14 Days Overland NTT (Sumba)

Sebelumnya, saya harus kasih info dulu kalau perjalanan ini berlangsung 1 tahun yang lalu. Dan punten banget baru sempat nulis lagi. 

Oke, jadi memang 14 Days Overland NTT yang bermula di Flores akan berakhir di sini, Sumba. Salah satu dari sekian destinasi terbaik yang pernah saya kunjungi di Tanah Indonesia. 

Pagi itu penerbangan saya dari Kupang menuju Sumba Timur cukup lancar. Terbebas dari segala macam hama dan drama. Sekitar  masih pukul delapan atau 9 pagi saya sudah mendarat di Bandara Umbu Mehang Kunda, bandara yang terletak di Waingapu, Sumba Timur. Kondisinya seperti kebanyakan bandara di NTT. 

Tepat ketika saya turun dari pesawat, jari saya mulai sibuk menelusuri bank informasi di Google. Mencari hotel terdekat dan list itinerary. Seperti yang saya infokan sebelumnya di tulisan 14 Days Overland NTT part lainnya bahwa perjalanan ini teramat impulsif. Dan semua tergambar dari raut wajah saya ketika mulai keluar dari gedung bandara. Pertama kali menginjakan kaki di tempat ini hanya bermodal keril dan kenekatan tanpa mengenal siapa pun. Iya, siapapun. 

Tetapi karena ini bukan yang pertama melakukan perjalanan "konyol" macam begini, tentu saja saya tetap bisa bersikap cool seperti biasa. Ohiya, jangan berharap keluar bandara kamu akan menemukan jejeran taksi atau barisan bus, pemandangan yang semu itu. Karena nyatanya kamu hanya akan menemukan deretan tukang ojek lokal dan rental mobil. 

Melihat keberadaan saya yang mungkin lebih keliatan seperti "anak hilang" dari pada traveller, maka mereka mulai mendatangi saya satu per satu. Situasi yang cukup membuat pusing pala belbi. Seperti biasa, saya hanya merespon dengan singkat atau lebih tepatnya galak dan saya terus berjalan ke arah jalan raya. Di sana saya duduk di atas gorong-gorong  dan beberapa tukang ojek masih menghampiri saya. 

Hingga akhirnya tersisa beberapa orang. Setelah saya menemukan hotel di mana saya akan menginap, saya mulai merespon tawaran tukang ojek yang sudah tinggal seorangan. Singkat cerita, tukang ojek itu dapet "sarapan pagi" dari saya karena dengan jarak yang cuma 9 KM dia memasang tarif 50.000. Alhasil, panjanglah cerita. Saya ingat sekali isi "sarapan pagi" itu " Pak, Bapak gimana mau dapet penumpang kalau belum apa-apa Bapak sudah pasang tarif tinggi untuk tujuan yang dekat kayak gini. Bapak pikir kami jalan-jalan begini baru sekali dua kali apa? Kami juga tau Pak kira-kira berapa bayar ojek atau taksi dengan jarak sekian KM. Jangan berpikir kami semua bisa ditipu mentah-mentah ya Pak". Jreng. jreng, jreng! Mbak, situ rame banget kayak pasar? #lol 

Dan saya masih inget banget ekspresi si Bapak itu,kalau api, doi langsung padam deh. Haha, kebiasaan saya ya, bisa ngomel di mana aja dan dengan siapa aja selama saya merasa ada hal-hal yang bertentangan dengan asas keadilan dan kemanusiaan. Ini apa sih? -,-

Dan akhirnya, doi minta maaf dan turunin tarif sesuai dengan kesepakatan saya, 15.000. Dan akhirnya saya sampai ke hotel yang saya mau. Sampai di hotel yang namanya saya lupa tapi terdaftar di Traveloka, saya mikir ulang. Karena yang pertama, hotel itu sepi dan tua banget. Pas diantar liat kamar, tempat tidurnya aja mirip banget sama tempat tidur Mbah saya. Spooky banget. Dan setelah itu saya cancel dan minta tukang ojek antar saya cari hotel yang lain. Dia menanyakan pada saya hotel seperti apa yang saya mau. Saya hanya bilang yang murah, bersih, dan aman dari human trafficking. Allahu akbar, Mba situ mau travelling atau riset sih? o_o

