TULIS TANGAN

By Feny Mariantika Firdaus

    • Facebook
    • Twitter
    • Instagram
Home All post
Bergantinya siang menjadi malam, malam menjadi pagi, muda menjadi tua, sehat menjadi sakit lalu sehat kembali, hujan lalu terik, dan aneka pergantian yang lain.Dalam keseharian hidup kita semua begitu dinamis, berubah dan menyesuaikan. Dan konon, seperti itulah kita harus hidup. Sebab yang statis hanyalah benda mati. 

Hari ini saya tiba-tiba ingin menuliskan tentang perubahan. Perubahan tentang apapun. Baik tradisi, kebiasaan, bahkan sampai prinsip dalam hidup. Mengapa demikian? Karena nyatanya semua berubah. Banyak hal yang mungkin kemarin masih berlaku, masih sesuai namun hari ini tidak lagi dapat digunakan. Perubahan karena ilmu pengetahuan berkembang, karena teknologi semakin canggih, karena nilai-nilai semakin mengikuti sang tuan. 

Apa yang terjadi ketika semua berubah? Bisa jadi kekacauan yang ada muncul. Sebab perubahan tanpa dibarengi dengan penyesuaikan akan menimbulkan gesekan atau celah di mana hal yang baik ataupun buruk bisa mengisinya tergantung dengan apa yang paling berpengaruh di sekitarnya. 

Bayangkan saja itu terjadi pada diri kita sendiri. Coba ingat-ingat apa saja yang pernah berubah di dalam diri atau hidup kita. Contoh di dalam hidup saya, saya pernah mengalami perubahan dalam berpakaian. Selama 17 tahun saya berpakaian yang tidak menutup aurat. Dan sejak saya melanjutkan pendidikan di bangku kuliah, saya bertekad untuk menggunakannya. Perubahan terjadi juga bisa berlandaskan pada nilai-nilai itu sendiri. Saya mengubah apa yang saya pakai setelah saya mengetahui nilai-nilai yang saya yakini benar dan membawa kebaikan untuk saya. Saat itu, karena memang diri saya menginginkan perubahan maka penyesuaian dan penerimaan jauh lebih baik. 

Lalu bagaimana jika perubahan itu tidak berdasarkan keinginan dan kesiapan diri? Nah, kondisi ini tentu berbeda dengan pengalaman saya di atas. Kondisi ini seperti perubahan yang saya alami saat saya harus melanjutkan sekolah di bidang kesehatan sementara saya minat saya lebih besar di dunia sastra. Perubahan tersebut lantas membuat saya uring-uringan bahkan tidak giat dalam belajar. Sebab dalam kondisi terpaksa atau dipaksa, sewajarnya tubuh ia butuh ruang untuk mengolal rasa menolak atau tidak terima atas perubahan itu sendiri. 

Atau contoh lain seperti perubahan cuaca yang cukup signifikan akhir-akhir ini. Dari cuaca yang panas terik lalu hujan deras atau selang seling keduanya membuat angka penyakit ISPA atau Mialgia meningkat. Bahaya? Tidak juga, sebab bisa jadi kenaikan itu tidak dibarengi dengan kesiapan tubuh kita dalam melewati perubahan. Toh tidak semua orang sakit kan? Tetapi apa semua yang bereaksi terhadap perubahan hanya mereka yang tidak siap dan enggan akan perubahan? Tidak juga. 

Semua kembali pada diri masing-masing bagaimana menyikapi banyak hal yang terjadi dalam hidup. Sebab sampai kapanpun perubahan akan terjadi di waktu yang mungkin kita tidak pernah menyadari. Sebab waktu masih menjadi bagian dari misteri yang tidak perlu kita pikirkan, sebab itu di luar kuasa kita sebagai manusia yang tidak lebih dari apa-apa. Tetapi tentunya kita tidak boleh lupa atau pura-pura lupa. Apapun yang berubah, kita tetap harus berpijak pada nilai yang sama, nilai yang benar dan datangnya dari ahlinya. Jika masalah kesehatan, maka kita harus berpijak pada ilmu kesehatan. Jika perubahan pada nila-nilai kehidupan, kita harus tetap berpijak pada nila-nilai yang kita yakini. Sehingga meski berubah jamannya, kita tidak akan kehilangan pijakan hidup kita.

