TULIS TANGAN

By Feny Mariantika Firdaus

    • Facebook
    • Twitter
    • Instagram
Home Archive for Juni 2011
Simponi Buitenzorg


Temaram
Damai
Tenang 
Bau tanah usai gerimis memburu
Basah menjamu cuping hidung
Dalam cinta berkata cinta
Dalam kenangan bercerita cinta
Memilih
Memutuskan
Berpaling
Dan Menyatu
..................................................



Berbeda perjalanan ku kali ini. Meski selalu tanpa rencana. Pada akhir pekan pertengahan bulan ini, diputuskan untuk akhirnya mempererat silaturahmi dengan seseorang yang belum lama dikenal. seorang gadis yang ia kenal melalui jejaring sosial. Tak mengapa, persaudaraan bisa disimpulkan melalui media apapun.

 

Gadis itu bernama TUR ASIH. Gadis yang dilahirkan tepat pada tanggal 06 Januari 1990. Gadis berhati 'dieng'. Gadis yang menawan dan tak sembarang. Memulai jalinan kawan diantara ada dan tiada. Saling mengumbar cerita, tawa dan duka. 



Aku memulai perjalanan ini sejak pukul 11.00 wib. Berangkat dari asrama maharani menuju terminal kampung melayu kemudian dilanjutkan menuju stasiun tebet. menyenangkan tentunya! Tak ada satupun perjalanan ku yang hambar tanpa rasa.

Seperti yang aku katakan, tak ada perjalanan ku tanpa rasa. Siang itu ku bubuhkan rasa manis untuk melegitkan perjalanan ini. Dengan balutan t-shirt putih, rok polkadot biru-putih, dan jilbab biru langit yang menyempurnakan keceriaan ku siang itu. Didalam kereta ku rasa sekali banyak pasang mata yang berburu pandang. Mungkin ada yang aneh dengan ku, atau energi positif yang terlalu memancar dari dalam diri ini?? aha, entahlah. Yang beradu dalam pikiran ku adalah pesan singkat yang membuat senyum tak berhenti mengembang. Perjalanan ini seolah menggambarkan aku akan bertemu dengan pujaan hati. Tampak riang tanpa duka.

Hingga kereta yang membawa ku terhenti tepat pada pemberhentian terakhir. Stasiun Bogor. Senyum semakin mengembang ketika aku bertemu dengan gadis 'dieng' yang ku sapa " Teh Asih ". Kala ku lantunkan sapaan padanya, ada yang bergetar didada. seperti ku temukan diri ku di dalam dirinya. 

Sederhana, kami membincangkan tentang kesederhanaan. Ya, seperti kau yang memandang pelangi dengan polos. Berharap pelangi tak akan sirna. Itulah permintaan yang sederhana meski sulit untuk diwujudkan.
Batin ku kian menggerutu. Entah mengapa rasa nyaman semakin membatu. Seperti bau tanah yang begitu khas usai hujan, seperti air yang mengendap diatas bebatuan. Semua lekat dengan jejak. Tak terurai meski peristiwa sudah berakhir.

Perbincangan bukan lagi bermula dari potongan kalimat basi sebuah perkenalan. Melainkan sederet kalimat mengundang tawa. Saling melempar canda. Seperti adik- kakak yang berpisah oleh asa. Mungkin ia merasa atau tidak, ketika bersamanya banyak waktu yang ku curi untuk sekadar memandangi ataupun menyiangi pribadinya. Bergurau meski kadang tak mengundang tawa. ah, banyak hal yang tak beda.

Meretas kebersamaan didalam sepenggal cerita. Berbagi tentang apa yang pernah, sedang dan ingin diri rasa. Mengundang buliran yang tertahan dibalik kelopak mata. Mengajaknya untuk sejenak mengulang asa dan rasa. Dilapisi rasa nikmat menyantap es buah salju dan tiga potong pisang goreng keju. Kadang ada tawa, ada guratan kecewa, bahkan ada pancaran cinta. Seketika pula gerimis mengiringi dua rupa berbagi cerita.

Ah, kota ini memang menyugukan banyak cinta untuk ku. Aku yang gusar disambut oleh "maskot  "kota ini dengan meriah. Hingga kuyup dan menghempas resah. Hilang lelah dan segenap peluh. Seperti bau tanah yang menyegarkan indera penciuman, begitu pula kehadiran ku disini. Meluaskan hati yang sempat menyempit. Mengirigasikan penat yang kerap membendung aliran tawa. 




