CeritaKita #1

Pekan lalu bersama seorang psikolog muda, Prapti Leguminosa,S.Psi.,M.Psi.,Psikolog membahas tentang bagaimana cara dan teknik membantu masyarakat dalam merespon sebuah keadaan tidak normal atau sebut saja dalam kondisi bencana atau yang dikenal dengan istilah PFA (Psychological First Aid). 

Acara berlansgung dari pukul satu hingga pukul setengah lima dengan audience secara umum didominasi oleh mahasiswa dan calon konselor. Talkshow ini dikemas cukup menarik dan interaktif sehingga pesan yang ingin disampaikan kepada audience bisa tersampaikan dengan baik. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya audience yang berburu pertanyaan. Begitu beragam pertanyaan yang tidak hanya tentang PFA tetapi kesehatan mental pada umumnya. 

Nah, cerita yang menarik ada pada sesi ini. Ada banyak pertanyaan tentang kesehatan mental baik dari kasus personal, pernikahan, hingga kasus-kasus lain yang sebenarnya kerap terjadi di masyarakat kita. Saya mendapati beberapa anak muda mulai tertarik dengan kesehatan mental melalui pertanyaan " Bagaimana kita membantu mencegah agar teman kita tidak bunuh diri?" di saat yang sama saya menyimak sembari mengumpulkan tenaga untuk berbagi cerita  tentang pengalaman saya pribadi. Saya menyampaikan bahwa salah satu hal yang bisa dilakukan oleh teman sebaya adalah menanyakan kabar rekan-rekan mereka dengan sepenuh hati dan menjalin komunikasi yang baik. Karena sungguh hal ini sangat dibutuhkan oleh siapapun, baik yang sedang mengalami mental illness maupun tidak. 

Selain itu, salah satu cara membantu mereka menghadapi kondisi tersebut adalah dengan cara menjadi pendengar yang baik. Saat depresi atau kondisi lainnya, penyintas membutuhkan tempat untuk mengungkapkan semua yang menyesaki kepala dan dadanya. Hidup memang tidak mudah, tetapi tidak juga terlampau sulit. Mental illness salah satu bentuk respon tubuh saat ada hal-hal yang tidak sesuai dari sudut pandangnya. Dan seorang teman yang mampu mendengarkan menjadi kebutuhan mutlak dalam hal ini. 

Saya kerap mendengar banyak orang bijak mengatakan " Ceritakan saja pada Tuhan saat kamu beribadah". Ya, saya setuju akan hal tersebut, saya juga melakukannya hingga terisak-isak dihadapanNya. Namun ada kalanya, penyintas membutuhkan komunikasi dua arah, sehingga keberadaan seseorang sangat berarti. 

Namun, ada beberapa hal yang harus diketahui oleh rekan-rekan tentang beberapa hal yang sebaiknya tidak dilakukan saat memiliki teman yang mengalami depresi atau mental illness lainnya seperti:

1. Jangan MENASEHATI saat ia sedang ingin bercerita atau menangis
Dalam kondisi ini, cukup hadir di saat itu, mendengarkan apa yang ia sampaikan, berikan perhatian penuh dan tulus. Pastikan kamu benar-benar berada di sana untuk dia. 

2. Jangan mengaitkan mental illness dengan keyakinan atau kealiman seseorang
Hal ini kerap terjadi dan saya amat tidak nyaman dengan hal ini. Tidak perlu beranggapan bahwa mental illness dipicu atau disebabkan oleh pengetahuan agama yang minim atau biasa diistilahkan "jauh dari Tuhan" meski mungkin memang ada kaitannya tetapi bagi saya, please don't say it to your friend! Its hurt!

3. Jangan menganggap mereka "berbeda"
Memang kesehatan mental dan kesehatan fisik memiliki perbedaan. Jika keduanya bermasalah maka terapi yang diberikan akan berbeda. Namun satu hal yang tidak berbeda, keduanya bisa diatasi dan dikelola agar tetap sehat. Jika kita batuk, flu, kanker sekalipun, semua ada terapi masing-masing. Begitu juga dengan mental illness. Sehingga tidak perlu dilirik dari ujung rambut hingga ujung kuku kaki, membuat stigma dan hal-hal tidak baik lainnya. Just let them live and life like you do!

Well, I have to stop write about this because you know I am trying hardly to share this topic.Maybe next time I will share more. By the way, can you imagine my face and feeling when I write this? Maybe no, but if you can imagine that, thank you for understanding me. 

Share this:

0 komentar :