TULIS TANGAN

By Feny Mariantika Firdaus

    • Facebook
    • Twitter
    • Instagram
Home Archive for Januari 2014
Seperti ini rindu berpola. Ia melingkar dari luar ke dalam, seperti tidak ada bagian yang terputus pun terlewat. Ia terus membuat pusaran hingga rindu tidak bisa melepaskan dirinya sendiri.

Rindu bahkan tidak pernah menunggu waktu mempertemukan kedua titiknya. Ia hanya merawat diri seperti anak kucing yang di tinggal ibunya. Terus merawat diri hingga besar dan dewasa.

Rindu seperti kopi tanpa gula. Pahit murni rasanya. Pekat seperti rupanya.  Tetapi ia tetap di gemari ditegak tanpa sisa, setiap hari, bahkan setiap pagi. Bagi mereka, rindu dan kopi adalah dua syarat sah dalam menjalani hari.

Aku tahu bahwa rindu ini tidak lebih dari surat cinta yang harus disimpan rapi didalam amplop surat berwarna merah muda. Surat cinta yang ditulis jauh jauh hari, meski tidak tahu apakah yang dituju akan sama rasa. Seperti ada harapan yang menggema tanpa ragu. Yakin saja bahwa surat cinta ini akan berbalas.

Aku tahu ketika rindu ini meminta untuk diakhiri, aku tahu pasti aku tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa. Rindu kian tumbuh berkembang dalam doa-doa dan pengharapan.


Tersebab rindu itu membuat aku selalu lekat dengan jendela. Menanti kehadiran seseorang di luar sana.
Tersebab rindu itu menjadikan sujud ku kian lekat dengan waktu. Seolah tidak rela mengakhirnya.
Tersebab rindu itu membuat badai badai seperti perjuangan yang wajib dilewati untuk akhirnya melihat sesuatu yang indah setelahnya.
Tersebab rindu itu berwujud doa-doa yang tidak pernah lepas dari lisan dan hati.


Ada satu fragmen dari kepura-puraan menjadi anak rantau.

" Dalam langkah menjalani hari, selalu ada lubang yang berusaha ditambal,dia adalah rindu, ingat Ibu..."

Banyak anak muda di luar sana yang memilih untuk mengembangkan diri dan melanjutkan hidup dengan tetap berada di dekat rumah. Tentu saja bukan pilihan yang salah dan bukan pilihan yang harus digurui.

Tetapi banyak juga anak muda diluar sana yang memilih untuk mencoba mengubah nasib dengan berpindah ke kota orang bahkan ke negeri orang. Dan keputusan ini bukan keputusan yang mudah. Keputusan yang diambil dengan banyak pengorbanan, salah satunya adalah tidak lagi berada didalam dekapan keluarga.

Tentu saja, jauh dari peranakan adalah siksaan luar biasa untuk hati yang selalu merindu. Bahkan dalam jarak selalu ada tangis tanpa bulir. Dalam senyum, ada keinginan untuk bersama dibawah satu atap dengan orang-orang terkasih.

Bahkan, ketika berkesempatan makan dengan sajian luar biasa nikmatnya, tidur di hotel yang luar biasa pelayanannya, jalan-jalan di kota dengan fasilitas yang ada, tetap saja ada yang merana jauh didalam sana.

" Apa yang sedang Bapak - Ibu saya lakukan di sana? sudahkan mereka makan? apakah makanan mereka selayak makanan saya? Bagaimana dengan adik-adik? apakah mereka bisa berkembang dengan kebahagian seperti saya? "

Aneka pertanyaan membuat kita tidak benar-benar menikmati kebahagian di tanah rantau. Senyum yang ada mungkin sekadar ucap syukur untuk suguhan manis dari Tuhan.

Tetapi jauh dari fragmen hati anak rantau, ada doa-doa yang dengan penuh rindu berusaha disampaikan. Raga bisa saja jauh, tetapi hati tetap memahami jalan untuk pulang.


Banyak bonus yang didapat menjadi anak rantau. Betapa memahami bagaimana pengorbanan orang tua dalam keberlangsungan keluarga. Keras hidup di luar rumah membuat hati jauh lebih tabah dalam melakoni rencana-rencana Pemilik Hidup.

Tidak direkayasa ketika banyak orang-orang hebat di Negeri kita yang sukses dalam kehidupan dan karirnya dengan menempuh jalan ini. Jauh dari kemeranaan hatinya dalam merindu, ada kekuatan yang juga dihasilkan oleh kerinduan itu sendiri. Karena Tuhan selalu memberi..

Anak rantau seperti salmon dilautan. Hijrah untuk satu tujuan dan tetap pulang dengan satu tujuan. Bertahan dari segala macam hambatan. Hingga akhirnya bisa menghasilkan sesuatu yang berharga.

Rindu obatnya memang bertemu. Jika belum bisa, kita titipkan saja dahulu lewat doa. Sampai pada akhirnya kita bisa memeluk satu per satu dengan rindu yang terjaga.