Lalu dibawalah saya muter beberapa hotel dan akhirnya saya memilih hotel Jimmy. Hotel ini dekat dengan pasar tradisional di Waingapu dan di depan hotel ada sport center. Wah, bisa cuci mata deh saya #eh
Di front office hotel (Jangan bayangin front office hotel pada umumnya ya), saya ketemu cece yang namanya saya sudah lupa. Cece, sudah pasti seorang gadis keturunan Tionghoa yang merupakan anak pemilik hotel, Koh Jimmy. Cece ramah dan membantu saya lihat kamar. Hotel ini punya banyak kamar, nampak seperti kost-kost-an yang naik kelas. Tidak berisik dan bersih. Dan saya memutuskan untuk bermalam di sini. Ohya, mau tau harganya? saya dapat kamar yang per malam Rp.125.000 (ini harga regular, buat traveller-kere macam saya, saya dapet diskon dong:D) dengan kamar mandi di dalam, fasilitas kipas angin, ga ada tipi dan dapet sarapan ( roti sebiji dan kopi/teh). Berhubung saya gak mau leyeh-leyeh di kamar juga, jadi ga perlu pilih kamar dengan fasilitas AC, dan karena di sini panas, jadi ga perlu fasilitas air hangat. Dan yang gak kalah penting adalah di sini bisa nyuci dan jemur pakaian. Kebayang dong saya cuma bawa tas satu biji dan baju berapa lembar, jadi sudah pasti akan ada adegan cuci mencuci. Dan cukup aman untuk ninggalin laptop dan isi tas. 

Setelah mandi dan beberes, saya sudah ada janji dengan tukang ojek yang tadi, kalau saya akan mengunjungi bukit Wairinding. Bukit yang super hits di Sumba Timur. Apa istimewanya? Bagi saya, bukit yang ada di Sumba memiliki keistimewaan di mana rumput yang tumbuh di atasnya tidak terlalu tinggi (atau mungkin karena rajin dipangkas? :D) dan bentuk yang secara alami membentang dan tersusun rapi dan istimewanya bukit Wairinding adalah ia memiliki "pola" tersendiri. Seperti ada garis diagonal yang menghubungkan beberapa bukit lainnya sehingga membentuk garis temu di tengahnya (ini ngomongin apa deh?). Tapi sayangnya nih gaes, Kakak ojek membawa saya ga sampai ke Bukit Wairinding yang sebenarnya. Cuma di bawa ke bukit ya udah bukit aja. Doi gak tau bukit Wairinding yang mana (Lalu gue dong punya ide untuk meningkatkan skill and knowledge para ojek di dunia ini supaya tahu dan menguasai segala hal yang berkaitan dengan destinasi wisata di desa atau wilayahnya :D)

Bukit di sekitar Bukit Wairinding.
Dan saya hanya menikmati hamparan bukit yang bukan Wairinding.
-.-
(Kalau mau tahu pemandangan bukit Wairinding yang sesungguhnya, kamu bisa langsung cek ke google atau IG ya). Ketika menuju bukit ini, maka harus bersiap-siap untuk kehilangan signal sementara waktu. Ohiya hampir lupa, jarak dari hotel ke sini hanya sekitar 15-20 menit menggunakan kendaraan roda dua. Asumsi saya, jika menggunakan roda empat bisa jauh lebih cepat. Di dalam perjalanan ke bukit ini, saya kebetulan sambil hunting info objek wisata di Sumba melalui Instagram. Dan melalui Instagram juga akhirnya saya berkenalan dengan seorang pemuda tampan nan baik hati. Duh, ini part dari cerita ini yang ga mungkin bisa terlewat. Gimana enggak, lewat chat di IG bisa udah gitu aja jalan bareng sama empat orang laki-laki baik hati, ramah dan yang paling penting ga merokok pada saat itu :D

