setelah menyapa dan ngobrol sedikit baru diketahui bahwa dia sedang menunggu jemputan adik iparnya untuk kemudian menuju ciamis. Bertukar cerita sampai akhirnya yang menjemputnya datang. Sementara saya? Duh, harus menunggu lebih lama lagi sepertinya. Karena menurut kabar terakhir, mereka sedang dijalan dalam kondisi bergelut dengan kemacetan. Yeah, i know that.

Pukul. 20... Sekian menit akhirnya bang aga, mas indra dan bang medan muncul dari sisi kiri masjid. Senangnya seperti lebaran. Menunggu mereka usai shalat, kemudian mencari warung nasi untuk mengisi perut kami yang ternyata masih sama kosongnya(hhee). Setelah makan diwarung nasi yang sudah gak ada lagi pilihan makanannya, pergi menuju masjid lagi, kemudian ke pintu keluar terminal karena menurut info mas dodhy sudah berada disana.

Tak lama kami dilengkapi oleh kehadiran mas dodhy. Sedikit berbagi tawa, kemudian muncul bus AC menuju garut, dan tanpa berpikir panjang lebar=luas, kami memberhentikannya. Awalnya bangku paling belakang yang kami pilih. Entah dengan alasan apa, saya diminta untuk pindah satu bangku didepannya. Sudah diposisi nyaman, naik beberapa penumpang yang ‘bau-baunya’ akan mengusik ketenangan. Ya, benar! Posisi kursi saya yang sudah PW( posisi wuenak)diubah oleh si kenek jadi sudut 90 lagi! Isshh, menyebalkan sekali itu! Ditambah mereka dekat sekali dengan bahu dan lengan saya! Risih. Seperti meengetahui kerisihan saya, bang aga menawarkan untuk bertukar tempat duduk. Alhasil bertukar tempat duduk menjadi disamping mas dodhy yang sebelumnya disamping mas indra. Tidak membuat perubahan yang signifikan, karena masih saja saya harus berpeluh dengan penumpang laki laki yang tidak kebagian kursi dan berdiri disamping tempat duduk saya. Didalam perjalanan saya mengajak mas dodhy untuk bertukar tempat,alhamdulilah beliau mau. Akhirnya saya kembali nyaman dan tentram:)

Sekitar pukul. 03.. kami tiba diterminal guntur-garut. Sepersekian detik saya hanya bisa diam. Subhanallah udara disini. Dingin!brrrrr....
Ini udara terdingin selama saya diIndonesiaJ kami menghampiri warung serbaguna. Tanpa komando bang aga dan bang medan memesan kopi. Mas indra sibuk mendekati api unggun versi kecil( bukan api unggun kalau gitu mahJ)sementara mas dodhy sibuk dengan carrielnya. Dan saya, sibuk mengosok telapaktangan dan smsn.( heheheJ). Sekitar 45menit jemputan kami datang. Seorang lelaki dewasa membawa mobil pickup menghampiri kami. Berbincang sedikit dengan bang aga, kemudian mempersilahkan kami untuk memindahkan barang bawaan.
Perempuan duduk didepan” ujar bang aga pada saya
Saya membalasnya dengan anggukan, walau sebenarnya saya ingin dibelakang juga. Meski saya tahu pasti sangat dingin, tapi pasti hilang ketika saya menikmati hamparan langit dengan tatanan bintang yang subhanallah, saya menyaksikan dari jendela dengan kepala menjulur ke udara.

