Jejak Hari

Semoga tulisan ini tidak mengandung arogansi penulis. Hanya saja saya ingin mengutarakan beberapa hal, yang saling berkaitan secara langsung pun tidak. 

Akhir-akhir ini, hari-hari saya semakin dipenuhi dengan aktivitas yang padat. Bekerja, mengajar, komunitas, membaca buku, aneka jurnal, dan sebagainya. Saya teramat senang beraktivitas seperti itu, sampai akhirnya dua malam ini, saya merasakan suhu tubuh saya naik turun.  Lalu menjadi sulit untuk tidur dengan cepat. 

Dan di sela-sela waktu untuk tidur saya mulai bepikir tentang "pola" yang saya buat dalam kehidupan saya. Hingga pagi ini saya menuliskan ini, saya tengah merasa bosan dengan rangkaian aktivitas yang ada. Saya tentu tidak ingin menjadi seseorang yang tidak bersyukur, tetapi perasaan seperti ini kerap hadir ketika saya mulai merasa lelah dan penat. Pada awalnya mungkin ini hanya sedikit mengganggu,namun semakin sering ia hadir maka semakin terasa sangat mengganggu. 

Satu pertanyaan yang saya ajukan untuk diri saya sendiri " Apa yang sebenarnya saya inginkan?". 

Dalam hidup, setiap kita memiliki goals, memiliki purpose, dan mungkin tidak ada yang sama meski akan ada kemiripan diantara sesama kita. Lalu untuk mencapai itu semua, kita dengan rencana yang matang (idealnya) akan berusaha untuk mewujudkan. 

Namun ini adalah panggung kehidupan, di mana kita sebagai manusia tidak akan pernah bisa menjalankan hidup seorang diri atau atas kehendaknya sendiri. Apa yang direncanakan oleh kita sejak dini belum tentu akan terealisasi di kemudian hari.  Ada hubungan yang penuh misteri dengan alam dan juga Penciptanya. Hubungan ini kadang membuat kita sedikit banyak tidak mampu menguraikannya, sehingga bisa jadi salah satu ketidakmampuan kita akan berakhir dengan perasaan yang tidak enak seperti penat atau merasa kehilangan diri sendiri. 

Perasaan tidak membahagiakan kadang bukan karena tidak memiliki apa yang ingin kita miliki, tetapi tidak bahagia karena kita tidak merasa bahwa apa yang kita miliki mampu membahagiakan kita. Jika ditinjau perasaan seperti ini, maka kita akan bermuara pada satu kesimpulan bahwa kebahagiaan itu bukan karena orang lain atau karena hal lain, namun karena diri sendiri memutuskan untuk bahagia atas apa yang ada dan belum ada dalam kehidupan. 

Kita-manusia memang merupakan makhluk yang begitu dinamis, baik keseharian maupun hati. Iman saja bisa naik turun, apalagi perasaan emosi yang lainnya. Dengan demikian, apa yang bisa kita lakukan agar hal ini tidak berlanjut menjadi sebuah keburukan? 

1. Belajar untuk berbahagia
Kalimat tersebut terbaca sangat mudah, namun sulit untuk dilakukan. Karena kebanyakan dari kita hanya berpura-pura untuk berbahagia. Benar tidak? Tidak ada salahnya kita tanyakan pada diri sendiri, apakah benar selama ini kita sudah membahagiakan diri sendiri? atau hanya sekadar pura-pura bahagia?

Saya pernah melakukannya, berpura-pura seperti orang yang bahagia. Dengan begitu saya cukup mampu merasakan atau menipu diri sendiri dan orang lain. Namun ketika saya kembali pada kesunyian, maka perlahan kondisi yang sebenarnya akan muncul ke permukaan. 

Ada apa dengan kita? Ada apa dengan manusia seperti saya? Apakah ini menjadi salah satu dampak sebagai makhluk sosial yang hidup di masa kini? Masa di mana memiliki standar hidup, keinginan hidup yang terlalu beragam dan menguras pikiran? 