Aku melihat diri ku didalam dirinya. Meski rupa berbeda, namun hati tetap mengatakan aku dan dia memiliki satu simpul yang mengikat. Terpaut dalam rajutan Illahi yang tak bisa diganti dengan potongan atau rajutan yang lain. 




Banyak rasa yang tak mampu diwujudkan oleh kata.
Banyak kata yang tak bisa dirangkai untuk melabuhkan tawa.
Hanya ada rasa syukur atas kehadiran banyak orang yang menggenapkan jiwa. 
Meramaikan yang sepi
Memberi arti pada yang terabaikan
Meluangkan waktu untuk setitik rindu
Tuhan, terimakasih
Untuk Hidup besertanya

Pangandaran, 29 mei 2011

Perjalanan menuju citumang

Kali ini benar aku ikrarkan untuk tak lagi menyemai asa untuk mu. Baru saja pagi ini ku tumpahkan semua pada ombak yang bergemuruh.Meski tetap ku melawan arus untuk tetap berjalan hingga ketengah laut menumpahkan semua. 
Kini tubuh berada dilautan. Mengapung menari diatas ombak. ku bercerita padanya tentang rasa ini, dalam gelombang yang mula tenang, kau datang layak ia kemudian menghempas ku. Ku sampaikan pula pada laut akan sakit ini. sakit yang tak pernah mampu ku uraikan, tak pernah bisa ku definisikan pada mu.
sakit yang kini memerahkan segenap semangat
membuat tak lagi ingin menampakkan rasa. Ku muak, Aku sakit, aku marah, aku ingin berhenti. aku ingin teriakan,Aku membenci mu karna asa ku.
Jakarta- Pangandaran
Trip yang sengaja direncanakan untuk melepaskan semua 'belenggu' yang sudah berkarat.
Berharap kembali dengan senyuman^^

Biarkan rasa sakit ini semakin memenuhi hati. Mengalir mengikuti darah hingga pembuluh terkecil. Hingga persendian dan pori merasakan luapan dari rasa perih yang mengharapkan aku tumbuh menyempurnakan hidup.
Semakin pusat pikir memutar daya, semakin kelenjar lakrimal dengan deras meluruhkan kristalnya. Mengadu pada siapa? Mengadu pada Tuhan tak bosan ku lakukan. Tetapi mungkin ujian kesabaran belum lulus. Hingga harus memperpanjang waktu. Entahlah, kadang ku enggan melihat senja padam. Merasakan saat fajar menjelang.
Mungkin rasa syukur masih jauh untuk ku gapai..

Perjalanan kali ini menggugah hati untuk banyak menangguhkan rasa. Melihat lagi hati yang pernah ku goreskan luka. Aku ingin bercerita dengan dirimu sendiri. Seperti dahulu kita kerap berceloteh dalam sepi.
ah, mungkin ini yang ku sebut rindu. Ada deburan, ada gemuruh, pula ada gelombang. Tatapan ku nanar, nafas mengembang dan mengempis. Sebenarnya ku ingin bercerita. Tentang rasa yang ku sebut rindu. Dalam gelisah  ke temukan ia membuncah, meluapkan resah. 

benar, aku rindu.  Pada masa dimana kita memulai cerita. 
ya, Aku rindu detik kita. Menghempas amarah, menghanyutkan penat, mengubur kecewa dibalik gundukan pasir ! begini aku dalam rindu.

Sahabat, aku tak pandai mewujudkan rasa ku dalam sebuah narasi. Dalam rangkaian perjalanan ini, tujuan  ku menemui mu adalah untuk bercerita.  Tentang hidup, hidup yang berirama. Tentang hidup yang harusnya ku syukuri namun seringkali menjadi tumpakan kutukan benci.

Ah, entahlah teman! Ku resah tanpa batas. Bosan pula jenuh.  meski ada kalanya ku syukuri semua ini. Namun aku tetap saja hanya seorang kaktus yang sendiri ditengah sahara. Aku tetap hidup meski kerap terhempas angin gurun. Aku tetap hidup meski terik membuat ku menyiangi air.
ah, lagi lagi harus ku desahkan ketidaksyukuran ku ini.




Pangandaran 29 mei 2011, dalam ramai tetap ku bergelut dengan perasaan seorang diri.
*ALL PICTURES BY IRFAN KUMI
Ujung Kulon, 03 Juni 2011

( Tiba di  Pulau peucang)


Terbayang gelak tawa keseruan yang membuat badak mengeluarkan tanduknya. Berdesis angin lalu lalang diantara. Dalam kurun waktu empat jam  melewati jalan yang bukan lagi sumber guncangan, melainkan juga sumber pengusir kantuk. Meski kedua mata ingin sekali terpejam.