Mereka adalah Bang Jo, dkk. Saat itu saya hanya menanyakan terkait keamanan di Sumba karena saya berencana untuk explore Sumba menggunakan motor seorang diri. Dari pertayaan itu lalu berakhirlah mereka menawarkan saya untuk bergabung dengan mereka yang sore itu berencana untuk ke pantai Puru kambera. Apa itu Puru kambera? Pada saat itu saya langsung searching dan hasilnya cukup membuat saya ngiler lalu mengiyakan ajakan mereka. Gils, saya gampangan banget ya? haha, I just trust Him :)

Dan lewat chat lalu telpon akhirnya kami bertemu, mereka menjemput saya ke hotel padahal saya lagi di jalan dari bukit ke hotel. Lalu akhirnya ketemu di lampu merah sekitar hotel. Dan ketika bertemu dengan mereka, ulalalala awkward dong. Hahaha Wajar sih, baru kenal banget sekian menit yang lalu, freak aja kalau saya udah sok asik. Tapi yang namaya traveller ketemu traveller mah asik aja, kayak ketemu saudara sendiri gitu (ngaku-ngaku).
and here we go, sunset goes to Puru Kambera


Istimewa bukit Sumba juga karena ada makhluk paling gagah ini.



Dan ini langit di Sumba

Pantai Puru Kambera

Kami cukup lama menghabiskan waktu di pantai ini. Bang Jo, dkk menikmati kehangatan air pantai di sore hari. Sementara saya duduk santai menikmati pemandangan yang ada, sesekali saya memainkan pasir dan berkejaran dengan hempasan ombak di bibir pantai. Moment yang selalu saya rindu, bisa menikmati waktu dengan begitu santai, apa adanya dan tanpa beban, seperti tanpa beban tepatnya. Dengan kedua mata saya, saya merekam pergantian gradasi warna langit sore itu. Dari biru putih kekuningan hingga mega merah bergaris hijau tosca dan kuning keemasan. Ah, karya Allah memang luar biasa, MasyaAllah, saya kehabisan kata-kata. More than beautiful.

Dan sekitar pukul 7 malam kami sudah sampai di Waingapu. Perjalanan dari Waingapu ke Puru Kambera sekitar 30-45 menit. Sepanjang perjalanan kita akan disugukan dengan bukit dan pemukiman warga. Dan saya amat menyukai pemandangan sepanjang jalan. 

Di dalam perjalanan, abang-abang ini pun memberikan beberapa rekomendasi destinasi di Sumba. Termasuk di Sumba Barat dan Barat Daya. Dan saat berbincang tentang itinerary saya selama di Sumba, maka terkuaklah salah satu kebodohan saya. Yakni pesawat pulang dari Waingapu yang seharusnya dari bandara di Sumba Barat Daya yaitu bandara Tambolaka.  Karena jika saya pulang melalui bandara Tambolaka artinya saya gak perlu 'bolak-balik' ke Sumba Timur. Tapi tapi tapi, apa boleh buat, tiket udah di pesan sedari awal -,- 

Alhasil, dalam perjalanan kali ini saya ga mungkin bisa eksplore Sumba Barat Daya yang BANYAK BANGET destinasi SUPERKECE! ya udah, positif thinking aja, artinya saya harus kembali lagi ke sini. 

Sesampainya di hotel Jimmy, saya berpisah dengan the babangs karena mereka mau main futsal yang ternyata mainnya juga di depan hotel saya. Lalu kami janjian untuk nongkrong lagi. Sayangnya, sampai di kamar, ketemu kasur, goleran sebentar lalu lenyap ke alam mimpi. Besok pagi baru buru-buru minta maaf itu pun sambil drama nyari angkutan untuk meneruskan perjalanan ke Sumba Barat. Tapi sebelum ke Sumba Barat, dari jam 6 udah standby nungguin ojek "kesayangan" untuk antar ke Pantai Walakiri. Kamu boleh searching ya untuk lokasi detailnya. Dari hotel gak terlalu jauh, hanya sekitar 45 menit.



welcome to Walakiri beach!










