TULIS TANGAN

By Feny Mariantika Firdaus

    • Facebook
    • Twitter
    • Instagram
Home All post

Aku menemukannya di pagi hari yang sepi. Hanya ada suara angin dan udara yang melalui saluran pernafasan. Hening lagi sunyi. Sesekali ku dengar suara anak burung pipit, hanya sesekali. Aku memimilih duduk di rerumputan yang hampir menguning. Mengabaikan buliran air yang membuat mereka menjadi basah. Aku kembali tertegun, kembali pada ingatan-ingatan, tentang hidup yang sudah dijalani selama ini, tentang kekeliruan dan tentang masa depan. 

Aku meneruskan moment ini hingga matahari mulai meninggi. Seolah menyadarkan bahwa sudah waktunya beranjak. Esok pagi bisa kembali untuk melanjutkan apa yang sudah dimulai. Alam nampak menjadi salah satu tempat berpulang ketika langkah kian melemah, selain sujud malam yang kian dirindukan. 

Saat mereka mengatakan bahwa aku seharusnya tidak perlu memikirkan hidup terlampau keras, sebab tidak baik untuk aku, sayangnya, aku belum menemukan formula untuk menurunkan kadar dalam memikirkan kehidupan yang tengah dijalani. Aku, seseorang yang memang terlalu menginginkan semua sempurna, semua sesuai dengan apa yang aku design di dalam pikiran, seolah lupa bahwa bukan aku yang mengatur semua, bukan aku yang memiliki hidup. Aku terlalu memaksa kemampuan yang sangat terbatas, lantas Tuhan mengingatkan kembali melalui banyak peristiwa bahwa aku hanya manusia biasa, perempuan biasa yang jauh dari kesempurnaan. 

Pada titik ini, aku seharusnya semakin terlatih untuk menerima kehadiran kejutan Tuhan. Berkat yang kadang diabaikan dan tidak diakui keberadaannya. Padahal Tuhan sudah sangat berbaik hati, tidak pernah berhenti memberikan kasih sayang meski berwujud ujian. 

Mengakhiri September dengan tidak menumpah-ruahkan air mata lagi. Sebab pasti selalu ada cara untuk bisa bahagia. Kadang, kita sendiri yang membuat hati merana dengan angan-angan atau harapan semu. Maka berhentilah untuk menipu diri sendiri. Hidup selalu memberikan pilihan dengan hitung-hitungan, maka kita perlu mempertimbangkan segala sesuatu dengan sangat bijak dan realistis. 

Barangkali manusia yang beruntung itu salah satunya adalah yang memiliki kesempatan untuk menikmati pagi lengkap dengan waktu untuk bermuhasabah diri. Semoga Tuhan senantiasa mengasihi, semangat pagi!
Salah satu waktu terbaik untuk berdoa adalah tatkala hujan turun dari langit. Karena hujan selamanya akan menjadi berkat. Ia berpulang, menuju bumi, meresap kembali ke tanah, sebelum akhirnya ia melewati proses penguapan dan atas izin Tuhan kemudian menjadi buliran yang di sebut hujan. 

Hujan adalah nyanyian bagi sebagian orang, menjadi sahabat, menjadi ruang yang nyaman, menjadi alunan yang begitu menenangkan. Hujan di bulan September, ia turun bersamaan dengan doa-doa yang dinaikan. Doa-doa yang dipanjatkan oleh hati yang selalu menumbuhkan harapan, meski berulang kali tenggelam bersama senja, namun pagi membangunkannya kembali. 

Hujan yang membawa kebaikan, seolah setiap tetesnya menjadi tetesan yang berisi satu doa. Lalu tidak terhitung lagi berapa banyak doa yang dikandung oleh banyaknya tetesan air hujan. Ada banyak harapan, setiap kita yang mengharapkan kebaikan, mengharapkan impian yang menjadi kenyataan. Kini doa tidak hanya berwujud kedua tangan yang diangkat untuk meminta, tidak hanya berwujud sujud yang dipanjangkan untuk memohon, tetapi juga berwujud tetesan hujan yang dilapisi oleh dzikir, usaha dalam mengingat Tuhan pencipta alam, hati yang terus berusaha mengingat dan bersyukur. Berharap Tuhan selalu memperkenankan.