Berbicara perubahan tidak jauh berbeda saat kita berbicara tentang ketidakpastian. Keduanya seperti memiliki keterkaitan. Karena tidak ada yang pasti di dunia ini maka perubahan itu terjadi. Dan kita hanya perlu kesiapan dari diri untuk keduanya, untuk hal yang tidak pasti dan untuk perubahan. Jika itu membuat hidup dan diri kita menjadi lebih baik, kenapa tidak?

Semangat untuk terus hidup dan bahagia!
Tidak mudah bagi siapapun yang pernah mengalami depresi untuk bercerita tentang pengalaman yang demi tuhan sungguh menyiksa. Depresi seolah memiliki wajah tersendiri bagi khalayak. Takut dianggap tidak waras atau gila menjadi salah satu momok yang membuat kami memilih menutupinya. Meski tidak selamanya hal tersebut bisa ditutupi. 

Di dunia kesehatan, depresi menjadi salah satu hal yang semakin hari semakin banyak dipelajari. Sebab semakin banyak yang mulai menyadari bahwa dirinya membutuhkan pertolongan secara medis. Saya kutip dari sebuah tulisan ilmiah yang menyatakan bahwa depresi adalah suatu keadaan emosi yang tidak menyenangkan dan dangkal sebagai akibat dari pengaruh peristiwa yang tidak diharapkan, dimana manifestasi gejalanya dapat bersifat ringan hingga tingkat yang terberat (Rosenbaum,2000). Definisi ini hanya satu dari sekian banyak teori yang mencoba menjelaskan tentang depresi. 

Setidaknya, dari satu definisi yang saya ambil sudah cukup menggambarkan bagaimana hal ini terjadi. Sebab saya merasakan sendiri bagaimana kepala saya tidak mampu berdamai dengan bagian diri saya yang lain. Di tahun 2013, sahabat-sahabat saya menduga saya bipolar. Namun mereka tidak menyampaikan hal tersebut kepada saya. Hingga akhirnya keadaan saya semakin tidak membaik bahkan semakin parah di tahun 2015-2016. 

Menyadari hal tersebut, saya berkonsultasi dengan sahabat saya yang kebetulan seorang dokter dan sarjana psikologi terkait kondisi saya, keadaan saya. Hingga akhirnya saya menemui psikolog untuk meminta bantuan. What should I do? I just don't know how to deal with myself!

Malam itu, 90% saya mampu menjelaskan dengan baik dan tidak ada yang saya sembunyikan. Baik perjalanan hidup saya dan mulai kapan gejala ini ada. Saya sempat menduga-duga, apakah benar saya bipolar? mengingat mood swings saya terkadang cukup ekstrim. Sayangnya gelaja yang saya miliki tidak cukup untuk didiagnosa bipolar. Lalu saya coba mengikuti tes NPD itu singkatan dari narcistic personality disorder juga tidak memenuhi syarat tanda dan gejalanya. Karena begitu takut, saya seolah-olah mencoba mendiagnosa diri sendiri. Begitulah tekat saya ingin lebih sehat secara utuh. 

Apa yang salah dengan diri saya? 

Selain mood yang sangat fluktuatif, saya sering merasa worthless,meaningless, gak punya siapa-siapa, takut tidak diterima, takut akan kegagalan, takut ini dan itu. Ketakutan sampai-sampai membuat saya benar-benar tidak ingin melakukan apa-apa. Bahkan ketika sedang kumat saya bisa menangis lebih dari tiga jam, mengutuk diri sendiri, menyalahkan atas apa yang terjadi, menyalahkan diri sendiri setelah berbicara tidak baik atau setelah melakukan hal-hal yang tidak baik, dan merasa diri dijauhi atau dibenci oleh orang lain. 

