My Precious Jobs

"Sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain" 

Tulisan kali ini saya buka dengan Sabda Nabi Muhammad SAW, semakin hari pesan ini menjadi salah satu nasehat yang diterapkan oleh banyak orang di dunia tidak terkecuali di negara tercinta ini, Indonesia.
Ini bukan asumsi semata, sebab pagi ini saya mendapatkan kabar  bahwa Indonesia menjadi salah satu negara generous atau yang murah hati, Indonesia mendapatkan nilai 59% yang merupakan angka yang sama yang diperoleh Australia (The Jakarta Post). Mengharukan tentu saja, sebab saya memang masih berharap saudara-saudara di Indonesia masih melestarikan nilai-nilai kebaikan yang sudah lahir bahkan sebelum negara ini lahir. Meski di jaman now, individualisme semakin terasa, frozen society semakin terlihat, ah semoga hanya opini saya semata.

Dahulu di desa saya, ada salah satu kebiasaan di mana masyarakat di desa saling membantu, gotong royong dalam banyak hal. Baik dalam menjaga kebersihan desa, membantu tetaga yang sedang terkena musibah dan acara kawinan, sunatan dan yang lainnya. Dan bisa jadi, kebiasaan ini juga ada di desa-desa lainnya di Indonesia. 

Berpindahnya saya dari satu tempat ke tempat yang lain membuat saya bertemu dengan banyak orang, memiliki latar belakang yang berbeda dan cerita hidup yang berbeda. Pekerjaan membawa saya bertemu dengan mereka meski dalam suasana yang sangat tidak formal, sehingga menguntungkan saya yang ingin merasakan berada di dalam cerita dan kehidupan mereka. 

Memilih mengabdi untuk mereka (masyarakat) secara langsung membuat saya ingin secara terus menerus berada di garis terdepan. Tidak bergitu peduli dengan seragam atau hal lainnya, sebab yang terpenting adalah memberikan pelayanan, memberikan kepedulian yang nyata untuk mereka. 

Siapa mereka? 

Ibu-Ibu hamil dan keluarga yang hidup di pinggiran Kalimalang, meski berada di Ibukota tetapi sebenarnya hidup mereka tidak lebih baik dari berada di kampung halaman. Mereka kerap datang untuk mengakses pelayanan kesehatan meski berbayar, padahal sebenarnya mereka dapat mengaksesnya secara gratis, namun keruwetan administrasi membuat mereka memaksakan diri untuk mengakses layanan yang dibutuhkan ke provider yang berbayar. Untung saja, pemilik klinik merupakan seseorang yang dekat dengan Tuhan, ia kerap mengatakan kepada saya untuk memberikan harga khusus kepada mereka-mereka yang memiliki keterbatasan materi. 

Masyarakat di pedalaman, di rural area. Meski masih di Pulau Jawa, namun mereka masih sulit mendapatkan akses pelayanan kesehatan, pendidikan dan yang lain. Mereka hidup seadanya di ujung-ujung pulau. Ketika saya ke sana, saya harus melewati jalan yang hanya bisa ditempuh oleh roda dua dengan risiko yang cukup besar karena kondisi jalan yang masih berbahaya. Selain berbatuan besar, jurang di sisi kiri dan kanan, jalanan yang berair dan licin saat hujan, tidak ada penerangan ketika malam hari, air bersih menjadi barang langka, sekolah dan puskesmas sangat jauh di mata, dan kondisi-kondisi lainnya. Tidak heran jika ada yang sakit parah mereka hanya berdiam diri, menunggu keajaiban dari Tuhan. 

Salah satu perbedaan sekaligus kenyataan yang sangat jelas di pandang mata adalah kemiskinan. Di Indonesia, angka kemiskinan masih belum berhasil untuk diurai. Meski Pemerintah kini tidak seorang diri dalam mengentaskannya, sebab ada banyak pihak yang dengan sungguh-sungguh membantu Pemerintah. Dan saya memutuskan untuk menjadi satu dari ribuan pihak tersebut. Impian kami sama, suatu saat anak Indonesia bisa memiliki kehidupan yang sama rata sejahteranya. 

Terlepas dari kemiskinan, disparitas pembangunan dan kesehatan di Indonesia, kini bencana alam menjadi trending topik di Indonesia. Dilansir oleh banyak media, Indonesia diperkirakan akan diuji melalui banyak bencana, baik itu gunung meletus, gempa, banjir, longsor hingga tsunami. Sebuah prediksi yang membuat saya ingin membangun rumah seperti perumahan di Jepang. Prediksi tersebut memang hanya hitung-hitungan manusia, tentu semuanya atas kehendak Tuhan. Tetapi setidaknya, dari prediksi yang ada, kita bisa mempersiapkan diri minimal melatiih diri dan circle kita agar mampu menghadapi bencana minimal dengan ilmu yang ada. Walaupun dalam prakteknya akan sulit sekali, tetapi ya mari kita coba saja. 