Melewati jalanan yang berlubang dan berliku tidak membuyarkan pandangan dan indera lain turut merasa.
Bebas, seperti seekor merpati yang bebas mengepakan sayap. Memejamkan mata kemudian membiarkan udara alam melewati tiap pori-pori nasal. Merasakan dinginya mengikuti derisan aliran darah. Terasa, bebas, merdeka..
Neng perempuan sendiri gitu??” tanya supirnya
“ muhun mang, kunaon kitu??
“ Wah si neng tiasa sunda nya’??
“muhun, tiasa sakedik-sakedik. Nenek saya sunda mang. Jadi tau dikit aja. Karena memang jarang pake bahasa sunda.”
Selama diperjalanan sedikit banyak berbincanng dengan pak supir. Sengaja menyelipkan bahasa sunda, supaya lebih hati-hati sang supirnya karena merasa’bersaudara’.(heheheuJ).

Sampai dibasecamp sekitar pukul 04...saya benar kehilangan kata! Jika ada kata yang mewakili dan bermakna lebih dari kata dingin! Ya itulah. Yang lebih menakjubkan adalah posisi dimana saat ini saya berdiri! Didataran yang disekelilingnya adalah bukit dan gunung. Subhanallah. Tiada henti hati ini mengukir asma Allah dengan segala keindahannya.

Mekanisme menggigil mulai berlangsung guna mendapatkan panas dari dalam tubuh. Balutan jaket, kaos tangan, dan kaos kaki seolah tidak cukup menambah kehangatan. Kami memutuskan untuk singgah disalah satu warung. Memesan aneka minuman hangat, yang tak berapa lama kemudian sudah memasuki waktu shalat subuh. Tak habis-habisnya kami tertawa,menertawakan tingkahlaku kami yang “excited” dengan udara dan air disini. Subhanallah..

Usai shalat subuh, langit pagi mulai menyibak malam. Langit jingga perlahan naik dan menenggelamkan gulita. Indah..

Layaknya bocah melihat sesuatu yang menakjubkan, saya sedikit berlari kehalaman. Berputar mengitari langit. Ada gemuruh dihati. Senang sekali ya Tuhan. Sembari menunggu bang aga,dkk repacking, saya mematung dihadapan bukit. Diam, hanya memandang.( too twiiieetJ). Kemudian bersiap untuk memulai perjalanan yang dimulai dengan berdoa bersama yang dipimpin oleh bang medan.( yang saya ingat ketika mengguraui beliau ” marilah kita berdoa menurut kepercayaan dan Tuhan masing-masing” dan hanya dibalasnya dengan senyum atau sedikit kaliamat ” emang Tuhan ada berapa sih?” dan pernah saya jawab “ kalau Tuhan saya sih Cuma satu”. Hehehe)

Pendakian dimulai..

Baru beberapa meter dari garis awal, kami berhenti untuk menikmati saat dimana matahari terbit(sunrise). Dan kau tahu kawan! Ini sunrise terindah sampai detik ini! Dimana dari ketinggian, mata saya disugukan dengan hamparan awan yang melayang tenang seperti air, meliuk-liuk seolah sedang bergurau,dihimpit oleh gunung nun gagah menantang, semburat jingga perlahan menyebar ke seluruh bagian. Kontan bang aga langsung terbirit mengeluarkan kamera berserta jajarannya untuk mengabadikan pemandangan yang tak tertandingi, ya kemahsyuran alam.

Setelah kenyang menikmati sunrise, kami kembali melanjutkan pendakian. Sudah mulai nampak dengan jelas medan yang ada dihadapan berupa kerikil dan gundukan sisa muntahan papandayan meletus tahun 2002 yang tak lain adalah kaldera. Sebelum terjadi letusan, ditempat ini terdapat kawah besar yang bernama Nagrak hilang tertimbun longsoran. Letusan melahap begitu luas hingga tampak kawah belerang dan danaunya ( kau akan melihatnya ketika sampai dipuncak, amboi gan). Menurut sumber informasi, kaldera gunung papandayan merupakan kaldera terbesar di Asia Tenggara .
Dengan tertatih saya yang sudah cukup lelah mendaki. Belum seberapa jauh, dan masih sangat jauh sampai ke puncak(haha). Dengan tekad yang kuat, saya tetap mendaki meski perlahan. Keadaan sangat berbeda jika kau melihat keempat pria yang mendaki bersama saya. Terutama bang medan. Melihat langkahnya yang ringan memacu semangat saya untuk tidak ketinggalan. Tetapi tetap saja langkah berat saya yang terurai. Ditambah melewati kawah yang dipenuhi asap belerang dimana-mana. Saya tidak menyukainya karena membuat saya mual dan sesak. Sampai didataran yang lebih tinggi dan terhindar dari asap belerang, bang aga menawarkan untuk bertukar carriel dengan bang medan. Tentu saja saya mau, tidak usah bertukar carriel. Cukup pindahkan saja bahan makanan yang ada didalam carriel saya ke carriel miliknya. Yeah,spontan saya merasa lebih ringan.