Setelah saya pelajari lebih lanjut, sepertinya saya tidak hanya mengalami depresi, tetapi juga anxiety. Anxiety bukan hal baru di dunia kesehatan mental. Dalam bahasa, anxiety memiliki kesamaan makna dengan gangguan rasa khawatir atau kecemasan. kedua hal ini sama tidak baiknya. Apalagi jika ketika seseorang memiliki keduanya. Bagaimana rasanya? Feel so crazy!

Saya bahkan tidak benar-benar bisa menjelaskan seberapa buruk saat kondisi itu sedang berdatangan. It's like I don't want continue my live.

Saat itu, baik dokter maupun psikolog mengatakan bahwa prognosis atau keadaan saya masih baik. Tetapi sangat wajib mengelola. Saya harus menerima kenyataan, menerima diri dan berdamai dengan diri sendiri. Saya tidak boleh terlalu keras pada diri saya. Disampaikan bahwa saya harus menerima ketika saya gagal, ketika saya bersedih, ketika saya melakukan kesalahan. Sebab saya seorang manusia. Nobody is perfect in the world, so you are oke if you failed or did mistakes in your life. Don't blame yoursefl too much dan don't judge yourself.

Di tahun 2016 kondisi saya jauh lebih baik. Mood saya lebih terkontrol, emosi saya tidak lagi meledak-ledak, mungkin yang tersisa hanya perasaan worthless dan kecemasan akan banyak hal. Hingga saat ini, kondisi kesehatan mental saya semakin membaik. Hanya beberapa minggu ini saya berada di lingkungan baru. Ada beberapa gejolak yang memicu saya kumat beberapa saat. Di tempat kerja saya sudah 2 kali memunculkan perubahan mood yang signifikan. Selain berkaitan dengan proses adaptasi dan banyak hal yang tidak sesuai. Saya mulai memblame diri saya sendiri karena semakin rentan dan payah dalam beradaptasi. Dan kecemasan-kecemasan mulai memunculkan diri. 

Saat menulis ini, kedua mata saya masih bengkak. Setelah weekend kemarin saya menangis hanya karena permasalahan kecil. Tetapi bisa menjadi besar saat saya sedang kumat. Kumat di sini berarti di mana emosi saya sedang sangat tidak baik. 

Dari perjalanan saya akan semua ini, saya mendapatkan satu hal penting yang bisa membantu menghilangkan depresi dan anxiety ini. Selain penguatan dari nilai-nilai rohani, saya setuju jika kami memiliki support system. Sebab saat saya kumat dan berusaha mencari pendengar dan ada yang mendukung saya, secara langsung keduanya mengurangi kemungkinan buruk terjadi. 

Seorang teman mengatakan kepada saya bahwa saya tidak sendiri, saya seseorang yang kuat, saya menjadi perempuan terkuat ketiga bagi dia, dan kalimat-kalimat pendukung lainnya. Meski terdengar begitu menghibur, saya benar-benar terbantu. Suara tangis saya yang begitu terisak mulai ringan, mulai kembali percaya diri dan mulai membaik. Terlebih lagi saat saya kumat, saya selalu menghubungi seorang teman dokter yang concern pada kesehatan mental. Ia selalu meluangkan waktu itu mendengarkan. 

Saya teramat menyadari bahwa saya membutuhkan orang lain. Dan melihat kondisi seperti ini, saya mampu merasakan bagaimana orang lain di luar sana struggling dari kondisi yang sama atau bahkan lebih sulit dari apa yang saya alami. 

Ketika membaca artikel atau tulisan serupa dari mereka yang mengalami depresi atau anxiety, saya tidak bisa berhenti menangis. Sebab saya merasakan apa yang mereka rasakan. Sebab banyak sekali di luar sana yang mengalami hal serupa, banyak sekali. 

