Monolog

Bentangkanlah


Tak ayal matahari tetap menuntun ku mencairkan bongkahan rahasia hati..

Seperti aku yang begitu anggun bergelut dengan imajinasi dimalam hari,
melirik rasi bintang tak tampak pada siang.
Rasa bosan sudah tentunya terhapus dalam rentetan kata.
Aku mengayuh perlahan dengan lidah yang tak pandai,namun berusaha.
Hmm,hukum gravitasi seolah membungkam tubuh ini. Melayang tanpa beban. Berada dibulan khayalan.

Entah sampai kapan aku hanya mampu bersembunyi dibalik gundukan mimpi.
Mimpi yang dulu pernah ku titipkan pada angin malam yang tak pernah lagi ku temukan!
Ingatan itu kemudian ditayangkan sedemikian mengenang.
Mengenang kapan aku memulainya hingga aku menggila.
Kini aku menggodok diri didalam panci yang penuh harapan!
Menggilas habis keputus asaan.

Kawan!
aku bukan pujangga apalagi penyair!
Aku bukan pemuja juga bukan penyihir!
Aku hanya seogok daging yang membentuk diri dalam ruas Illahi.

Terbayangkan oleh ku,

aku menari dalam rangkaian purnama yg ku ciptakan didepan mata,
mengikuti larik pupil mengintai cahaya dan perlahan mengendap membelenggu retina!
Menyulam jarik disetiap cela pembuluh darah,
merekatkan partikel yang berlawanan..
Membentuk organ yang melingkar dengan teluk yang menyalip..

Dia semakin pasih menggerakan daya layang ini mengejar carikan cerita
seolah tak membiarkan ada detik yang terlupa.

Aaha..
Ada yang hampir dilupakan!
Udara yang setia melewati lorong gelap dalam trakea,
hanya untuk mengembangkan hari yang ku punya!

Lalu,"nikmat mana yang bisa aku dustakan??"

hingga kini aku belum mampu merangkai kata untukNya!
Belum layak kata yang ku punya untuk menulis tentang Dia.
Tapi suatu saat akan ku pinta pada dunia,
berikan aku dimensi untuk menampilkan mahakarya hati ,
hanya untuk Nya.



Jakarta, malam yang menyayat kerinduan pada Nya.


Share this:

0 komentar :