Kadang, saya berasumsi seperti itu. Bisa jadi karena tujuan atau keinginan hidup yang ingin dicapai terlalu beragam dan terlalu melangit. Sehingga begitu sulit untuk dijangkau namun diri sudah terlanjur mengikatnya di dalam pikiran. 

Contoh saja, saya ingin keliling dunia sambil menulis atau membuat buku tentang anak-anak dari setiap negara, bagi saya, hal tersebut bisa-bisa saja saya lakukan namun harus dibarengi usaha yang sedemikian rupa. Keinginan tersebut akan terdengar memotivasi ketika suasana hati saya sedang baik. Namun ketika saya berada di fase low, maka saya mulai mempertanyakan pada diri saya, mengapa saya harus mewujudkan keinginan saya tersebut? Bukankah saya bisa saja melakukan hal lain yang lebih mudah namun tetap membahagiakan? Seperti itulah gambarannya sederhana yang saya alami. 

2. Temukan Hikmah


Bisa jadi sebuah kewajaran ketika kita manusia merasa kehilangan diri atau arah. Sebab kita memang akan diuji dengan banyak hal untuk tetap tegar dan konsisten. Namun apalah daya, manusia dinamis, manusia baperan yang terkadang uncontrol. Dalam menemukan hikmah, kadang pikiran menjadi tokoh utama, sehingga ia harus jernih dan tennag. Krena akan sulit menemukannya ketika keruh dan bergejolak. 

Saya mengambil contoh dalam point ini seperti masalah pernikahan. Pada usia ini, mau tidak mau saya harus menerima anggapan orang lain pada saya, termasuk ketika mereka mengatakan bahwa saya terlalu pilih-pilih, standar yang dibuat terlalu tinggi, workaholic, terlalu mengejar karier, dan aneka anggapan yang lain. Pada awalnya saya abai dengan semua anggapan seperti itu, namun beberapa waktu ini saya mulai tergangu. Hal ini salah satu faktor yang membuat saya semakin penat, bagaimana tidak, mereka yang menyampaikan anggapan seperti itu kepada saya sama sekali tidak mempertimbangkan dampaknya, bahkan mereka yang mengatakan seperti itu tidak mengetahui sama sekali tentang saya. Apakah mereka tahu bahwa saya berencana menikah 6 tahun yang lalu? Namun gagal hanya karena perbedaan suku? Lalu saya berencana menikah lagi, lagi dan lagi. Namun masih gagal hingga saat ini dengan beragam penyebab.

Jika saya tarik mundur ke belakang, harus saya akui saya melakukan kesalahan yang besar. Mengapa? Pertama, karena saya abai akan perintah Allah, perintah Nabi Muhammad. Mengapa? Karena saya memilih cara yang salah. Dalam agama yang saya yakini, jelas untuk perkara ini sudah diatur dengan rinci. Bagaimana proses untuk menikah tidak boleh menggunakan cara yang salah a.k.a pacaran, teman dekat atau apapun istilahnya. Namun dengan bebal saya berpura-pura menyetuji bahwa semua masih dalam batasnya tidak melanggar norma ataupun nilai-nilai agama. Kedua,karena untuk menikah membutuhkan bekal yang tidak hanya materi tetapi juga ilmu bisa jadi ilmu yang saya miliki belum cukup. Bayangkan, di dalam kepala saya, saya sudah medesign bagaimana nantinya saya membangun keluarga, bagaimana saya akan berusaha agar anak-anak saya menjadi anak yang tidak hanya cerdas untuk dunia tetapi juga untuk akhirat, bagaimana konsep pernikahan saya yang saya inginkan begitu sederhana, dan sebagainya. Dan semua itu saya upayakan sesuai dengan standar agama saya. Sehingga saya berusaha untuk terus belajar setiap harinya hingga kesempatan itu datang pada saya. Maka, hikmah dari belum menikah-nya saya adalah saya maish memiliki banyak waktu untuk belajar. 

