TULIS TANGAN

By Feny Mariantika Firdaus

    • Facebook
    • Twitter
    • Instagram
Home Archive for April 2018
Saat menuliskan ini, saya ingin bercerita ketika suasana hati saya sedang tidak menentu. Meski sudah jarang, tetapi perasaan worthless atau useless itu masih saja hadir meski sudah sangat jarang. Saya memahami bahwa kondisi seperti ini tidak boleh saya nikmati karena akan memperkeruh atau memperburuk kondisi selanjutnya. Maka saya berusaha dengan keras untuk tersenyum atau minimal berusaha mengalihkan perasaan-perasaan yang sedang meguasai diri saya. 

Sebenarnya saya sendiri yang menyebabkan ia datang lagi ke hari saya, bukan tanpa alasan karena saya kembali mem-push diri saya untuk mencapai atau menjadi yang lebih dari yang sudah ada atas diri saya. Dan nampaknya, ada sisi lain pada diri saya yang menolak karena bisa jadi karena saya belum siap atau karena saya sudah terlalu lelah untuk mem-push diri saya lebih keras lagi. Saya terlalu lelah nampaknya. Lelah dalam definisi yang berbeda bukan lelah secara fisik, tapi dibalik itu ada kelelahan yang tidak bisa saya rincikan. 

Kemudian disupport oleh lingkungan baru di mana saya harus pindah ke Ibukota lagi demi mendekatkan diri dengan keluarga dan alasan-alasan lainnya. Saya menyukai lingkungan baru, saya menyukai perpindahan, hanya mungkin saja saya sudah tidak lagi menyukai kesendirian dalam arti yang luas. Bukan baper karena ke-single-an saya, tetapi karena memang saya sangat ingin berada di sekitar orang-orang yang menyayangi saya minimal keluarga saya. 

Perasaan seperti ini tentu tidak enak bahkan cukup mengganggu. Rasanya saya hanya ingin di dalam kamar dan berada di balik selimut. Saya semakin lelah dan takut menghadapi dunia yang semakin tidak sesuai dengan harapan. Dalam beberapa hari ini saya mulai memikirkan untuk berhenti menjadi pengguna media sosial meski yang tersisa hanya sebagai pengguna instagram dan whatsapp. Begitu lelah rasanya, lelah sekali. 

Dalam kondisi seperti ini, saya hanya ingin kembali ke rumah atau memulai perjalanan mendaki gunung kembali. Meski pilihan kedua menjadi sangat berisiko karena rekan-rekan saya sudah tidak lagi melakukan hobi lama kami. 

Ada beberapa rekan yang menyarankan agar saya segera menikah, sehingga saya tidak perlu lagi merasakan perasaan serupa. Namun saya menjadi ragu, apakah benar seperti itu? Saya hanya tidak ingin menjadikan pernikahan saya menjadi berat karena harapan-harapan yang saya tanam dengan ideal sejak saya masih seorang diri. Sebab saya yakin, perasaan perasaan itu akan kian beragam ketika saya suatu hari menikah. Saya rasa ini memang menjadi peer untuk saya agar bisa mengatasi hal ini jauh sebelum saya akan memiliki teman hidup. Sehingga kelak saya juga bisa mengatasi dan mengelola perasaan-perasaan yang lebih beragam tanpa harus menimbulkan kerugian untuk diri saya maupun orang lain. 

Jika kamu juga seperti saya, yuk kita sama-sama belajar mengelola perasaan-perasaan yang hadir di dalam hari kita. Semoga kita semua tetap bisa produktif, sehat dan bahagia!




Saat berada di daerah untuk menunaikan tugas, saya selalu merasa lebih bisa bernafas daripada ketika saya berada di ibukota. Ibukota seolah menjadi momok bagi saya karena terlalu kejam bagi tuan rumah di negara sendiri. Saya kerap tidak tega melihat banyak dari kita yang bersusah payah untuk bertahan hidup, benar setiap kita berjuang di jalan yang berbeda-beda sesuai dengan yang Allah sediakan. Hanya saja kadang hati saya tidak begitu mampu melihat orang lain bersusah payah hingga membiarkan diri berjalan tanpa alas kaki, tidur diselimuti angin malam yang dingin dan berdebu, belum lagi menahan lapar yang sebenarnya tidak tahu kapan akan terisi. 