Pesan saya untuk siapapun kamu, jangan pernah melihat kami berbeda. Depresi atau gangguan emosi lainnya bukan hal yang luar biasa. Ini sama saja ketika kita mengalami gangguan pencernaan atau pernafasan, atau gangguan tidur, gangguan penglihatan dan lain-lain. Mohon untuk tidak melebih-lebihkan kondisi ini. Kami sama seperti kamu, kita semua bisa sakit, dan kita semua bisa sehat. Jika pilihan terbaik adalah saling mendukung, mengapa kita memilih pilihan yang lain? 

Sering-seringlah menanyakan kabar orang di sekitar kamu. Kita tidak pernah tahu bagaimana kondisi seseorang yang sebenarnya. Karena kepedulian sangat mampu menjadi salah satu obat dari masalah kesehatan. Let's talk, mari tetap hidup dan sehat!

Salah satu hal yang begitu saya syukuri adalah bekerja di lembaga yang begitu mengedepankan kebutuhan masyarakat. Meski dalam proses ini, banyak sekali yang harus saya pelajari sebagai seorang praktisi kesehatan. Berpindahnya saya dari Papua menuju Aceh menjadi tantangan untuk diri saya sendiri. Shock culture tentu menjadi salah satu hal yang harus saya kelola. Tidak perlu saya jelaskan secara detail, yang pasti kondisi masyarakat dan cara bermasyarakat di kedua tempat ini sungguh berbeda. 

Hari ini bersama tim medis kami memberikan pelayanan kesehatan di sebuah desa di Kecamatan Lhong, Desa Paroy namanya. Waktu tempuh dari Banda Aceh kurang lebih satu jam dengan menggunakan kendaraan roda empat. 

Sepanjang jalan menuju desa memang tidak banyak pemukiman yang dilewati. Konon wilayah ini merupakan salah satu wilayah yang menjadi bagian sejarah dari peristiwa tsunami. Dan sepanjang jalan itu pula saya mencoba assessment wilayah ini. Deretan desa yang berinduk di Aceh Besar, Kabupaten terdekat dengan Banda Aceh. 

Sepanjang jalan tidak banyak aktivitas masyarakat yang tertangkap oleh mata. Sesekali saya melihat kelompok anak-anak yang bermain. Aktivitas masyarakat yang paling sering saya temui adalah kaum laki-laki yang berada di warung kopi, di sawah dan di warung-warung tempat mereka berdagang, serta kelompok wanita yang sibuk dengan pekerjaan rumah tangga yang tiada habisnya. 

Rupa jalan menuju Desa Paroy seperti perjalanan menuju Gunung Bromo, baik jalur Probolinggo maupun melewati Desa Tosari, berliku-liku. Dilengkapi dengan guyuran hujan yang lumayan deras sehingga membuat jalan menjadi cukup padat dan tidak berkesempatan untuk menikmati pemandangan yang jika tidak hujan dan berkabut maka bisa menikmati pemandangan yang indah. 

Dan perjalanan pun sementara berakhir ketika mobil kami sudah melewati gapura Desa Paroy. Seperti desa pada umumnya. Jarak antar rumah masih berjauhan, infrastruktur yang masih minim dan kalaupun ada begitu sederhana. 

Kegiatan kami berpusat di Meunasah istilah lokal yang berarti masjid atau tempat ibadah. Hujan terus mengguyur namun tidak membuat warga menunda kedatangan mereka. Ibu-Ibu berduyun-duyun datang, ada yang menggandeng dan menggendong anak-anaknya. Saya menyukai pemandangan ini. Begitu sederhana namun membahagiakan. 

Setelah berbincang dengan Bidan Desa dan Mamak-mamak, saya mendapatkan informasi bahwa Puskesmas Lhong kerap memberikan pelayanan posyandu dan posbindu. Meski kadang dua bulan sekali atau satu bulan sekali. Mereka juga sempat menyampaikan bahwa jarak ke Puskesmas begitu jauh sekitar 15 kilometer. Di saat yang sama, mereka berharap saya kembali datang untuk memberikan pelayanan. 