Melanjutkan perjalanan melewati kawah belerang yang masih aktif mengeluarkan asapnya dimana-mana. Mencari dataran yang lebih tinggi untuk ‘sarapan’ lumpia pisang yang dibeli diwarung dibasecamp. Tentu saja saya orang yang paling euforia ketika istirahat.(hehe). Merasa cukup apa yang dimakan, melanjutkan pendakian untuk menyelesaikan medan yang berupa kawah belerang yang tinggal 1 turunan dan 1 tanjakan yang keduanya sama-sama curam. Usai melewatinya, kami dihadapkan dengan medan yang datar, bonus sekali untuk saya walau hanya sedikit. lantas disugukan kembali dengan hamparan rumput dan pepohonan tanggung yang menyediakan jalan setapak. Banyak bebatuan dan tanah yang mudah longsor.



Diperjalanan mas indra melontarkan tanya, yang pertanyaan itu sedari tadi saya tanyakan pada diri sendiri. Disisi kiri kami, ada tebing yang terkikis. Sejak melihatnya dari  basecamp, saya sudah membatin. “ada pengikisan juga disini?” tidak heran, tetapi apa tidak sulit mendatangkan alat berat ketempat seperti ini??. Menurut analisa mas indra dan bang aga, tebing itu terkikis secara natural alias alami. Mungkin salah satu efek dari letusan gunung ini. Sampai saat ini belum saya ketahui kebenarannya. Ditebing ini terdapat sebuah jalan ‘umum’ yang biasa digunakan penduduk kampung ‘sebelah’ untuk menuju garut. Beberapa kali kami bertemu dengan penduduk yang juga sedang melewati jalan yang sama dengan tujuan yang berbeda. Sempat takjub dengan kegigihan mereka.Dibalik tebing ini akan segera kami temui pondok selada. Konon dipondok ini kami akan membangun ‘istana darurat’.
 
Langkah saya semakin ringan mendengan bang medan mengatakan bahwa pondok selada sudah didepan mata. Yang artinya sebentar lagi akan sampai.(horeeeee). Dalam hitungan menit ke 30 akhirnya sampai dipondok selada. Alhamdulilah...
Nafas seolah menjadi ringan untuk bersirkulasi. Istirahat sejenak kemudian the men mulai membangun tenda, sementara saya mulai menyiapkan makan siang. Oh iya, kami sampai dipondok selada pukul 10. Dibubuhkan sederet canda mengundang tawa. Ah,saya senang sekali dengan perjalanan yang melelahkan. Saya kembali merasakan berada diantara kakak laki-laki. (syndrome gak punya kakak laki)

Mungkin berkisar satu jam tenda selesai bertengger. Dan makananpun sudah siap dilahap. Saya kaget saat melihat alat masak yang dibawa oleh bang aga. Membayangakan masakan saya akan sulit dihidangkanL. Tetapi bukan Fe kalau menyerah dengan keadaan. This time for you more creative,gal! Untuk permulaan kami hanya menyantap roti panggang, nuget dan sosis goreng. Usai menyuplai energi, bersiap siap menuju puncak papandayan.

Siap!!!!!!