Sumpah, ini pantai bersih dan masih alami sekali. Warga yang bermukim di sekita pantai, hemat saya masih sangat menjaga kebersihan lingkungan. Cocok banget untuk bersantai di pagi hari maupun sore hari.So peaceful, sayangnya saya gak bisa berlama-lama, karena drama menuju Sumba Barat akan dimulai setelah ini. 

Perjalanan menuju Sumba Barat menggunakan travel, kendaraan mini bus yang sudah cukup tua dan tidak ber-Ac tentunya. Waktu tempuh sekitar 4-6 jam, saya agak lupa. Sepanjang perjalanan saya banyak tidur, lalu tiba-tiba sudah berhenti di rumah makan yang notabenenya tempat persinggahan semua kendaraan dari Sumba Timur-Sumba Barat. Saya menyempatkan untuk mengisi perut, menu di rumah makan ini standar dan harganya pun standar. 

Singkat cerita, saya sampai di Sumba Barat tepatnya di Waikabubak pada siang hari menjelang sore sekitar pukul 2 dan disambut oleh hujan yang deras. Saya akhirnya menunggu di rumah makan Jawa dan menyantap bakso dan es buah. Di Sumba Barat saya akan bertemu dengan Bang Andi, rekanan Bang Jo dalam dunia travelling dan explore Sumba. Konon Bang Andi merupakan polisi yang bertugas di wilayah Sumba Barat, sehingga saya akan aman selama di Sumba Barat. Bang Jo bilang, Bang Andi wajib menemani saya. Itu instruksi Bang Jo. (Bang Jo bikin melting abis ya? Iya! Haha)

Sekitar 15 menit kemudia ada laki-laki datang ke rumah makan Jawa dengan menggunakan baju tanpa lengan lalu menggunakan syall motif Sumba. Seketika itu saya menebak bahwa itu Bang Andi. Lalu dengan pandangan yang 'agak gimana gitu' ke saya, saya langsung menyalami dengan ramah. Dan pandangannya semakin gimana banget setelah melihat tas saya! Hahaha ( Maaf Bang Andi jika saya bukanlah traveller yang sesuai dengan bayangan Bang Andi yang lengkap dengan kamera-kamera besar dan keril menjulang tinggi :p) 

"Cuma ini?" Tanya Bang Andi sambil menunjuk ke daypack saya. Saya mengangguk. 
"Dan beneran besok sore pulang ke Sumba Timur?" 

Lalu Bang Andi menampakan raut wajahnya yang kesal dengan gadis 'weirdo" di hadapannya. Kesal karena objek mana yang bisa dikunjungi hanya dengan waktu yang kurang dari 24 jam dipotong dengan malam hari, hujan, dll? Dan saya hanya bisa tersenyum pahit. I am so sorry -,-

Usai hujan reda, saya diantar ke sebuah rumah yang diklaim sebagai basecamp mereka. Saya dikenalkan dengan Bang Mujis dan Kak Adye dan Ibu. Sebuah keluarga yang ramah dan hangat. Kami berbincang-bincang sebentar lalu kemudian saya diantar oleh salah seorang anggota club mereka yang saya sudah lupa namanya siapa (maaf ya Bang) menuju kampung Adat Tarung yang hanya butuh 10 menit untuk bisa menuju kampung tersebut.
Kampung Adat Tarung
Adat dan budaya memang beragam dan unik. Di hadapan saya merupakan tempat peristirahatan terakhir warga kampung adat Tarung. Mereka masih tinggal di rumah ada ini hingga saat ini. Aktivitas mereka sudah menyesuaikan dengan perkembangan jaman meski masih banyak peer seperti hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan. Misalnya mereka masih menggunkan air yang ditampung dari atap rumah mereka yang berbahan dasar jerami, sehingga air yang ditampung pun bukan air bersih.  Dan sama seperti di Kampung adat Bena dan Wairebo, ventilasi udara di rumah mereka masih sangat berisiko. Dan terlepas dari itu, saya berharap mereka tetap sehat atas izin Tuhan YME. Aamiin


Berbincang dengan mereka adalah sebuah moment yang mahal. I love so

Usai dari mengunjungi Kampung Adat Tarung, bersama Bang Andi,dkk kami menuju Lamboya Hill. Konon, ini menjadi master piece Sumba Barat. Jika belum menginjak Lamboya Hill berarti belum ke Sumba Barat. Unch!