Hujan di bulan September, seolah memahami benar apa yang terjadi saat ini. Saat  di mana hati sudah berhenti pada satu titik yang ditemui. Ia seolah tengah mendapati, ada hati yang tetap menanti. 

Hujan di bulan September,
Tidak terhitung lagi
Saya seorang perempuan. Asli perempuan, sama seperti perempuan kebanyakan. Hidup saya penuh dengan drama yang berasal dari keterlibatan perasaan dalam hal apapun. Tidak terkecuali. Setiap hari saya mencoba belajar. Dari interaksi dengan orang lain yang saya temui,dari mengamati orang lain di sekitar saya, dari status orang lain di media sosial, dari artikel yang ditulis oleh orang lain. Saya belajar banyak. 

Dan hari ini saya kembali belajar, bagaimana menanggapi karyawan yang ingin mengundurkan diri dari pekerjaaanya karena merasa tidak mampu, bagaimana turut merasa lucu ketika orang lain sedang berusaha melawak, pun belajar memahami  persepsi laki-laki. 

Salah satunya tentang seorang penulis laki-laki yang sering menuliskan tentang dunia laki-laki dalam topik menikah-pernikahan. Selain membaca terjemahan Al-Qur'an yang memang mengandung aturan tentang hal ini , membaca buku fiqih nikah, mendengarkan kajian para ulama tentang menikah, tulisan Kurniawan Gunadi menjadi salah satu rekomendasi saya. Dia penulis muda yang sangat berbakat, tulisannya berisi, terutama bagian pernikahan. Jujur saya bukan salah satu pembacanya, tetapi hari ini, baru saja saya mencoba membaca beberapa tulisannya di blog pribadinya, dan saya harus saya akui, saya menyukai tulisan dan cara ia menuangkan pesan yang berkualitas dalam bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. 

 Karena menikah tentu saja harus bermodal, tidak hanya materi, tetapi juga ilmu. Saat ini banyak sekali anak muda berani untuk mengambil langkah nyata dalam menjauhi zina dengan menikah di usia yang terbilang masih muda. Tidak khawatir berlebihan tentang kehidupan setelah menikah. Barangkali karena ilmu yang mereka miliki pun sudah cukup menjadi modal untuk memutuskan membangun keluarga. 

Karena tidak ada yang perlu diragukan jika kita percaya bahwa pernikahan akan membawa berkah bagi keduanya, termasuk rizki yang akan Allah tambah. Begitu pun yang ada di dalam benak saya, sebagai perempuan yang memiliki kegemaran travelling, membeli buku, nonton di bioskop, perawatan wajah,  dll saya tidak pernah khawatir akan pekerjaan suami atau pasangan saya nantinya. Tidak harus pegawai, tidak harus anak jendral, tidak harus exmud, yang penting laki-laki yang memahami Islam, setidaknya sedang belajar memahami apa yang ia imani, laki-laki yang patuh terhadap orangtuanya, menyayangi Ibu dan keluarganya, laki-laki yang bertanggungjawab atas kehormatan dirinya dan orang lain, laki-laki yang mengerti bagaimana menjadi seorang laki-laki, laki-laki yang tidak mudah dipatahkan, laki-laki yang mau berjalan lebih jauh, laki-laki yang tidak mudah mengeluh, laki-laki yang sedia menggenggam tangan isteri dan keluarganya di jalan kebaikan. 

Sejak dahulu, saya tidak pernah khawatir akan hal ini. Bisa jadi karena saya juga mandiri, tidak bergantung secara finansial. Dan bisa jadi karena saya belajar banyak dari keluarga saya, Mamak dan Bapak menjadi cerminan bagaimana saya kemudian menjadi perempuan dewasa. Tidak ada yang sempurna, proses pun hasil, tetapi saya percaya bahwa selama kita mengikuti aturan Tuhan akan membawa kita pada kebaikan. 