Pelayanan kami berlangsung sekitar tiga jam. Cukup lama sembari menunggu hujan reda. Usai pamit, saya meminta tim untuk membawa saya menuju Puskesmas, sekadar mengetahui sejauh apa jarak yang ada. Dan ya, memang cukup jauh bagi saya pun mereka. 

Perjalanan pulang menuju Banda menambah penilaian saya terhadap masyarakat di sini. Terutama saat mobil kami berhenti di pinggir jalan untuk membeli ikan asin. Saya yang tetap berada di mobil berkesempatan untuk melihat aktivitas penjual dari jauh. Dari bangunan warung mereka, raut wajah dan atmosphere yang ada. Tidak berbeda jauh dengan apa yang saya lihat di masyarakat desa pada umumnya. 

Perjuangan hidup untuk tujuan yang sederhana. Bisa jadi ikhtiar mereka untuk mencapai hal-hal yang sederhana. Memiliki tempat bernaung, bisa membuat perut terisi, mampu memberikan kesempatan anak-anak untuk mencicipi bangku sekolah, atau bahkan ada banyak tujuan lain dari segala usaha yang ada, bisa jadi tujuan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik, bagaimanapun standarnya. 

Hidup sungguh penuh dengan makna. Banyak sekali hal-hal sederhana yang bisa dijadikan penyemangat diri dan orang lain. Mereka mengajarkan saya bagaimana untuk selalu bersyukur dan menikmati hidup lebih baik lagi, berbagi lebih banyak lagi. Dan saya semakin meyakini jalan yang saya pilih. Berharap kesederhanaan kian diraih dan mampu lebih bijaksana dalam setiap tindak tanduk sehari-hari. 

Begitu nikmat berbagi, perasaan syukur yang tidak bisa ditukar dengan kesempatan yang lain. Sebab berbagi menjadi salah satu pilihan jalan, tersedia untuk siapa saja, meski tidak semua memilihnya. Terus berbagi, sebab darinya kita mendapatkan energi positif yang luar biasa!
Di kantor cabang ini, saya memiliki jam istirahat yang lebih banyak tiga puluh menit dari kantor cabang sebelumnya. Dan hal tersebut tentu berdampak pada jam pulang kerja saya. Tapi saat ini saya tidak akan membahas hal tersebut. Karena ada topik yang lebih seru yaitu bagaimana saya mengahabiskan jam istirahat saya dalam tiga minggu terakhir. 

Yep! dengan menonton. Saya memang hobi menontoh film dengan genre adventure atau thiller, horor dan romance kadang. Seperti siang ini,sambil menghabiskan 1 porsi nasi uduk ikan nila, saya melanjutkan film The Jungle hingga jam istirahat berakhir. 

Film ini diperankan oleh aktor yang memerankan film Harry Potter, yang tentu saja saya tidak tahu namanya. Salah satu ciri khas saya adalah sebanyak apapun film yang saya tonton, saya tidak mengetahui nama aktornya. Who cares? Haha

Di dalam film The Jungle, pemeran dalam film itu ada beberapa orang. Ada Yossi, Kevin, Marcus dan Karl. Pemeran cameo saya ga sempat kenalan yes. Nah, di film ini ceritanya Yossi, Kevin, Marcus adalah tiga pemuda yang lagi cari jati diri ceritanya. Memutuskan untuk travelling atau berpetualang semacamnya. Mereka memilih lokasi-lokasi yang masih adem secara kehidupannya dan jauh dari negara mereka yaitu Amerika.

Alih-alih lagi di negara orang, saat sedang berkeliling, Yossi ketemu sama si Karl. Konon dia seorang guide yang sudah keluar masuk hutan dan ketemu suku Indian. Dia sampai kasih tunjuk ke Yossi foto dia bareng dengan suku Indian. Karena Yossi memang lagi tertarik banget sama hal-hal seperti itu dan Karl bisa menangkap hal tersebut, jadilah si Yossi berhasil di'genggam' oleh si Karl.

Setelah itu Yossi menceritakan apa yang ia ketahui dari Karl dengan antusias. Singkat cerita akhirnya mereka pergi meski awalnya Kevin dan Marcus menolak.