Taken by @Andi.patarai
Moment sore ini seperti menu penutup yang teramat pas untuk menjadi penutup dari sebuah hidangan. Begitu syahdu dan hening. Kolaborasi unsur alam yang luar biasa. Beberapa foto dengan aneka gaya Bang Andi ambilkan untuk saya dengan kameranya yang super. Apalah iphone saya jika dibandingkan dengan kameranya #lol

Dan tanggal 03 April ditutup dengan manis. Kami kembali ke basecamp dan merencanakan perjalanan esok hari, mengejar sunrise dan mengunjungi pantai di Sumba Barat. 

Esoknya,usai sholat subuh kami sudah berkendara menuju  Lapale Hill untuk berburu sunrise. Dokumentasinya ada di akun instagram saya ya. Saya cek di arsip saya gak ada. Maaf ya! Oke, lanjut ke objek selanjutnya. Pantai Mariosi, cukup jauh dari Waikabubak dan pantainya pasir putih dan nampaknya langsung bertemu dengan lautan lepas. Ga direkomendasikan untuk berenang-berenang cantik ya. Pantai ini direkomendasikan untuk berburu sunset,ombak dan keheningan.
 




Nah, kunjungan ke Pantai ini merupaka objek terakhir untuk perjalanan di Sumba. Dan masih banyak banget objek yang belum saya kunjungi. Hore!

Akhirnya, perjalanan ini usai. Sore itu saya berpamitan, ucapan terimakasih saya untuk Ban Andi yang sudah berbaik hati menemani saya, Bang Mujis dan keluarganya yang sudah menerima saya dengan baik. Dengan menggunakan travel saya menuju hotel Jimmy di Sumba Timur. Karena penerbangan saya menuju Bali baru keesokan harinya. Sesampai di Sumba Timur sudah malam, Bang Jo dengan baiknya sudah menawarkan diri untuk mengantarkan saya ke bandara esok pagi. Dan saya menikmati malam terakhir saya di Sumba dengan tidur nyeyak di hotel. 

Kesokan harinya, meski Bang Jo agak terlambat dan saya sudah deg-deg-an mengingat di Kupang saya ditinggal pesawat, maka saya pun mulai gelisah. Akhirnya dalam beberapa meni Bang Jo muncul lalu kami melaju menuju bandara. Di dalam perjalanan kami cukup menyempatkan berbincang terkait pendidikan dan ide-nya mengembangkan komunitas pemuda peduli pendidikan untuk Sumba. Kece pisan kan? Hahaha, yang terakhir, Bang Jo memberikan syall dengan warna biru tua berpadu putih yang membuat motif Sumba begitu elegan. Jangan mupeng ya kamu, gils! Hehe

I can't be grateful enough having friends like them, Alhamdulilah. 
 
Perjalanan eksplore NTT pun berakhir di sini. Fyi aja kalau ada yang penasaran dengan perjalanan ini. Perjalanan ini totalnya sebenarnya 19 hari, tetapi 5 hari urusan pekerjaan, 2 hari perjalanan Jayapura-NTT, sisanya keliling. Total budget perjalanan saya sekitar 11 juta sudah semuanya, termasuk tiket Jayapura-NTT, pesawat antar pulau Labuan Bajo-Kupang-Rote-Sumba dan sebaliknya, termasuk hotel, makan, ongkos ojek, bus, dll. 


Bahagia ya? Sangat!

See you soon-next destination(?), gils..

Share this:

0 komentar :