Pendakian dimulai dari pondok selada. Melewati kali yang tak tampak dalam, namun katanya cukup dalam.(tertutup rumput). Mampu melewatinya tanpa membuat kaos kaki basah. Berjalan lagi dengan santai yang kemudian harus menakhlukan jalan setapak yang disesaki oleh pepohonan tanggung( mohon maaf belum tahu nama pohonnya). Tak begitu lama, karena tersibak darinya sudah ada hamparan material putih seperi semen atau pasir pantai. Yang diatasnya masih berdiri batang-batang mati yang siap dijadikan kayu bakar. Ini salah dua pemandangan yang cukup menakjubkan. Saya sempat mengabadikannya, bebatuan yang uniqe karena tersusun rapi seperti gedung gedung diibukota, bahkan lebih rapih dari itu. 


Dilanjutkan dengan medan yang tak jauh berbeda sebelum hamparan ‘semen putih’. Tanjakan- tanjakan kecil yang berarti cukup membuat saya kembali harus beristirahat. Bersyukur bang medan memiliki tugas tersendiri yaitu membuat tanda sebagai arah untuk para pendaki sehingga meminimalkan peluang terjadinya ‘nyasar’ dengan menggunakan talirapia berwarna kuning. Dengan tugasnya tersebut, bang medan mendaki lebih santai, sehingga saya tidak harus mengikuti jejak mereka yang terburu buru seperti sedang lomba. Dengan perjalanan yang santai saya bisa lebih menikmati alam. Tujuan saya mendaki adalah berbagi dengan alam, bukan hanya sekedar lelah meraih puncak! It’s not me





Sempat mengabadikan dibeberapa sudut yang menawarkan keindahan papandayan. Jika dikatakan ‘narsis’ ya anggaplah seperti itu. Saya memang gemar ‘memoto dan dipoto. Setelah melewati medan yang naik-turun( namanya juga gunung) akhirnya terbayar dengan pemandangan dihadapan saya!
Padang edelwise yanng dikenal juga sebagai Tegal alun. That’s so amaze gan! Saya setengah berlari seperti di pilem india, saya menyukai edelwise dengan filosofinya. Jangankan melihat ia berkembang, membayangkannya saja sudah membuat saya senang. Perlahan saya sunggingkan senyum untuk mereka( hamparan edelwise). Sementara bang aga sibuk dengan kameranya. Hati saya semakin terangkat ke udara, gembira bukan kepayang. Dan dari tempat ini, sudah terlihat puncak yang mungkin tidak sabar untuk segera ditemui. Cukup lama kami disini, berkeliling dengan niat mampir ke danau, namun sayang! Ternyata danau mengering. Tetapi itu tak mengurangi kebahagiaan kami. Berpose dengan bermacam gaya. Dan disini pula, kami berlima mengabadikan perjalanan ini ( bang aga says “akhirnya ada foto gue”.hahahaha)

Melanjutkan perjalanan kami sampai disebuah kali/mata air (sungai kecil). Airnya jernih dan sejuk, namun saya tidak berani meneguknya karena tampak banyak 'plankton' didalamnya. Hanya saja saya mencicipi air itu untuk berwudhu. Dan subhanallah, adem.
Saya dan mas indra shalat berjamaah dirumput yang datarannya lebih rata. Syahdu sekali ketika saya menghadap Tuhan dengan segela kerendahan hati. Meski tak sampai menitihkan buliran, tetapi saya banyak menggondol pelajaran dari perjalanan kali ini. Lihat saja cerita yang saya tulis sebanyak ini.(heheu)







Seolah cukup berleha-leha, kami kembali menyusuri hutan. Kali ini hutan sungguhan. Tanaman liar yang baru disibak, jalan setapak dengan kayu yang tumbang sana-sini. Naik-turun dengan medan yang berbatu dan berdebu. Usai melewati hutan diberikan medan yang kanan-kiri merupakan jurang. Wow, saya yang selebor ini harus hati-hati bermain dengan kecepatan. Lelah menyergap, saya beristirahat. Saya tidak enak hati ketika saya beristirahat. Karena ketika saya berjalan dengan bang aga, bang medan, mas indra, saya secara langsung membuat mereka turut menghentikan langkah. Walaupun mungkin saja mereka juga lelah. Saya kadang terharuJ merasa dilindungi oleh abang sendiri( melow menjurus lebay).