Menurut mereka ini tanah banten. Yang ku injak pasir putih lengkap dengan karang  dan potongan ikan segar.
Menanti untuk menaiki perahu nelayan yang tak seberapa besar. Beramai dengan candaan yang renyah membuat sang surya kesal diabaikan:)

dalam ramai ku nyanyikan sebuah lagu untuk sahabat. Aku merindu mu untuk sekedar bercerita tentang ku, kau dan hidup.


Kini ku berada ditengah laut. Yang tak ku tahu namanya... 

dia sahabat ku,
Laut..
 Indah
Biru dan tenang.
Ia memiliki jiwa, hidup dengan bebas dan gemar melantunkan melodi.
menayangkan panorama yang nyata membuai mata..



 Tampak pulau kecil tak betuan. Menjadi buruan ombak menghempas dahan dengan airnya. I N D A H .....

Gelombang yang dimainkan layaknya sang maestro  sedang memimpin paduannya. Seirama dan senada hingga menghasilkan ketukan yang sempurna.
Kau bergejolak. Permainanmu lembut dan tenang. Awan yang bergulung keabuan berbaris sejajar dengan lekukan. Pasir puith kerap terbelai oleh ombak kasmaran. Anak kepiting berlari mencari karang. sementara umang-umang dengan berat hati membiarkan rumahnya kembali terendam. Mentari menyulap laut seperti berada diatas meja. Ratusan ikan memamerkan keelokan rumahnya.

 ah,aku takjub dengan pulau ini. Kini ku tahu siapa dia, PEUCANG namanya. Menurut pak kumis artinya rusa. Pulau Peucang adalah pulau rusa. meski ada juga yang bilang dinamakan peucang mengambil nama dari sejenis siput yang sering ditemukan di pantainya. Penduduk setempat biasa menyebutnya "mata peucang". "Peucang" juga adalah istilah dalam Bahasa Sunda untuk menyebut kancil. Pulau yang selalu memamerkan keindahan laut. Letaknya berada diantara pulau yang sama kecil. Pulau yang terletak di selat panaitan kabupaten pandeglang banten.



"..Ku biarkan jari kaki dimanja oleh peucang. Hingga rela ku rebahkan tubuh ku diatasnya. Dengan mata terpejam, nafas tenang nun teratur. mendengar pun merekam desiran ombak yang menyapa. Terbangun seketika terbuai oleh penglihatanku. Jelas terbentang langit biru seakan cerminan laut dihadapan ku..."






Ku dengar pak kumis dengan rasa cintanya menjelaskan seluk beluk pulau ini. Ku bangga dengan semangatnya berceritera tentang sejarah.  Seksama tanpa ingin melewati sejarah yang ku dengar dari bibirnya. Ku diam dan membatin. " Bumi Indonesia ku sangat indah "..


Pulau ini hanya satu dari ribuan pulau yang kelak akan ku jamah. Tak adil rasanya jika tak ku dekap mereka satu persatu. Setiap tanah yang ku tapaki, setiap udara yang hirup, setiap laut yang ku temui. Semua bernyawa dan mereka berbeda. Rasa tak pernah sama...

ketika ku berada didalamnya, menengelamkan tubuh ku. Disana ku sadari betapa ku butuh udara, tak bisa tanpa cahaya. Betapa ku harus menghargai setiap nafas yang ku desis. Yang kerap ku kutuk..



Tuhan MahaTau apa yang ada dihati ketika ku lakukan perjalanan ini. Tak lebih dari wujud syukur berada diantara. Menikmati segelas air jernih dan nasi putih. Mampu tersenyum dan terus berbagi. Seperti sahabat ku, Hujan, Laut, Pantai, Pasir, Purnama, Gunung, dan segenap sahabat alam yang lain. Yang senantiasa berbagi dalam hidup. Bukan mengharapkan hidup membagi padanya, melainkan berbagi pada hidup.
Alam mengajarkan banyak hal pada ku, tentang kebebasan dengan batas..
Seperti  laut yang mengajarkan keseimbangan dan masa depan
Bagai Tebing yang menayangkan batas dan daya
Layaknya Ombak yang membuat ku merasakan kembali sebuah hempasan
Seperti matahari ketika tenggelam dan terbit yang memperkenalkan tentang pertemuan dan perpisahan. Berharap akan kembali ku jelajahi Bumi Tuhan penuh rasa dan rahasia...