Sampai di hutan, mulai banyak hal yang membuat mereka semakin antusias, main-main di hutan itu seru, seriuse. Tapi memang harus benar-benar penuh pertimbangan. Perjalanan mereka membahagiakan sebelum akhirnya terjadi juga konflik saat Marcus mulai sakit dan semakin parah. Di hutan yang lembab memang kebersihan diri harus tetap terjaga. Karena semakin sering terkena hujan maka kondisi tubuh kita juga akan semakin menurun daya tahannya. Mulai ada luka, semakin parah dan parah. 

Di momen itu saya teringat ke beberapa pendakian saya. Saat ada rekan yang mulai lemah atau sakit. Dan saya tetap berjalan dengan cepat dan paling terdepan. Dahulu, saya pernah menganggap bahwa yang seperti itu cukup menghambat perjalanan. Dan hal ini juga yang sering membuat saya enggan melakukan perjalanan beramai-ramai. Tetapi pada saat yang sama, saya juga menyadari betapa egoisnya saya. 

Meski tidak melakukan apa yang Kevin lakukan saat keadaan Marcus semakin parah. Kevin menolak dengan keras melanjutkan perjalanan bersama Marcus. Hingga akhirnya Yossi menawarkan kepada Marcus untuk melanjutkan perjalanan bersama Karl melalui jalur darat. Dan Marcus lebih setuju seperti itu ketimbang melanjutkan perjalanan bersama Kevin melalui jalur sungai. 

Dan perpisahan mereka pada saat itu menjadi perpisahan selamanya. Sebab hingga film berakhir, dijelaskan melalui narasi bahwa Marcus dan Karl tidak pernah ditemukan. Sementara perjalanan Yossi dan Kevin mengarui sungai sangat membuat saya deg-deg-an. 

Betapa tidak, setelah Kevin dan Yossi berpisah akibat arus yang begitu deras, Yossi yang harus terpental dari satu batu ke batu lain membuat saya tidak tega membayangkannya. Ditambah psikis yang semakin terganggu dan mulai berhalusinasi. Belum lagi masalah perut yang saya gak tahu sudah berapa lama kosong. Teriak sana sini berusaha mencari bantuan. Dan lebih dari tiga minggu Yossi terus berusaha dengan keras untuk bisa diselamatkan. Ada beberapa bagian yang saya pun ga sampai hati melihatnya. Misal saat Yossi harus makan telur yang sudah ada janin burung mentah-mentah, saat berhalusinasi ketemu dengan mba-mba suku di sana,  dan yang terakhir keluar dari lumpur dan dengan sengaja bikin semut api mengigit tubuhnya sampai dia berlari dari hutan menuju sungai. Terharu ketika akhirnya ditemukan oleh Kevin dengan begitu dramatis.

Film ini cukup membuat saya mengingat masa-masa di mana saya begitu mencintai hutan. Menghabiskan hampir setiap weekend saya berada di sana untuk sekadar menjauhi keramaian, tidur dan bersantai di tenda, melihat-lihat alam yang indah. Bukan sekadar hutan biasa memang, selain treck yang beragam, setiap hutan di gunung memiliki sejarah dan cerita yang berbeda-beda. Dan beberapa lokasi saya mengalami beberapa hal-hal dramatis meski tidak sedramatis film ini.

Seperti saat mendaki Gunung Arjuno, selain kondisi salah satu rekan kami tidak sehat, di puncak kami bertemu dengan jenazah pendaki lain. Atau saat mendaki Mahameru, tiba-tiba saya harus membantu seorang pendaki lain yang kepalanya terkena batu dan berdarah-darah. Atau pada saat saya ke Mahameru untuk kedua kalinya, dan saat beberapa langkah akan sampai di Mahameru, saya merasa tidak mampu lagi. Nyaris menangis dan ingin turun, namun ada seseorang yang tidak dikenal memberikan tangannya dan perlahan membantu saya untuk mencapai puncak, lalu di puncak saya menangis sungguhan. Atau pada saat tengah menjalani survival training bersama tim, saya menjadi arogan seperti Kevin dan membuat anggota tim saya merasa seperti Marcus. Dan saya, pada saat yang sama, saya menyesali sikap saya pada mereka, rasanya ingin meminta maaf pada saat itu juga.