Berkumpul dengan orang-orang berilmu tidak akan pernah sia-sia, kita bisa belajar banyak hal dari mereka, dari orang lain.Dan menjadi orang yang beruntung ketika kita bisa mendapatkan makna hidup, hikmah dari sebuah peristiwa tanpa harus mengalaminya secara langsung. 

Mari berburu ilmu, mengaplikasikannya dalam kehidupan. Merawat keyakinan bahwa Tuhan semesta alam akan selalu membersamai kita dalam setiap tarikan nafas, semoga kita menjadi manusia yang beruntung. Mari belajar banyak.
 
Entah bagaimana saya bisa menjalani dan menikmati hidup seperti ini. Bangun setiap pagi, melakukan aktivitas yang sama di pagi hari. Nyaris selalu sama, tidak ada yang berbeda termasuk menyempatkan diri untuk menatap sosok yang ada di dalam cermin seraya mengucap syukur. Alhamdulilah

Saya termasuk seseorang yang lekas bosan, lebih menyukai hidup yang dinamis. Tidak jarang rekan mengatakan bahwa hidup saya begitu banyak kejutannya. Iya, saya pun merasa seperti itu. Tuhan memang begitu handal dalam mengatur segala sesuatunya. Termasuk rasa bosan, jenuh juga penat yang datang.

Sebagai anak rantau yang hidup sebagai anak kost, saya banyak menghabiskan waktu di luar. Delapan jam untuk bekerja, artinya saya menghabiskan waktu di kantor selama delapan jam, jam lima sore adalah jam pulang kerja. Jika saya sedang tidak ingin pulang ke rumah lebih awal, biasanya saya akan menghabiskan waktu di toko buku, atau menonton film di bioskop, atau sekadar beraktvitas di depan laptop dengan fasilitas wifi di cafe. Dan paling banyak saya melakukan itu semua seorang diri. Hah? apa tidak memiliki teman ?

Teman, tentu saja saya memiliki teman seperti kebanyakan orang. Saya berada di Jayapura hampir tiga tahun. Menjadi sangat merugi ketika saya tidak memiliki satu teman pun. Namun dalam hal ini, dalam menghabiskan waktu sehari yakni 24 jam, paling banyak memang saya habiskan seorang diri. Selain kondisinya memang seperti itu, saya juga bukan tipikal perempuan yang nyaman untuk selalu beraktivitas dengan orang lain. Males ribet, saya sering beranggapan seperti itu. Ketika harus membuat janji bertemu dengan teman, lalu si teman tidak on time, kemudian saya menunggu dengan suasana hati yang sudah berubah, dan bla bla bla, hingga akhirnya ada waktu yang terbuang dengan perasaan yang tidak menyenangkan.Contoh lain, ketika ke toko buku, saya biasanya pergi ke toko buku setelah jam pulang kantor. Jika mengajak teman-teman yang notabene kantornya berbeda, belum tentu mereka bisa, padahal saya sudah menunggu misalnya. Begitu pun saat menonton atau sekadar nongkrong. Saya memang tidak ingin kebahagiaan saya bergantung dengan orang lain, siapapun.

Saya merasa me time atau waktu untuk diri sendiri memang penting untuk dilakukan, agar bisa mengenal lebih jauh diri sendiri. Supaya benar-benar mengetahui apa yang dibutuhkan, apa yang disukai dan tidak disukai, benar-benar melakukan perjalanan menuju diri sendiri, yang terkadang bisa menjadi perjalanan yang melelahkan karena terlalu banyak jalan yang berputar-putar tanpa titik temu karena hati dan pikiran pun tidak seimbang. 