Tetapi apakah di daerah atau pelosok tidak begitu? Belum tentu. Nyatanya saya melihat kondisi yang serupa di mana-mana. Desa Tosari, desa- desa di pulau Jawa lainnya, di Papua, NTT, NTB, Aceh, Lampung dan nyaris selalu saya temui kemana pun saya pergi dan berada. Faktanya, masih banyak dari kita yang belum merasakan hidup yang layak atau perjuangan yang menghasilkan. Kadang ada sebagian orang yang mengatakan itu nasib, sudah suratan, tetapi saya mungkin menjadi sebagian yang berbeda yang menganggap bahwa itu pilihan, pilihan untuk menerima dan berhenti membuat perubahan untuk diri sendiri atau pilihan untuk memilih jalan yang saat ini mereka jalani, hanya Allah SWT yang mengetahuinya. 

Sejak tanggal 22 April 2018, saya memutuskan kembali ke ibukota. Berpindahnya tugas, membuat saya harus menghadapi kehidupan yang pernah saya caci. Ada teman yang mengatakan bahwa saya akan terbiasa kembali, seperti jutaan orang lainnya. Dan ini hari kedua saya, saya selalu berangkat lebih pagi, setidaknya dalam dua hari ini. Bukan untuk cari muka, sebab dengan satu muka sudah cukup rasanya, perawatan untuk satu muka saja mahal, jadi saya tidak pernah berniat untuk menambah muka. 

Saya memilih berangkat pagi tentu agar tidak terlambat dan tidak perlu berada disituasi macet yang akan membuat saya kesal. Selain itu tentu karena saya menyukai suasana pagi yang masih basah dan berembun. Rasanya itu cukup membuat saya berbahagia di pagi hari. 

Sejak awal, saya mencari kost yang dekat dengan kantor agar bisa berbahagia seperti di atas dan alhamdulilah saya mendapatkan di sekitaran Cilandak yang notabene tidak begitu jauh dari kantor saya yang berada di Pejaten. Dalam dua hari ini saya menggunakan gojek dan mungkin hingga hari-hari selanjutnya. Alasannya hanya karena cepat dan ekonomis buat saya daripada transportasi umum lainnya. 

Dua hari berada di lingkungan baru meski masih di kantor yang sama membuat saya semakin antusias untuk belajar. Allah memberikan kesempatan pada saya untuk banyak belajar, saya akui bahwa banyak sekali yang bisa saya pelajari di sini dan di tempat kerja saya sebelumnya hingga ada banyak makna yang bisa saya dapatkan dan berusaha saya tanamkan pada diri saya agar bertambah nilai-nilai kebaikan. 

Bagaimana saya harus bisa bersikap baik meski dalam situasi yang tidak baik, bagaimana saya harus adil dalam bersikap, bagaimana saya harus pandai dalam menyaring informasi, menyaring setiap kata dari orang-orang sekitar saya, bagaimana menjadi seorang pemimpin yang baik sekaligus bawahan yang cakap, bagaimana berinteraksi dengan orang yang beragam, bagaimana bisa belajar dari setiap orang dengan mengabaikan lebel-lebel yang menyertainya. Benar-benar saya belajar untuk menjadi seseorang yang jauh lebih dewasa tidak hanya dalam kata, tetapi juga pada setiap tindak tanduk saya. That's why I am so happy!

Perjuangan baru yang akan jauh lebih berwarna, dekat dengan keluarga, ditemani Allah SWT, bisa belajar jauh lebih banyak lagi, memiliki guru di mana-mana, nikmatNya yang mana kah yang bisa saya dustakan? Tidak ada!

