Jangan Bersedih
Ketika kamu sedang tidak ingin
melakukan apa-apa. Semua nampak begitu membosankan dan tidak menarik. Ketika
itu, bisa jadi kamu tengah menginginkan hal yang sama seperti yang saya
inginkan saat ini. Bebas.
Bebas dari segala macam beban
yang kerap memenuhi pikiran juga doa-doa. Bebas dari kekhawatiran akan hidup
yang terlampau sering menghantui bukan memotivasi. Bebas dari pikiran negatif
yang selalu membayangi setiap optimisme yang tengah dialirkan. Iya, saya ingin
bebas dari segala belenggu yang terlalu erat menahan langkah saya untuk terus
menapaki jalan ini.
Adakah kamu mengerti bahwa di dunia ini sudah
terlanjur terkontaminasi oleh banyak aliran, sudut pandang atau apapun mereka
menyebutnya. Setiap orang merasa benar, setiap orang tidak mau mengalah, setiap
orang berusaha menjadi yang pertama, yang terhebat, dan aneka “ter” lainnya.
Sehingga pandangan sinis, fitnah-fitnah, hingga persaingan yang tidak sehat
meramaikan hiruk pikuk dunia kita saat ini. Siapa pula yang sudah berjasa
menciptakan standar-standar hidup seperti itu? Yang mungkin membuat orang lain
menjadi tertekan. Mungkin termasuk saya? Bisa jadi.
Dan sungguh, menjadi manusia di
jaman ini sungguh tidak mudah. Bicara soal agama bukan lagi masalah yang
sederhana. Agama itu bukan tentang fisik, setidaknya bagi saya pribadi. Agama
itu tentang keseluruhan, tentang keutuhan. Dan saya memohon, berhenti
mengatasnamakan agama untuk sesuatu yang jauh dari kebaikan.
Saya mungkin seseorang yang
kurang bersyukur. Mengapa begitu? Sebab saya pernah meminta kepada Allah untuk
menyudahi perjalanan di dunia. Sebab saya lelah. Meski saya paham sekali, bekal
kebaikan untuk hidup di akhirat sangat jauh dari cukup. Mungkin hanya dosa-dosa
saya yang kian menggelembung. Tetapi, Allah belum memenuhi permintaan saya,
mungkin Allah masih memberi saya waktu untuk menyukupi bekal saya. Sayangnya,
mungkin hanya dosa-dosa yang berhasil saya kumpulkan. Beginilah manusia yang
merugi seperti saya, meski sudah berusaha menjadi insan sebaik mungkin,
nyatanya saya belum mampu menjadi sebaik-baiknya manusia. Astagfirullah,
berulang kali meminta ampun, namun berulang kali berbuat dan mengulangi
perbuatan dosa. Bukankah semua itu melelahkan?
Saya kembali bertanya kepada diri
saya sendiri, sebenarnya apa tujuan saya di dalam kehidupan ini? Kehidupan yang
katanya hanya sementara, namun begitu alot. Apa mungkin memang saya tidak
bahagia dan kurang bersyukur? Di mana sebenarnya letak syukur dan bahagia?
Apakah hanya berwujud senyum atau ucapan Alhamdulilah?
Saya masih belum mengerti. Tetapi
mungkin setiap orang pernah merasakan apa yang saya rasakan saat ini? Atau
mungkin hanya saya? Bisa jadi orang lain menemukan kebahagiaan dan tujuan hidup
dari keluarga yang terkasih. Bicara tentang keluarga, saya juga memiliki
keluarga yang baik, sederhana dan kadang membuat saya rindu. Tetapi bukan
keluarga yang sempurna. Karena tetap saja, ada intrik yang kadang membuat saya
kembali melambaikan tangan pada Tuhan. Begitu mudahnya saya menyerah? Mungkin.
Seperti yang saya katakan tadi bahwa saya sudah lelah dan bosan.
Saya ingat bahwa Allah sang
pembolak-balik hati kita. Bisa jadi semua ini ada hikmahnya. Saya melampaui
batas. Sebagai manusia, harusnya saya tidak mengabaikan nilai-nilai yang sudah
ditanamkan. Menjadi hina dan nista adalah sebuah kehancuran yang sangat
disesali. Semoga masih ada waktu untuk memperbaiki di kemudian hari. Allah ma
ana
0 komentar :
Posting Komentar