Dan akhirnya, saya harus mengakui bahwa saya terlalu menikmati waktu bersama diri sendiri, meski mungkin berlebihan pun menjadi tidak baik :D
Selama ada pagi, maka selalu ada harapan baru

Aku sedang tidak mencari teman untuk berbagi masa lalu, melainkan masa depan. Sebab selamanya masa lalu tidak akan pernah bisa kita bagi. Maka itu kah kamu?

Rasa yang disebut sebagai cinta memang rasa yang Tuhan kirimkan pada kita, manusia. Rasa yang aku anggap sebagai bahasa universal, yang siapapun mampu memahaminya. Tidak satu pun hati yang dimiliki oleh manusia tidak mengerti cinta. 

Aku pernah mengalami kegagalan dalam memaknai cinta di masa lampau. Aku pikir itu yang mereka sebut cinta, ketika aku menyambut baik perasaan yang ditawarkan oleh mereka di masa lalu. Di masa lalu, aku pernah memberikan kesempatan kepada dua orang dalam waktu yang berbeda untuk bisa saling mencinta, mereka yang menawarkan membangun sebuah keluarga tanpa harus berlama-lama saling mengenal. Mereka mengawali pertalian ini, lalu aku dengan niat sederhana menyambungkan pada hati, hingga aku memberikan perasaan yang aku pikir sama. I gave it to them; love.

Lalu Tuhan menunjukan bahwa jalan, cara dan orang yang aku pilih mungkin salah. When you know something is wrong but you do it anyway,what the ***?! Lalu berulang kali Tuhan menunjukan bahwa aku lagi dan lagi melakukan kesalahan yang sama. Hingga pada satu titik, aku menyerah. 

Bekal hidup yang paling benar adalah ketika kita memahami dengan benar apa yang Tuhan ajarkan. Iman selalu naik-turun. Begitu pun dengan apa yang ada di dalam hati. Sebagai seseorang yang tidak luput dari dosa, aku tidak pernah berhenti belajar dan memperbaiki diri, terus menerus. Hingga Tuhan berkenan menaikan aku ke kelas yang lebih tinggi. Tertinggal di kelas bawah tentu saja membuat aku depresi. I dont know what should I do. Ujian yang sama dan aku masih melakukan kesalahan yang sama seakan-akan membuktikan betapa bodohnya aku sebagai manusia. Namun aku terus menguatkan diri dan terus berusaha berbaik sangka. Tuhan tentu tidak akan membiarkan aku seorang diri melewati semua ujian ini, kan?

Kali ini Tuhan memberikan ujian dalam bentuk yang berbeda, meski masih dengan topik yang sama. Ia datang tidak menawarkan apa-apa, ia tidak menjanjikan apa-apa, ia bahkan mengatakan bahwa kemungkinan untuk bersama sangat kecil peluangnya. Ia berusaha semampu yang bisa ia lakukan, sejak saat ia memiliki rasa. Ia hanya diam dari kejauhan, memastikan bahwa yang ia miliki adalah sebuah kebenaran. Dan untuk pertama kalinya aku tidak memberikan apa-apa, tidak seperti di masa lalu. I don't give him a love, but I fall in love with him . 