 

 

Akhirnya,
setelah melewati perjalanan yang penuh tantangan, kami sampai dipuncak.
Allahuakbar!!!!!!  

Saya haru sekali. Tidak menyangka dengan kondisi dan stamina saya yang sedang tidak cukup baik namun dipaksa baik saya mampu sampai dipuncakJ. Tanpa harus dipersilahkan saya langsung mengambil tempat yanng rindang kemudian meluruskan kaki. 






Ada hal yang’lucu’ yang saya lakukan dipuncak,yaitu memotong ujung kuku tangan. Saya tidak nyaman melihat ujung-ujung jemari saya tampak kotor sekali. Sementara saya diperkemahan bertugas memasak. Memang hal yang seharusnya tidak diperdulikan oleh pendaki kebanyakan, tetapi tidak untuk saya. Mendaki adalah hoby, tetapi kebersihan adalah bagian dari iman.(loh). Saya yang sibuk membersihakan kuku, sementara yang lain menikmati keindahan dengan mulut mengunyah makanan. Lagi dan lagi saya merasa senang
Dipuncak ini bisa dilihat seberapa jauh perjalanan yang dilakukan untuk berada disini. Keindahan mutlak milik alam. Kesempurnaan tunggal milik Tuhan. 


Tak akan terlupakan perjalanan ini. Tak akan lekang kemahsyuran yang tertayangkan. Tak akan terulang kebersamaan yang terjalin.






Berjalan beberapa meter kedepan, akan ada kesempatan melihat danau nun cantik yang berada dikawah belerang yang sudah saya katakan diawal.


Untuk mempersingkat perjalanan kembali ke tenda, sehingga diputuskan untuk bergegas kembali menuruni puncak menuju pondok selada. Tak banyak hambatan saat menuruni puncak, bahkan sangat cepat dibandingkan ketika naik (yaiyalah).





Tak lupa mengabadikannya dengan camdig yang bang aga pindahtangankan pada saya.( ih, tau aja)
Saya gemar bernyanyi, hingga dalam langkahpun tetap mendedangkan lagu-lagu favorit untuk  mengalihkan pikiran hingga tak memikirkan rasa lelah. Langkah demi langkah, setapak kemudian berbatu, kali, hamparan edelwise, hamparan semen putih, kali, akhirnya sampai dipondok selada lagi.



Meminta penjagaan 'my brothers' untuk beberapa waktu disekitar tenda karena saya akan mandi dengan tisuue basah dan mengganti pakaian. Cukup lama memang, usainya memulai untuk menyiapkan makan malam.
Saya senang karena boleh memasak untuk mereka. Saya memang sedang senang-senangnya memasak. Dan masakan favo saya adalah sup jagung manis. Tetapi untuk kali ini saya kecewa. Tidak menyalahkan apapun dan siapapun, mungkin memang saya yang terlalu bersemangat hingga sup yang pertama terlalu pedas oleh merica. Jujur saja, saya kesulitan masak dengan wadah yang kecil, sementara sup ini membutuhkan wadah yang besar untuk kuahnya. Namun akhirnya saya siasati dengan berbagi kuah dengan sup yang kedua. Untuk menetralisir kelebihan merica( maaf ya bang agaJ yang kepedesan karena jadi First konsumen).

