Penutup Hari
Mereka mengatakan bahwa saya terlalu sering over thinking, hingga kadang hal-hal yang amat sepele pun akan saya pikirkan sedemikian rupa. Apakah hal tersebut merupakan salah satu ciri khas seseorang yang perfeksionis? Bisa jadi. will I die ealier because it? :p
Sama seperti apa yang akan saya tuliskan ini. Semacam kumpulan kalimat yang dirangkai oleh kepala saya dalam beberapa hari terakhir. Saat melakukan perjalanan dinas ke Jakarta, saat berinteraksi dengan orang-orang baru di training, saat bertemu dan berdiskusi dengan sejawat di kantor pusat, saat bertemu dengan teman-teman, saat berkumpul dengan keluarga. Semua tidak luput dari pemaknaan.
Seolah di kepala saya tengah berusaha membuat kesan dari masing-masing interaksi. Saya masih mengingat betapa saya bergembira ketika bertemu dengan teman-teman dari dokter spesialis anak yang begitu ramah, bertemu dengan trainer yang begitu baik, belum lagi saat berdiskusi dengan rekanan di kantor pusat, dengan gurauan dan semangat seperti biasa, yang mencerminkan betapa energiknya saya. Melihat mereka berbinar entah karena pendapat dan ide saya atau karena tingkah pola saya yang begitulah :D
Diam-diam saya senang, begitu bahagia. Menjadi saya, berada di dalam garis kehidupan ini, yang jelas tidak sempurna namun tetap membahagiakan. Apalagi ketika bertemu dengan teman-teman, yang sejak jauh-jauh hari sudah meminta untuk bertemu setelah sekian lama tidak bertemu. Tidak ada alasan untuk saya tidak bahagia, melihat banyak orang yang menginginkan berbagi dengan saya, setidaknya berbagi cerita dan semangat. Karena menurut mereka, saya adalah perempuan yang kuat. Dan dengan berbagi cerita maka secara tidak langsung kekuatan tersebut berubah menjadi viral, bagi mereka. Betapa melegakan mendengar hal tersebut, kan?
Saya amat senang ketika menutup aktivitas hingga larut malam. Terlebih jika aktivitas tersebut membuat orang lain bahagia atau membuat saya menjadi bermanfaat untuk orang lain. Inilah candu kedua setelah perjalanan. Mengabdikan diri bahkan dengan hal-hal sederhana.
Dan kebahagiaan menjadi paripurna ketika saya pulang ke kampung halaman. Tidak peduli jika hanya 3x 24 jam. Sebab setiap detik yang saya habiskan bersama keluarga sudah lebih dari cukup. Menikmati angin sore bersama di beranda rumah, hanya dengan cemilan kacang rebus atau potongan bronies, atau hanya bersenda gurau, makan siang bersama, membersihkan rumah bersama, dan menutup hari dengan bercerita tentang masa kecil bersama Ibunda.
Begitu membahagiakan, kan?
Ya, tidak ada alasan untuk saya tidak bersyukur telah Allah berikan kehidupan yang luar biasa. Meski masalah pernikahan masih menjadi pertanyaan, kapan? Namun kini saya bisa menjawabnya jauh lebih santai tanpa tendensi apapun. Memutuskan tidak lagi memikirkan hal tersebut membuat keluarga saya mungkin menjadi sedih, beberapa sahabat dan teman pun kian sering mendoakan dan menasehati saya untuk tetap membuka hati, tetap menyembuhkan diri. Begitu terhibur melihat kebaikan mereka, dengan tulus mendoakan dan mendukung saya, semoga lekas pulih hatinya. Aamiin semoga Tuhan mengabulkan doa-doa kita semua. All goodness for us.
When people think that I am strong, I hope they arent wrong
Dan kini, saya sudah kembali menjadi anak rantau. Kembali berjuang demi kebaikan dan kebermanfaatan. Demi cerita hidup yang kian kaya akan rasa syukur dan romantisme dengan Tuhan. Perjalanan yang penuh dengan keragaman pikiran.
Masih banyak the bullets yang harus diwujudkan, terimakasih banyak 2016. Mari kita selesaikan dengan baik dan bijak.
Love from everywhere,
Anak rantau yang selalu rindu perjalanan
0 komentar :
Posting Komentar