Moments yang mungkin memiliki kesamaan makna, di mana saat melakukan perjalanan, kita berusaha untuk bertahan dan mencapai tujuan bagaimana pun caranya semua dicoba.  Pahit, getir bahkan penuh bahaya, namun pilihan untuk hidup tetap menjadi yang utama. Kita semua bertahan untuk hal itu, hidup. 

Kadang, ketika saya sedang mendaki, atau sekadar treckking di hutan, sekalipun hanya snorkling, saya memikirkan banyak hal. Ini-itu semuanya muncul di kepala saya. Mencoba mencerna semua makna baik yang usai, yang sedang terjadi, ataupun mencoba merangkai rencana untuk esok. 

Rekam jejak setiap orang sangat layak untuk dituliskan. Saya meyakini bahwa setiap dari kita akan menghasilkan makna-makna baik yang serupa maupun yang berbeda. Perjalanan hidup yang kelak akan bisa dikenang oleh banyak orang. Seperti film ini yang memang berdasarkan kisah nyata. 

Ada banyak orang yang memilih jalan hidup yang berbeda. Mungkin dari cerita perjalanan hidup orang lain yang tidak kita lakoni, kita bisa belajar dari sana. Seperti yang saya lakukan ketika saya menonton atau membaca sebuah cerita. Ada banyak sekali hidangan makna yang bisa disantap lalu dicerna. Bagaimana rasanya? Nikmat!
Perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain menjadi perkara yang mudah di depan mata. Namun menjadi perkara yang rumit sebenarnya. Sebab tidak selamanya diri mampu menyesuaikan dengan setiap perubahan. Kendati demikian, ada hal yang tidak berubah, yakni sepi.

Baginya, berteman sepi bukan hal yang baru. Ia sudah lama karib dengan hal itu. Hampir setengah dari waktu yang ia punya, ditemani oleh rasa sepi. Tidak ada yang tahu dan mampu merasakan bagaimana rasa berteman dengan sepi di setiap waktu. Ia sadar, ia sudah terlalu jauh berjalan sendiri. Ingin kembali, namun tidak ingin mengulang jejak yang sudah terlewati. 

Pagi di kota yang berbeda, membuat ia merasakan kembali kesegaran udara di tengah kehidupan yang sesak. Sesak sebab banyak sekali hunian di sini dan sesak akibat pekerjaan rumah di dalam kehidupannya. 

Namun tidak banyak yang bisa ia lakukan untuk mengakhiri intimate dengan rasa sepi, selain terus mencurahkan waktu dan pikirannya untuk pekerjaan dan hal-hal lain yang positif. Meski ya, kadang pengalihan itu menjadi gagal saat suasana hati begitu fluktuatif.
 
Rasa sepi bisa jadi tidak sesederhana itu. Tetapi mungkin berlebihan juga jika ia menjadi sebuah hal yang sulit. Dan sampai kapanpun, ia akan membersamai, bahkan mungkin di setiap kesempatan. Seolah ia begitu paham kapan dan di mana ia bisa muncul secara tiba-tiba dan membuatnya lemah.  

Bahkan kadang, di saat tengah menghabiskan waktu dengan banyak orang di luar sana, di saat yang bersamaan, sepi datang menyergap. Mengisi empty space saat itu. Seperti pencuri yang tiba-tiba datang setelah melihat rumah kosong di hadapannya. 

Baginya, rasa sepi menjadi perusak tatanan wajah. Sebab wajahnya bisa berubah menjadi begitu muram dan tidak bercahaya seperti biasa tatkala rasa sepi itu berada di sisinya. Ia karib namun saling membenci. Ingin berdamai namun tak mengerti bagaimana caranya berdamai. Seperti inilah hari-hari ia yang berteman dengan sepi. 