Mari hidup penuh dengan kebaikan sehingga kita bisa berbahagia yang sebenar-benarnya!
Sudah lama tidak menangis karena hati yang merasa lemah atau kesedihan yang terputar begitu mendalam. Iya, masa-masa kelam dan hitam tidak seutuhnya meninggalkan hari. Ada waktu di mana mereka hadir mengetuk jiwa yang mulai kembali damai. Ada gejolak yang ditimbulkan hingga hati kembali merasakan getirnya. Emosi yang dikandungnya kemudian lahir dalam buliran air mata dilengkapi dengan kesesakan di dada. Ada yang membuncah lepas. 

Suara tangis kian pilu kala mengingat rahmatNya yang tidak pernah putus bahkan ketika dosa-dosa masih ia hasilkan. Ia semakin malu dalam sujudnya, dalam doa-doanya. Mengingat betapa besar Tuhannya hingga masih membersamainya. 

Entah apa yang salah pada langkahnya, pada pikirnya, hingga ia masih saja menyalahkan mahkluk lain atas kesalahan yang ia buat. Sosok yang selalu belajar menjadi lebih baik-katanya, namun dosa seperti bayangannya sendiri. 

Ia frustasi, berkhayal menjadi manusia yang tanpa kesalahan namun hanya menjadi khayalan belaka. Sebab tidak ada satu manusia pun yang akan lolos dari jerat dosa, baik sekecil-kecilnya kesalahan. Namun tak salah jua jika ia menginginkannya, sebab rasa cintanya kepada Tuhan, ia ingin menjadi hamba sebaik-baiknya hamba. 

Jelas sekali hidup merupakan persinggahan, karena ia hanya seperti shelter dalam setiap ujian. Jika lulus maka akan menuju shelter selanjutnya, jika tidak lulus maka akan mengulang di shelter yang sama. Hingga pada akhirnya sampai pada tempat yang sebenarnya. 

Ada rasa lelah menghadapi dan menjalani setiap perjalanan. Bisa jadi ini yang menjadikan alasan setiap manusia membuat cerita hidupnya lebih menarik dengan intrik-intrik yang ada. Jutaan ragam cerita dibuat setiap saat oleh orang yang berbeda, setiap saat ada banyak dosa dan amal yang tercatat, ada banyak tangis dan tawa, ada cinta, ada kebencian, ada pengkhianatan, ada kerakusan, ada kebohongan, dan banyak lagi yang lainnya. 

Ada yang bisa dilihat dan dirasa oleh orang lain, ada yang disembunyikan di kedalaman hati, ada yang nampak hanya sesaat, ada yang pergi dan ada yang datang. Semuanya silih berganti sesuai dengan porosnya, sesuai dengan waktunya. Dan kita berjalan di antara banyak hal yang tidak kita ketahui dan tidak kita lihat. Bahkan ada kala di mana kita tidak memiliki daya untuk bisa meraih hal-hal tersebut. Sebab kita hanya diperkenankan berada di jalur yang telah disiapkan, mengambil jalur lain hanya menambah kerumitan yang ada, menambah hal-hal semakin tidak kita ketahui meski mungkin kita ingin mengetahuinya. 

Hari Jumat dikatakan istimewa, namun tidak semua orang memulainya dengan kebaikan. Ia sudah memulai hari dengan keburukan, meski kemudian ia menyesalinya. Ada banyak kotak-kotak di dalam kepalanya yang membuat ia ingin menyudahi perjalanan ini. Namun kotak-kotak tersebut tidak setiap saat muncul di hadapannya, hingga niatnya pun tidak pernah bulat. 

Tidak ada yang bisa disalahkan dan tidak perlu mencari kesalahan. Sebab situasi ini diciptakan memang sebagai ujian, bagaimana seorang manusia bisa mengatasi dirinya sendiri. Bagaimana seorang manusia bisa melahirkan dosa dan kebaikan diwaktu yang bersamaan dan sebagainya. 

Maka, setiap buah pikiran yang ada di dalam sana, tidak selamanya harus ditanam lalu menunggu tunasnya. Tidak juga memaksakan diri melahirkannya dalam sebuah kata-kata. Pada akhirnya, kita hanya perlu berjuang melawan kebatilan atas diri sendiri, berjuang untuk berdamai dengan diri sendiri, mengatur sedemikian rupa isi kepala dan hati agar hidup bisa tenang dengan atau tanpa orang lain. 

