Perjuangan Baru

Saat berada di daerah untuk menunaikan tugas, saya selalu merasa lebih bisa bernafas daripada ketika saya berada di ibukota. Ibukota seolah menjadi momok bagi saya karena terlalu kejam bagi tuan rumah di negara sendiri. Saya kerap tidak tega melihat banyak dari kita yang bersusah payah untuk bertahan hidup, benar setiap kita berjuang di jalan yang berbeda-beda sesuai dengan yang Allah sediakan. Hanya saja kadang hati saya tidak begitu mampu melihat orang lain bersusah payah hingga membiarkan diri berjalan tanpa alas kaki, tidur diselimuti angin malam yang dingin dan berdebu, belum lagi menahan lapar yang sebenarnya tidak tahu kapan akan terisi. 

Tetapi apakah di daerah atau pelosok tidak begitu? Belum tentu. Nyatanya saya melihat kondisi yang serupa di mana-mana. Desa Tosari, desa- desa di pulau Jawa lainnya, di Papua, NTT, NTB, Aceh, Lampung dan nyaris selalu saya temui kemana pun saya pergi dan berada. Faktanya, masih banyak dari kita yang belum merasakan hidup yang layak atau perjuangan yang menghasilkan. Kadang ada sebagian orang yang mengatakan itu nasib, sudah suratan, tetapi saya mungkin menjadi sebagian yang berbeda yang menganggap bahwa itu pilihan, pilihan untuk menerima dan berhenti membuat perubahan untuk diri sendiri atau pilihan untuk memilih jalan yang saat ini mereka jalani, hanya Allah SWT yang mengetahuinya. 

Sejak tanggal 22 April 2018, saya memutuskan kembali ke ibukota. Berpindahnya tugas, membuat saya harus menghadapi kehidupan yang pernah saya caci. Ada teman yang mengatakan bahwa saya akan terbiasa kembali, seperti jutaan orang lainnya. Dan ini hari kedua saya, saya selalu berangkat lebih pagi, setidaknya dalam dua hari ini. Bukan untuk cari muka, sebab dengan satu muka sudah cukup rasanya, perawatan untuk satu muka saja mahal, jadi saya tidak pernah berniat untuk menambah muka. 

Saya memilih berangkat pagi tentu agar tidak terlambat dan tidak perlu berada disituasi macet yang akan membuat saya kesal. Selain itu tentu karena saya menyukai suasana pagi yang masih basah dan berembun. Rasanya itu cukup membuat saya berbahagia di pagi hari. 

Sejak awal, saya mencari kost yang dekat dengan kantor agar bisa berbahagia seperti di atas dan alhamdulilah saya mendapatkan di sekitaran Cilandak yang notabene tidak begitu jauh dari kantor saya yang berada di Pejaten. Dalam dua hari ini saya menggunakan gojek dan mungkin hingga hari-hari selanjutnya. Alasannya hanya karena cepat dan ekonomis buat saya daripada transportasi umum lainnya. 

Dua hari berada di lingkungan baru meski masih di kantor yang sama membuat saya semakin antusias untuk belajar. Allah memberikan kesempatan pada saya untuk banyak belajar, saya akui bahwa banyak sekali yang bisa saya pelajari di sini dan di tempat kerja saya sebelumnya hingga ada banyak makna yang bisa saya dapatkan dan berusaha saya tanamkan pada diri saya agar bertambah nilai-nilai kebaikan. 

Bagaimana saya harus bisa bersikap baik meski dalam situasi yang tidak baik, bagaimana saya harus adil dalam bersikap, bagaimana saya harus pandai dalam menyaring informasi, menyaring setiap kata dari orang-orang sekitar saya, bagaimana menjadi seorang pemimpin yang baik sekaligus bawahan yang cakap, bagaimana berinteraksi dengan orang yang beragam, bagaimana bisa belajar dari setiap orang dengan mengabaikan lebel-lebel yang menyertainya. Benar-benar saya belajar untuk menjadi seseorang yang jauh lebih dewasa tidak hanya dalam kata, tetapi juga pada setiap tindak tanduk saya. That's why I am so happy!

Perjuangan baru yang akan jauh lebih berwarna, dekat dengan keluarga, ditemani Allah SWT, bisa belajar jauh lebih banyak lagi, memiliki guru di mana-mana, nikmatNya yang mana kah yang bisa saya dustakan? Tidak ada!

Mari hidup penuh dengan kebaikan sehingga kita bisa berbahagia yang sebenar-benarnya!

Share this:

0 komentar :