Lalu apa bedanya? Tentu saja berbeda, jika di masa lampau aku tidak memerlukan usaha untuk mencintai, sebab mereka memberikannya dengan berlebih meski ternyata palsu. Tetapi tidak untuk saat ini, aku begitu berusaha melawan rasa yang ada, aku berusaha menolak keberadaanya. Trauma masa lalu membuat aku enggan untuk beranjak lebih jauh ketika ada tembok besar yang menghalangi. Sebab bijak bestari mengatakan jika jodoh, maka perjalanan akan lancar. Pertanyaanya, selalu seperti itu kah perjalanan jodoh? selalu lancar tanpa sedikit pun hambatan? begitu kah? Namun apa yang terjadi? Perasaan yang ada bukannya menghilang namun ia semakin mencuat ke permukaan. Itu kah kamu? Salah satu pertanyaan yang selalu aku tanyakan dalam sujud yang diperpanjang. Sejak ia menyampaikan niatnya, aku tidak buru-buru berbahagia, sebab aku mengingat luka lama, kebahagiaan yang terlalu cepat datang, bisa jadi ia pun akan cepat hilang. Maka aku selalu mempertanyakan pada Tuhan ' Tuhan, ia kah yang benar? Jika ia, maka berikanlah jalan. Namun jika bukan, kembalikan pada yang benar'. Lalu Tuhan menjawab dengan apa yang terjadi saat ini. Tetapi, apakah kita harus begitu cepat menyimpulkan? Bisa jadi Tuhan tengah menguji kita, tengah memastikan bahwa kita sungguh-sungguh atau memang benar ini cara Tuhan dalam menjauhkan kita? Melalui tembok besar di hadapan kita? Lalu sampai kapan kita akan bersembunyi? Sampai kapan kamu hanya diam dengan luka itu? Sampai kapan kita saling menyakiti dari kejauhan?

Ia yang pernah berusaha memadamkan apa yang membara di hatinya berulang kali, namun gagal. Ia yang pernah mencoba pergi dan berpaling, namun ia kembali lagi dan mengatakan tidak bisa melakukannya. Ia yang pernah mencoba segala cara untuk membunuh harapan dan rasa, namun ia belum juga berhasil. Hey, adakah siksaan yang lebih menyiksa dari ini semua? menyaksikan seseorang yang begitu mengharapkan kamu tengah membunuh dirinya sendiri secara perlahan?  
  
Kini aku tidak memiliki keberanian untuk berdoa. Aku khawatir doa yang aku panjatkan berisi tuntutan pada Tuhan. Berisi pertanyaan yang menyudutkan. Tetapi apa yang bisa aku lakukan selain berdoa? Meratapi kesedihan bukan lagi sebuah jalan yang aku pilih. Ini bukan pertama kali Tuhan memberikan ujian untuk menguatkan hati.

Ketika aku jatuh cinta, aku kembali melakukan kesalahan. Sebab belum tentu ia yang sebenarnya. Lalu apa kabar hati nantinya? Bukankah ia pernah terluka parah? Apa jadinya jika ia harus merasakan luka yang jauh lebih parah. Bukan, bukan karena dikhianati, bukan karena kebohongan, tetapi karena rindu yang tidak bisa disampaikan meski hanya melalui do'a. Sebab keberanian sudah hilang bersama harapan yang dipangkas oleh pemiliknya. Aku tidak pernah menyesali apa-apa, kesalahan yang pernah aku lakukan membawa aku pada satu muara, makna. Aku tidak pernah menyesal pernah jatuh cinta, meski pada akhirnya kita juga harus berpisah bahkan jauh sebelum kita bersatu. Dan kini biarkan waktu yang menyelesaikan cerita, mari kita terus berjalan, jika nanti perjalanan ini menuntun kita pada titik yang sama, bersiaplah kita menerima apapun yang terjadi. Tuhan memiliki cara tersendiri, mari kita percaya.


Ia sudah layu bahkan sebelum tumbuh
Ia sudah mati bahkan sebelum hidup
Aku sudah jatuh bahkan sebelum kamu membangunnya

Jika cinta seperti tunas, maka berapapun kamu pangkas maka ia akan terus tumbuh
Jika kamu ingin membunuhnya, maka cabut akarnya, bukan tunasnya
Namun jika tidak, biarlah ia tumbuh seperti harapan yang dibawa oleh pagi

Biarkan Tuhan memberikan jalan untuk menyatukan atau melepaskan
Tidak ada hati yang tidak mampu merasakan senandung rindu
Tidak ada hati yang tidak mampu memahami ketulusan rasa
Maka dengan demikian do'a menjadi jalan yang paling utama
Semoga cinta yang kita bangun sejak kita jatuh menjadi kebaikan bersama 
Dan semoga kali ini aku sedang tidak melakukan kesalahan, kembali.
Langganan: Komentar ( Atom )