3. Jangan menolak kesempatan berbuat kebaikan 

Apakah ada yang menolak kebaikan? Ada, saya pun masih sering secara tidak sadar melakukannya. Contohnya ketika saya memiliki waktu luang, jika saya saya mau menggunakan kesempatan tersebut, maka saya bisa saja memilih untuk pergi mengajar anak-anak di kampung-kampung atau melakukan pemeriksaan kesehatan. Namun saya memilih untuk berada di rumah, dan jika saya bosan membaca buku, maka saya akan menghabiskan waktu dengan menonton film atau bernyanyi, dll. Kadang, pada saat itu saya berpikir mengapa saya tidak melakukan hal yang lebih bermanfaat? Dan pada saat bersamaan, diri saya menjawab " Tidak apa-apa, sesekali. " atau " take your time". Sebenarnya seperti itu sah-sah saja, namun contoh tersebut bisa semakin mengerucutkan bahwa ada hal lain yang bisa kita lakukan untuk berbuat kebaikan. Dengan begitu, bisa jadi hati lebih senang dan jauh dari kepura-puraan. 

4. Belajar bersyukur

*tariknafas*
Sebagai anak rantau, saya memang didik oleh Tuhan dengan beragam cara. Sehingga saya kerap menjadi 'penceramah' untuk keluarga saya sendiri. Saya sering mengatakan bahwa kita harus belajar bersyukur, pada saat mengatakn seperti itu kepada mereka, sebenarnya saya juga mengatakannya untuk diri saya sendiri. Bagaimana saya berusaha untuk menerima dengan dada yang lapang atas apapun yang ada, apapun yang terjadi di setiap hari saya. Sehingga dengan begitu kita bisa lebih nikmat menjalani hidup karena hati tidak lagi disesaki dengan aneka tuntutan yang bisa jadi tidak masuk akal. 

Hal ini yang jelas saya lakukan dan terus saya lakukan. Contohnya, ketika saat ini saya bekerja sangat jauh dari kampung halaman, dari keluarga, dari rumah. Saya berusaha untuk bersyukur dengan wujud bekerja dengan optimal dan memaksimalkan waktu yang saya miliki. Meski mungkin secara materi saya tidak mendapatkan seperti yang saya harapkan, namun disitu saya memiliki media untuk belajar bersyukur. Sebab melalui pekerjaan ini saya tidak hanya mendapatkan materi, tetapi juga kesempatan lain untuk belajar banyak hal yang nantinya akan berguna saat saya mengepakan sayap saya lebih tinggi lagi. Karena tentu, bagi orang seperti saya, jabatan tidak memiliki arti yang tinggi. Saya bahkan sangat bosan menjadi seorang direktur cabang, hingga tidak jarang saya maish banyak turun ke lapangan, melakukan banyak hal-hal teknis yang berkaitan langsung dengan masyarakat. Sebab passion saya jelas bukan di balik meja hanya duduk rapi.  Namun semua ini saya syukuri, sebab saya benar-benar bisa mempelajari banyak hal, banyak sekali. Termasuk bagaimana harus bersikap atau menyikapi banyak hal. 

Karena jika saya memilih untuk bersungut-sungut, saya tidak akan mendapatkan apa-apa selain kelelahan hati. Maka dengan demikian, saya memilih untuk menerima. Sebab saya meyakini bahwa Allah tidak akan memberikan sesuatu yang buruk kepada saya. Lalu, tidak ada keraguna padaNya. 

Nah, seperti inilah saya berusaha untuk tetap bisa menjalankan hidup dengan "pola" yang ada. Pola yang sudah Allah rencanakan dengan baik, dan kita hanya perlu menjalankannya dengan baik. Iseng-iseng atau salah-salah sedikit wajar kan ya? We are human, right? Terbaca seperti pembelaan :P

Baiklah, penulis sudah sangat lapar dan ingin menunaikan kewajiban mengisi perut, jadi sampai di sini dulu ya. Untuk para pembaca, boleh dong kita saling sharing tentang kehidupan yang begitu indah ini, lewat mana? boleh tinggalin komentar aja di bawah postingan ini. Yeay! sampai ketemu lagi di tulisan selanjutnya. 


Yuk kita bahagia bersama :)

Semoga Allah memberkahi kita semua, Happy Friday
Love


Share this:

0 komentar :