Di tahun 2018 ini, ada banyak sekali bencana yang terjadi di Indonesia, hingga membuat banyak orang-orang mendadak menjadi relawan kebencanaan. Menarik bukan? ya, amat menarik. Entah mereka memiliki skill tertentu yang dibutuhkan di lapangan maupun tidak, tetap saja ketika ada bencana, akan ada banyak relawan yang datang membantu. Belum lagi sumbangan yang berdatangan dari segala penjuru, kanal-kanal donasi yang terbuka untuk menyalurkan sumbangan dalam bentuk rupiah dan sebagainya. Wah, Indonesia memang luar biasa. 

Saya merasakan sendiri ketika berada satu minggu di Lombok, mengamati sekeliling, tidak hanya warga yang menjadi penyintas, tetapi juga relawan dan pihak yang terlibat. Di saat kondisi yang tidak normal seperti itu, memang bukan hal yang aneh ketika ada banyak pihak yang berdatangan untuk membantu. Atmosfer kebersamaan begitu terasa, selaras dengan #tagline kantor saya di akhir tahun ini "Kebaikan kuatkan kita". Dan saya amat merasakan hal itu. Berinteraksi langsung dengan penyintas membuat saya belajar banyak hal, terlebih lagi Tuhan memberikan saja cobaan dalam bentuk yang lain, yang perlu saya syukuri. 

Menjadi seorang relawan atau pekerja sosial (pekerja NGO/LSM) seperti saya memiliki cerita yang sangat luar biasa. Itu sebabnya saya menuliskannya "my precious jobs", sebab bagi saya pekerjaan saya sebagai relawan ini yang akan membawa saya untuk menjadi pembelajar yang baik dan bermanfaat. Bayangkan saja, saya diberi kesempatan untuk tinggal di banyak wilayah untuk membantu sesama melalui titipan dari donatur-donatur yang tidak lain adalah masyarakat Indonesia itu sendiri dengan beragam program, beragam aktivitas. Tinggal di pedalaman Papua yang masih sangat segar, berinteraksi dengan penduduk lokal yang begitu ramah dan tulus, berada di kaki Gunung Bromo, menikmati kehidupan sederhana ala masyarakat lokal, berinteraksi dengan anak-anak muda yang penuh impian, belum lagi saat di Aceh, bertemu dengan masyarakat yang unik, lalu Borneo yang sangat disayangkan karena sudah dipenuhi dengan galian-galian tambang, emas, dan yang lainnya. Pekerjaan saya ini ada dan bertahan berkat kemurahan hati Tuhan yang memberikan kelancaran kepada para Muzzaki (orang yang memberikan zakat) atau orang kaya/dermawan yang bermurah hati mengeluarkan sebagian dari hartanya untuk diberikan kepada Mustahik (orang yang berhak menerima zaakat) /orang yang tidak mampu dan membutuhkan bantuan. Nah,  jika ada yang nyinyir mengatakan "yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin atau menjudge bahwa orang kaya tidak peduli dengan yang miskin", mungkin ada baiknya kita ngobrol dulu.  Karena bisa jadi itu benar tetapi bisa jadi juga keliru.

Coba kita hitung ada berapa banyak lembaga filantropi di Indonesia yang mengumpulkan dana-dana baik dan halal dari orang kaya maupun yang belum kaya namun baik hati dan rajin berderma? banyak kan? Meski memang jika dibandingkan dengan jumlah orang kaya yang ada di Indonesia bisa jadi belum sebanyak itu. Tetapi kabar baiknya adalah angka donatur itu semakin meningkat! Tidak percaya? mari berbagi data, kirim surat tapi ya ke kantor saya :D

Ini kabar baik yang terus menerus harus disampaikan ke anak muda jaman now, kenapa? Karena kelak mereka akan menjadi orang kaya yang baik hati selanjutnya. Nilai-nilai kebaikan yang diajarkan oleh semua agama harus kita tanam dan rawat bersama. Terlebih lagi Indonesia mendapatkan bonus demografi yang akan berkahir di 2036 menurut BPS, hal ini menjadi angin segar untuk kita jika kita mampu mempersiapkan anak muda kita mulai dari sekarang, mempersiapkan mereka untuk menjadi orang-orang yang produktif dan menjauhi segala larangan Tuhan, negara maupun larangan menjadi orang miskin! hehe
 
Nah, apakah kamu mau terlibat menjadi orang kaya yang rajin berderma? atau orang yang (belum) kaya tapi tetap mau berderma? atau? Boleh pilih jalan manapun untuk berbuat kebaikan, intinya saya mengajak kamu untuk memulai hal-hal kecil yang bermanfaat untuk orang lain, sebab semakin banyak kita memberi maka akan semakin banyak kita mendapatkan kebahagiaan dalam bentuk yang beragam. Jangan pernah ragu untuk menjadi baik dan memilih jalan dan cara yang baik.

Menyenangkan sekali bukan bekerja untuk masyarakat? Tentu saja!

Share this:

0 komentar :