Ruang Diskusi

Nama

Email *

Pesan *

Total Pageviews

Lates Posts

  • Tentang Kematian
    Tulisan ini dibuat bukan karena stress melewati masa pandemi ini ya. Tetapi memang, kematian sudah biasa menjadi isu yang datang dan pergi d...
  • Hal Tersulit
    Orang bilang hal tersulit di dalam hidup adalah memaafkan. Bisa jadi tidak semua sepakat tentang itu. Tetapi kali ini saya bagian dari yang ...
Seluruh isi blog ini adalah hak cipta dari Feny Mariantika. Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ▼  2022 ( 1 )
    • ▼  September ( 1 )
      • Filterisasi Hidup
  • ►  2021 ( 20 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  April ( 10 )
    • ►  Maret ( 1 )
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 6 )
  • ►  2020 ( 2 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2019 ( 2 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  April ( 1 )
  • ►  2018 ( 24 )
    • ►  November ( 1 )
    • ►  Oktober ( 1 )
    • ►  September ( 3 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  Juni ( 2 )
    • ►  Mei ( 4 )
    • ►  April ( 3 )
    • ►  Maret ( 7 )
    • ►  Februari ( 2 )
  • ►  2017 ( 20 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 9 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  Mei ( 3 )
    • ►  April ( 1 )
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 2 )
  • ►  2016 ( 41 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 6 )
    • ►  September ( 10 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  Juni ( 8 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Maret ( 6 )
    • ►  Februari ( 4 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2015 ( 8 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 3 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Juni ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2014 ( 21 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Agustus ( 4 )
    • ►  Juli ( 5 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 3 )
    • ►  Maret ( 2 )
    • ►  Januari ( 4 )
  • ►  2013 ( 58 )
    • ►  Desember ( 3 )
    • ►  Oktober ( 6 )
    • ►  Agustus ( 10 )
    • ►  Juli ( 8 )
    • ►  Juni ( 3 )
    • ►  Mei ( 5 )
    • ►  April ( 5 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 10 )
    • ►  Januari ( 5 )
  • ►  2012 ( 14 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  September ( 4 )
    • ►  Juli ( 3 )
    • ►  Mei ( 2 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 1 )
  • ►  2011 ( 15 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Agustus ( 2 )
    • ►  Juni ( 4 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2010 ( 1 )
    • ►  November ( 1 )

Hi There, Here I am

Hi There, Here I am

bout Author

Feny Mariantika Firdaus adalah seorang gadis kelahiran Sang Bumi Ruwai Jurai, Lampung pada 25 Maret 1990.

Fe, biasa ia di sapa, sudah gemar menulis sejak duduk di bangku SMP. Beberapa karyanya dimuat dalam buku antologi puisi dan cerita perjalanan.

Perempuan yang sangat menyukai travelling, mendaki, berdikusi, mengajar, menulis, membaca dan bergabung dengan aneka komunitas; relawan Indonesia Mengajar - Indonesia Menyala sejak tahun 2011 dan Kelas Inspirasi pun tidak ketinggalan sejak tahun 2014.

Bergabung sebagai Bidan Pencerah Nusantara sebuah program dari Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs membuat ia semakin memiliki kesempatan untuk mengembangkan hobinya dan mengunjungi masyarakat di desa-desa pelosok negeri.

Saat ini ia berada di Barat Indonesia, tepatnya di Padang setelah menikah pada tahun 2019.Pengalaman mengelilingi Indonesia membuatnya selalu rindu perjalanan, usai menghabiskan 1 tahun di kaki gunung bromo, 3,5 tahun di Papua,1 tahun di Aceh, 6 bulan di tanah borneo, kini ia meluaskan perjalanannya di Minangkabau. Setelah ini akan ke mana lagi? Yuk ikutin terus cerita perjalanannya.

Followers

Copyright 2014 TULIS TANGAN .
Blogger Templates Designed by OddThemes