14 Days Overland in NTT ( Part Lembata Island)


Hari kedua,

Memulai perjalanan menuju lembata dengan menggunakan kapal laut. Rencana awal saya akan ikut kapal fery, kapal penumpang yang biasa mengangkut penumpang dari Larantuka menuju - Wae Werang-Lembata. Sayangnya, kedatangan saya di pelabuhan sedikit terlambat. Kapal sudah berangkat setengah jam yang lalu.

Akhirnya saya memutuskan untuk mencari jalan lain dengan menanyakan pada orang-orang yang ada di pelabuhan.

" Nona mau kemana ni?" tanya seorang Nenek yang sedang duduk menghabiskan sarapan paginya

" Lembata,Nek "

" Su jalan setengah jam yang lalu ni. Tunggu kapal cepat saja"

" Ada kah Nek?"

" Ada, tunggu saja sampai jam 12"

Saya mengangguk sambil tersenyum pada sang Nenek. Hanya menunggu beberapa menit, ada bapak-bapak yang memberi info bahwa ada kapal cepat menuju Lembata.

Lets go!

Mengangkat ransel kemudian membeli tiket di loket yang tersedia. Hanya dengan seratus ribu rupiah maka saya sudah bisa menyeberang menuju Lembata. Yeya!

Saya sudah sangat excited dengan perjalanan ini. Untuk masuk ke dalam kapal pun sudah membuat adrenalin saya terpacu, bagaimana tidak, dari daratan menuju kapal hanya menggunakan tangga yang menempel pada tanggul yang memisahkan daratan dengan laut. Dan kebetulan ombak cukup tinggi pagi ini.


Perlahan kapal cepat yang bermuatan sekitar 30 orang melaju. Melewati bukit-bukit yang begitu hijau. Di sebelah kiri saya menyapa Tanjung Gemuk, saya bisa melihat dari kejauhan betapa pantainya masih begitu bersih, hijau dan ah luar biasa menyegarkan.

Sementara disebelah kanan saya terdapat pulau Solor.  Meski jauh mata memandang, tetapi perkembangan pulau itu sangat nampak dari pembangunannya. Seolah-olah kaki bukit sudah sesak dengan perumahan-perumahan warga. Ini saya lihat juga saat melewati Pulau Adonara yang pelabuhannya dikenal dengan nama Wae Werang. Nampak tempat-tempat ibadah berdiri kokoh di permukiman warga. Di pulau ini juga kapal berenti sejenak untuk menurunkan penumpang. Jika tujuan hanya ke Pulau Wae Werang makan ongkos kapal hanya lima puluh ribu rupiah.

Sepanjang perjalanan mata akan disuguhkan dengan bukit-bukit atau pulau pulau berpenghuni. Melihat barisan bukit tertata rapi dengan kumpulan awan putih diatasnya. Ada pula hamparan hutan homogen melengkapi daratan. Dengan bibir pantai yang tetap indah meski tidak bertabur pasir putih.

Eh saya keliru, setelah melewati Pulau Wae Werang di bagian awal, dipertengahan saya melihat ada satu bagian bibir pantai yang pasirnya berwarna putih. Saya seperti melihat salah satu pantai di Pulau Bali, dream land. Bedanya tidak ada karang yang menjulang tinggi. Di daratan yang sama dengan bibir pantai yang berpasir putih ini saya melihat ada gereja yan menjulang tinggi di kaki bukit. Ah, senang sekali melihat tempat ini, begitu damai dan 'khusyuk'.

Singkat perjalanan diatas kapal menuju Pulau Lembata akhirnya sampai. Terik begitu terasa di permukaan kulit. Beban dipundak seolah meningkat. Di dermaga saya mencari-cari saudara baru yang akan menjemput dan menyediakan tempat bermalam. Setelah beberapa menit akhirnya bertemu. Waktu menunjukan pukul 10 lewat beberapa menit, tetapi matahari sudah terlalu tinggi untuk jam 10 pagi.

Rumah yang akan saya "tumpangi" tidak terlalu jauh dari dermaga, hanya sekitar 10 menit kami sudah sampai. Rumah yag cukup megah untuk ukuran masyarakat di sini. Saya menyalami satu per satu tuan rumah. Mereka begitu ramah dan tetap dengan khas logat mereka. Kami berbincang-bincang sebentar sebelum akhirnya saya mohon izin untuk menggunakan kamar mandi dan beristirahat sebentar sebelum akhirnya mengelilingi sebagian pulau Lembata.

Sekitar pukul 2 siang, saya sudah dibangunkan untuk bersiap-siap menuju beberapa objek wisata yang ada. Pantai dan juga perbukitan.


Saya sangat menikmati perjalanan, setiap perjalanan, tidak terkecuali perjalanan kali ini. Sepanjang jalan saya tidak henti-hentiny melepas senyum meski hanya beberapa garis, menyapa mama-mama yang sedang beraktivitas di pinggir jalan pun di pekarangan rumah mereka. Ada kebahagiaan yang lahir dari kesederhanaan pulau ini. Saya merindukan perasaan yang seperti ini.

Tidak terlalu jauh ternyata pantai yang akan dituju, pantai yang sebenarnya ada sepanjang jalan. Saya bisa melihat mereka dari ketinggian, pasir putih, karang, manggrove dan ombak lembut yang bersahutan. Ah, I just wanna let go! 


Saya sempat singgah dan menikmati pantai yang menjadi salah satu resort di pulau Lembata. Pantai yang konon menjadi milik pribadi orang nomor satu di pulau ini. Saya menyukai sudut di mana saya duduk, dari sini saya bisa melalap habis pemandanngan di sekitar saya. Ada kata yang lebih dari sekadar indah?

Barisan pantai Waijarang, Pantai Bean dan aneka pantai lainnya yang saya nikmati dari kejauhan. Dari kejauhan, saya bisa menikmati mereka dengan paripurna, tidak hanya menikmati pasir putihnya, tetapi juga biru dan hijaunya air laut yang secara berganti menggelitik tepian pantai. Sementara barisan bukit dan gunung berada di hadapan mereka. Sungguh saya menikmati mereka meski hanya dari atas bukit cinta Wolorpas

Di pulau ini juga terdapat teluk Waienga yang jika kita beruntung bisa menemui lumba-lumba, sayangnya terlalu sore jika saya memaksakan untuk tetap berkunjung ke sana. Maka saya putuskan hanya berhenti di atas bukit cinta ini. Saya meyakini bahwa perjalanan bukan sekadar banyaknya destinasi yang dikunjungi, tetapi tentang bagaimana saya mampu menghemat ego demi kebahagiaan saya yang sebenarnya.

Saya kembali menuju Larantuka keesokan harinya, perjalanan masih panjang, tetapi saya tidak pernah bosan menikmati setiap detailnya. Jika perjalanan adalah candu, maka biarlah saya menanggung risikonya!

Sampai bertemu di cerita part Ende dan wilayah pulau Flores lainnya!

**Aneka foto perjalanan bisa dinikmati di instagram pribadi saya @Fenymariantika

Share this:

0 komentar :