-Salam Damai dari Alam-

*All pictures by Irfan Kumi ( bang Ipank>> I Love your Camera^^) Thanks bang:)))
Langganan: Postingan ( Atom )

Ruang Diskusi

Nama

Email *

Pesan *

Total Pageviews

Lates Posts

  • Bubur Manado Rasa Jayapura
    Jika berkunjung ke Papua dan mencari kuliner khas Papua, pasti semua orang akan mencari menu yang bernama Papeda . Iya, salah satu menu ut...
  • ( Karna ) Hujan
    ( Karna ) Hujan adalah cara alam memperlihatkan bahwa setiap ruang adalah kawan yang saling berkaitan , proses yang selalu k...
  • Ke-(Mati)-an
    Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarny...
Seluruh isi blog ini adalah hak cipta dari Feny Mariantika. Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ►  2022 ( 1 )
    • ►  September ( 1 )
  • ►  2021 ( 20 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  April ( 10 )
    • ►  Maret ( 1 )
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 6 )
  • ►  2020 ( 2 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2019 ( 2 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  April ( 1 )
  • ►  2018 ( 24 )
    • ►  November ( 1 )
    • ►  Oktober ( 1 )
    • ►  September ( 3 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  Juni ( 2 )
    • ►  Mei ( 4 )
    • ►  April ( 3 )
    • ►  Maret ( 7 )
    • ►  Februari ( 2 )
  • ►  2017 ( 20 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 9 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  Mei ( 3 )
    • ►  April ( 1 )
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 2 )
  • ►  2016 ( 41 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 6 )
    • ►  September ( 10 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  Juni ( 8 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Maret ( 6 )
    • ►  Februari ( 4 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2015 ( 8 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 3 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Juni ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2014 ( 21 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Agustus ( 4 )
    • ►  Juli ( 5 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 3 )
    • ►  Maret ( 2 )
    • ►  Januari ( 4 )
  • ►  2013 ( 58 )
    • ►  Desember ( 3 )
    • ►  Oktober ( 6 )
    • ►  Agustus ( 10 )
    • ►  Juli ( 8 )
    • ►  Juni ( 3 )
    • ►  Mei ( 5 )
    • ►  April ( 5 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 10 )
    • ►  Januari ( 5 )
  • ►  2012 ( 14 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  September ( 4 )
    • ►  Juli ( 3 )
    • ►  Mei ( 2 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 1 )
  • ▼  2011 ( 15 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Agustus ( 2 )
    • ▼  Juni ( 4 )
      • Buitenzorg
      • Pangandaran Poem's
      • Banyak 'Bonus' di Pangandaran
      • Ujung Kulon, Tidak Sebatas Mimpi
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2010 ( 1 )
    • ►  November ( 1 )

Hi There, Here I am

Hi There, Here I am

bout Author

Feny Mariantika Firdaus adalah seorang gadis kelahiran Sang Bumi Ruwai Jurai, Lampung pada 25 Maret 1990.

Fe, biasa ia di sapa, sudah gemar menulis sejak duduk di bangku SMP. Beberapa karyanya dimuat dalam buku antologi puisi dan cerita perjalanan.

Perempuan yang sangat menyukai travelling, mendaki, berdikusi, mengajar, menulis, membaca dan bergabung dengan aneka komunitas; relawan Indonesia Mengajar - Indonesia Menyala sejak tahun 2011 dan Kelas Inspirasi pun tidak ketinggalan sejak tahun 2014.

Bergabung sebagai Bidan Pencerah Nusantara sebuah program dari Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs membuat ia semakin memiliki kesempatan untuk mengembangkan hobinya dan mengunjungi masyarakat di desa-desa pelosok negeri.

Saat ini ia berada di Barat Indonesia, tepatnya di Padang setelah menikah pada tahun 2019.Pengalaman mengelilingi Indonesia membuatnya selalu rindu perjalanan, usai menghabiskan 1 tahun di kaki gunung bromo, 3,5 tahun di Papua,1 tahun di Aceh, 6 bulan di tanah borneo, kini ia meluaskan perjalanannya di Minangkabau. Setelah ini akan ke mana lagi? Yuk ikutin terus cerita perjalanannya.

Followers

Copyright 2014 TULIS TANGAN .
Blogger Templates Designed by OddThemes