Mereka Adalah Obat


100 Surat Pelangi yang pernah saya tulis tanngan dan saya berikan kepada 100  murid di SD Ngabab 2 dalam kegiatan Kelas Inspirasi Malang

Tidak ada hal yang lebih mampu menyalakan pemantik api ditengah kencangnya badai selain semangat unuk terus mencoba menyalakannya dengan beragam cara..

Dan mungkin hal yang serupa yang tengah saya lakukan saat ini. Sebenarnya, bisa saja saya memilih untuk hidup di dalam rutinitas yang aman dan membosankan. Atau bisa saja saya memilih bekerja di dalam ruangan steriil beraroma karbon. Iya, bisa saja. Namun sayangnya, saya terlahir dan berkembang sebagai sesorang yang menyukai dunia luar, menyukai terik matahari yang meski karenanya saya pintar mengumpat.

Saya adalah anak daerah yang hoby berada di daerah orang lain. Saya senang sekali ketika saya berada di suatu tempat dan saya menemukan "satuan" anak-anak lucu, menggemaskan dan tidak bisa dipungkiri bahwa juga ada yang menjengkelkan,kadang. Tapi ya seperti itulah anak-anak,kan?

Seperti tahun lalu, saat saya mengabdi sebagai Pencerah Nusantara di sebuah desa asri nun syahdu, desa yang berada di ketinggian ribuan kaki. Tosari, Pasuruan, Jawa Timur. Selama satu tahun saya di sana, saya cukup lekat dengan adik-adik yang tinggal dilingkungan rumah dinas. 

Kebetulan, saya dan teman-teman membuat rumah baca di salah satu ruang rumah dinas kami. Ratusan buku sumbangan dari teman-teman saya di Ibukota membuat mereka begitu rajin singgah untuk membaca buku, meminjam bahkan sekadar bermain mainan edukasi yang kami sediakan.
Tumpukan buku yang dikirim dari Jakarta untuk program Gunung Pintar di Tosari
Saya merasakan sekali bahwa mereka adalah obat. Anak-anak yang aktif dan cerdas itu adalah obat. Pun bagi saya pribadi, ritme kerja selama di desa Tosari tidak mungkin membuat rasa semangat saya stabil, tentu saja ada dinamika yang bergejolak. Dan pada saat saya rindu rumah, rindu travelling, namun tidak bisa saya wujudkan, bermain dengan mereka adalah salah satu obat pelipur lara.

Saya membayangkan, mengkhayal jika saja semua anak memiliki nasib yang baik seperti mereka. Memiliki orangtua yang memahami betapa pentingnya pendidikan. Jangan salah! orangtua mereka adalah petani,yang sebagian hari dihabiskan dikebun. Tetapi mereka tidak melupakan kewajiban untuk mendampingi anak-anaknya tumbuh. Bahkan para orangtua tidak jarang mengantarkan anak-anak mereka bermain dirumah dinas kami, untuk membaca, untuk belajar.

Dengan laju dan tingkat kelahiran yang tinggi di negeri kita, saya sangat memimpikan semakin banyak orang-orang yang peduli terhadap generasinya. Anak-anak jalanan bisa berkurang, bahkan kita tidak lagi menemukan anak-anak mengemis di jalan raya, tidak lagi mendengar berita anak dibawah umur mencuri, dan aneka kejahatan yang dilakukan anak dibawah umur. Karena jika tidak, maka ngeri sekali negeri ini akan dipenuhi dengan anak-anak yang jauh dari "cahaya", anak-anak yang terlahir tanpa bisa harus memilih dengan siapa mereka dilahirkan. Tetapi tentu saja mereka bisa memilih masa depan seperti apa yang mereka inginkan.

Sebabnya, saya mencoba untuk terus melaju, bertemu anak-anak di lereng gunung, di perbatasan, di laut, dimana pun mereka, senyum dan masa depan mereka adalah sebuah hal yang harus diciptakan dan diperjuangkan. Tidak hanya oleh mereka, orangtua mereka, tetapi juga oleh kita. Orang-orang dari sisi terluar namun peduli dengan impian mereka.
Salah satu generasi pribumi yang hadir ketika saya mengadakan pemeriksaan kesehatan gratis, dia tidak menangis ketika jarum menembus kulit di ruas jari manis, sebab kami sudah berteman :D

Saya selalu membuat "amanah" dari pekerjaan menjadi media saya untuk bertemu dengan mereka. Juga seperti  di Papua, saya melakukan hal yang sama. Mendekati anak-anak untuk mendapatkan tempat dihati mereka sebelum saya meluncurkan misi pekerjaan. Anak-anak yang lugu dan manis. Lagi-lagi harus saya katakan, mereka adalah obat.
Bersama anak-anak di Kampung Enggros, Kota Jayapura. Sebelum saya memberikan seminar kesehatan


Share this:

0 komentar :