Bisa begitu membahagiakan, namun juga bisa begitu memilukan.
Langganan: Komentar ( Atom )

Ruang Diskusi

Nama

Email *

Pesan *

Total Pageviews

Lates Posts

  • Tentang Kematian
    Tulisan ini dibuat bukan karena stress melewati masa pandemi ini ya. Tetapi memang, kematian sudah biasa menjadi isu yang datang dan pergi d...
  • Hal Tersulit
    Orang bilang hal tersulit di dalam hidup adalah memaafkan. Bisa jadi tidak semua sepakat tentang itu. Tetapi kali ini saya bagian dari yang ...
Seluruh isi blog ini adalah hak cipta dari Feny Mariantika. Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ▼  2022 ( 1 )
    • ▼  September ( 1 )
      • Filterisasi Hidup
  • ►  2021 ( 20 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  April ( 10 )
    • ►  Maret ( 1 )
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 6 )
  • ►  2020 ( 2 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2019 ( 2 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  April ( 1 )
  • ►  2018 ( 24 )
    • ►  November ( 1 )
    • ►  Oktober ( 1 )
    • ►  September ( 3 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  Juni ( 2 )
    • ►  Mei ( 4 )
    • ►  April ( 3 )
    • ►  Maret ( 7 )
    • ►  Februari ( 2 )
  • ►  2017 ( 20 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 9 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  Mei ( 3 )
    • ►  April ( 1 )
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 2 )
  • ►  2016 ( 41 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 6 )
    • ►  September ( 10 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  Juni ( 8 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Maret ( 6 )
    • ►  Februari ( 4 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2015 ( 8 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 3 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Juni ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2014 ( 21 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Agustus ( 4 )
    • ►  Juli ( 5 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 3 )
    • ►  Maret ( 2 )
    • ►  Januari ( 4 )
  • ►  2013 ( 58 )
    • ►  Desember ( 3 )
    • ►  Oktober ( 6 )
    • ►  Agustus ( 10 )
    • ►  Juli ( 8 )
    • ►  Juni ( 3 )
    • ►  Mei ( 5 )
    • ►  April ( 5 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 10 )
    • ►  Januari ( 5 )
  • ►  2012 ( 14 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  September ( 4 )
    • ►  Juli ( 3 )
    • ►  Mei ( 2 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 1 )
  • ►  2011 ( 15 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Agustus ( 2 )
    • ►  Juni ( 4 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2010 ( 1 )
    • ►  November ( 1 )

Hi There, Here I am

Hi There, Here I am

bout Author

Feny Mariantika Firdaus adalah seorang gadis kelahiran Sang Bumi Ruwai Jurai, Lampung pada 25 Maret 1990.

Fe, biasa ia di sapa, sudah gemar menulis sejak duduk di bangku SMP. Beberapa karyanya dimuat dalam buku antologi puisi dan cerita perjalanan.

Perempuan yang sangat menyukai travelling, mendaki, berdikusi, mengajar, menulis, membaca dan bergabung dengan aneka komunitas; relawan Indonesia Mengajar - Indonesia Menyala sejak tahun 2011 dan Kelas Inspirasi pun tidak ketinggalan sejak tahun 2014.

Bergabung sebagai Bidan Pencerah Nusantara sebuah program dari Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs membuat ia semakin memiliki kesempatan untuk mengembangkan hobinya dan mengunjungi masyarakat di desa-desa pelosok negeri.

Saat ini ia berada di Barat Indonesia, tepatnya di Padang setelah menikah pada tahun 2019.Pengalaman mengelilingi Indonesia membuatnya selalu rindu perjalanan, usai menghabiskan 1 tahun di kaki gunung bromo, 3,5 tahun di Papua,1 tahun di Aceh, 6 bulan di tanah borneo, kini ia meluaskan perjalanannya di Minangkabau. Setelah ini akan ke mana lagi? Yuk ikutin terus cerita perjalanannya.

Followers

Copyright 2014 TULIS TANGAN .
Blogger Templates Designed by OddThemes