Usai makan malam, saya harus kembali melangsungkan mekanisme mengigil karena memang suhu disini sungguh diluar dugaan. Sleping bag saja sedingin frezer. Masyaallah dinginya bukan lagi menusuk tulang. Tapi sudah membekukan nafasJ padahal dihadapan saya ada langit yang sedang dikelilingi oleh jutaan bintang. Membentuk rasi dan galaksi. Kedap-kedip seolah berbagi kebahagiaan. Saya merebahkan tubuh dimatras tepat disamping api unggun. Memejamkan mata kemudian bertatap dengan angkasa. Romantise sekali alam ini. Hingga saya terbuai dan mengabaikan rasa dingin. Tak akan saya temukan keindahan ini dilangit jakarta yang tertutup debu. Beristirahat meski tak mampu karena semua benda seolah mengeluarkan hawa dingin yang membekukan malam..

 
Pukul 05.00 alarm hape berbunyi. Tetapi kini ia tak berpengaruh seperti hari kemarin. Kantuk dan dingin yang menyergap tak juga menghilang. Bahkan saya telah melewatkan subuh saya yang syahdu. Sungguh racun kantuk dan dingin itu! Bertekad untuk mengakhiri rasa malam. Bangkit kemudian melipat sleping bag dan keluar tenda untuk menyikat gigi. Tampak buliran embun membeku. 
Kemudian dikejauhan, tepatnya di kali, mereka menemukan rerumputan sudah membeku. Seperti berada didalam lemari es bahkan lebih indah. Saya dan yang lain menuju TKP, menyaksikannya dengan menyebut asma Allah. Sungguh Allah sudah menyiapkan keindahan yang terbayar lunas dengan kelelahan. Bahkan lebih..

Bukan sebuah rekayasa. Dalam suhu -4 derajat celsius bukan hal yang sulit untuk membuat buliran air menjadi kristal yang menempel pada tumbuhan ataupun benda yang ada didaratan. Seperti embun yang membeku pada rumput dipinggir kali kecil atau mata air. Lokasinya tepat didepan pondok salada. Menakjubkan, sungguh..

Hari ini saya senang juga sedih. Karena hari ini pendakian ini berakhir. Yah,kebebasan bercengkrama dengan alam sudah usai. Kami mulai packing dan mengumpulkan sampah. Melihat mereka satu persatu, meski tak ‘sedarah’ tak ‘seibu’ tak ‘serahim’, mereka sudah saya anggap seperti abang sendiri. Bonus dari Tuhan untuk setiap perjalanan adalah saudara untuk saya. So thanks God^^

Menuruni papandayan dengan wajah sumringah. Membungkus cerita, menyisihkan lelah. Menikmati kebersamaan yang tinggal menghitung detik. Kami menuju cisurupan dengan menggunakan jasa ojek. Dan didalam perjalanan bersama ojek, saya menyempatkan berbincang dengannya. Menanyakan tentang arti dari papandayan ( ternyata si mamang teh teu ngartos). Kembali melihat papandayan dari kejauhan. Saya kembali takjub!

Dan perjalanan kami berakhir di terminal guntur-garut. Mas dodhy menumpangi bus garut-lebak bulus, saya garut-bekasi, dan mereka bertiga garut-pulogadung atau garut-kampung rambutan( belum dikonfirmasi, yang penting udah nyampe semua)


Terimakasih teman untuk kesabaran kalian mendaki bersama saya
Terimakasih bang aga untuk hasil pemotretan yang subhanallah indahnya
Terimakasih untuk bang medan yang sudah membantu membawa bahan makanan
Terimakasih untuk masi indra dan mas dodhy yang setia menemani saya saat 'urgent' tiba
Terimakasih untuk semuanya^__^

Share this:

4 komentar :

Anonim mengatakan...

^_^

Irda Handayani mengatakan...

Kereeeeennnnn.....
I like it :)

Fe mengatakan...

terimakasih mba Irda:)

Rahmanovic Mira mengatakan...

Subhanallah..keren bangeett :)