Selamat hari Jum'at! Semoga berkah.
Langganan: Postingan ( Atom )

Ruang Diskusi

Nama

Email *

Pesan *

Total Pageviews

Lates Posts

  • Bubur Manado Rasa Jayapura
    Jika berkunjung ke Papua dan mencari kuliner khas Papua, pasti semua orang akan mencari menu yang bernama Papeda . Iya, salah satu menu ut...
  • ( Karna ) Hujan
    ( Karna ) Hujan adalah cara alam memperlihatkan bahwa setiap ruang adalah kawan yang saling berkaitan , proses yang selalu k...
  • Ke-(Mati)-an
    Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarny...
Seluruh isi blog ini adalah hak cipta dari Feny Mariantika. Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ►  2022 ( 1 )
    • ►  September ( 1 )
  • ►  2021 ( 20 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  April ( 10 )
    • ►  Maret ( 1 )
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 6 )
  • ►  2020 ( 2 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2019 ( 2 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  April ( 1 )
  • ▼  2018 ( 24 )
    • ►  November ( 1 )
    • ►  Oktober ( 1 )
    • ►  September ( 3 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  Juni ( 2 )
    • ►  Mei ( 4 )
    • ▼  April ( 3 )
      • Distraksi
      • Perjuangan Baru
      • Tak Berjudul
    • ►  Maret ( 7 )
    • ►  Februari ( 2 )
  • ►  2017 ( 20 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 9 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  Mei ( 3 )
    • ►  April ( 1 )
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 2 )
  • ►  2016 ( 41 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 6 )
    • ►  September ( 10 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  Juni ( 8 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Maret ( 6 )
    • ►  Februari ( 4 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2015 ( 8 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 3 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Juni ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2014 ( 21 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Agustus ( 4 )
    • ►  Juli ( 5 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 3 )
    • ►  Maret ( 2 )
    • ►  Januari ( 4 )
  • ►  2013 ( 58 )
    • ►  Desember ( 3 )
    • ►  Oktober ( 6 )
    • ►  Agustus ( 10 )
    • ►  Juli ( 8 )
    • ►  Juni ( 3 )
    • ►  Mei ( 5 )
    • ►  April ( 5 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 10 )
    • ►  Januari ( 5 )
  • ►  2012 ( 14 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  September ( 4 )
    • ►  Juli ( 3 )
    • ►  Mei ( 2 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 1 )
  • ►  2011 ( 15 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Agustus ( 2 )
    • ►  Juni ( 4 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2010 ( 1 )
    • ►  November ( 1 )

Hi There, Here I am

Hi There, Here I am

bout Author

Feny Mariantika Firdaus adalah seorang gadis kelahiran Sang Bumi Ruwai Jurai, Lampung pada 25 Maret 1990.

Fe, biasa ia di sapa, sudah gemar menulis sejak duduk di bangku SMP. Beberapa karyanya dimuat dalam buku antologi puisi dan cerita perjalanan.

Perempuan yang sangat menyukai travelling, mendaki, berdikusi, mengajar, menulis, membaca dan bergabung dengan aneka komunitas; relawan Indonesia Mengajar - Indonesia Menyala sejak tahun 2011 dan Kelas Inspirasi pun tidak ketinggalan sejak tahun 2014.

Bergabung sebagai Bidan Pencerah Nusantara sebuah program dari Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs membuat ia semakin memiliki kesempatan untuk mengembangkan hobinya dan mengunjungi masyarakat di desa-desa pelosok negeri.

Saat ini ia berada di Barat Indonesia, tepatnya di Padang setelah menikah pada tahun 2019.Pengalaman mengelilingi Indonesia membuatnya selalu rindu perjalanan, usai menghabiskan 1 tahun di kaki gunung bromo, 3,5 tahun di Papua,1 tahun di Aceh, 6 bulan di tanah borneo, kini ia meluaskan perjalanannya di Minangkabau. Setelah ini akan ke mana lagi? Yuk ikutin terus cerita perjalanannya.

Followers

Copyright 2014 TULIS TANGAN .
Blogger Templates Designed by OddThemes