Betapa setiap kita mendambakannya, ketika sudah pada waktunya dewasa dan mampu untuk menggenapkan separuh agama kita dengan menikah, ketika diri menginginkan adanya sebuah pertemuan nun suci dengan seseorang yang namanya sudah tertulis di dalam buku Allah tanpa kita ketahui sebelumnya. Salah satu rahasia Allah dengan keikhlasan kita nanti kehadirannya.

Untuk mu (Imam ku)
Ada banyak hal yang sudah kita lalui sebelum kita di pertemukan. Ada banyak luka dan akhirnya bisa bertahan sebelum kita bertemu. Ada banyak duka sebelum tawa tercipta oleh kita. Banyak proses yang kita lewati untuk menjadi "kita".

Untuk mu (Imam ku)
Aku adalah hina sebelum kamu membuat aku berharga. Aku adalah sebagian sebelum kamu menjadikan aku utuh. Aku adalah pesan yang tak tersampaikan sebelum kamu membuat semuanya terang.

Untuk mu (Imam ku)
Allah selalu tunaikan janjinya. Dia berjanji akan memberikan yang terbaik untuk setiap kita. Kamu adalah wujud janjiNya. Siapapun kamu adalah yang terbaik dari Allah.

Untuk mu (Imam ku)
Ada salah yang aku perbuat maka benarkanlah. Ada jalan yang aku lalui sesat maka tuntunlah. Ada perkara yang aku perbuat samar maka perjelaslah.

Untuk mu (Imam ku)
Seseorang yang tidak hanya elok wajahnya, tetapi juga hatinya. Allah tidak hanya menjadikan kamu pemimpin atas diri mu sendiri tetapi atas diri ini dan keluarga kita, nanti. Allah menjadikan aku dan anak-anak kita sebagai makmum istimewa atas kepemimpinan mu.

Untuk mu (Imam ku)
Sebab rida mu adalah rida Allah, maka ridailah aku. Sebab senyum mu adalah bahagia ku,maka tersenyumlah meski kita sulit. Sebab pesan mu adalah wajib ku, maka berikanlah pesan-pesan itu untuk aku tunaikan. Sebab kamu adalah imam ku,maka terimalah.


*Tulisan ini terinspirasi dari lagu yang di nyanyikan oleh Oki Setiana Dewi. Sebuah lagu dengan lirik yang manis, sederhana dan jujur. Di nyanyikan oleh suara yang merdu,
Racun itu bernama kegagalan yang diracik oleh tangan dan kakinya sendiri lengkap dengan antidot bernama harapan. Keduanya selalu ada bersamaan, meski kadang kita tidak bisa menemukan antidot karena sudah terperangkap dengan racun itu sendiri.

***

Sebab hidup bukan hanya ada di perut pun tenggorokan, tetapi juga berada di kaki dan kepala. Sebab kita bukan pecundang yang hanya menggantungkan hari dengan tangan terbuka ke atas, melainkan dengan jemari mengangah.

***

Tiga kali terlambat dengan penyebab yang sama. Hari pertama, berangkat pukul lima pagi, membiarkan hujan menembus pori-pori jilbab, memilih rute yang dianggap akan lebih cepat,ternyata salah karena terjebak macet lebih dari lima jam. Hari pertama,terlambat.

Hari kedua, berangkat pukul lima pagi, masih membiarkan rintik hujan membasahi pakaian. Tetap dengan rute yang sama. Dan doa terkabul, jalan tol lebih lancar dibandingkan hari pertama. Namun saat mencari tempat, ternyata berulang kali salah. Akhirnya terlambat lagi.

Hari ketiga, mencoba rute baru. Berharap lebih cepat dan tidak terjebak macet. Tetapi kesenjangan masih disugukan hari itu. Air memenuhi jalan raya dan akhirnya macet tidak bisa dihindari. Bahkan lebih parah dibandingkan hari pertama dan kedua. Akhirnya tetap terjebak macet dan tetap terlambat.

***

Aku melihat ada banyak rasa tidak percaya pada Tuhan di dalam hati mu. Aku melihat,kamu hanya berpura - pura bersikap bahwa semua akan baik- baik saja. Tetapi kamu belum mempercayainya. Kamu hanya melakukan apa yang menurut mu itu sudah cukup. Kamu tidak berusaha lebih dan memperjuangkannya dengan usaha yang paling bisa kamu lakukan. Bahkan kamu dengan senyum sinis berpikir bahwa kamu begitu dibutuhkan. Secara tidak sadar, kamu sudah menanam bibit kesombongan.

Dan ketika kamu tidak mendapatkannya, maka disana kamu mulai menyusun penyesalan. Menjawab pertanyaan yang kamu ajukan untuk menyalahkan diri sendiri mengapa saat itu kamu hanya mengikuti arus dan hanya mencari alasan beralaskan keadaan. Ya, jelas kamu menanam kebodohan ditunas- tunas keangkuhan.

Aku melihat dengan jelas bahwa jiwa mu rapuh karena iman mu tidak cukup mampu untuk menahan diri supaya kesombongan tidak berada di dalam sana. Kamu gagal, pun aku.

Tetapi kita sama- sama melihat bahwa Tuhan selalu ada untuk mengulurkan tangannya, meraih kita dan kembali menuntun kita. Bahkan Tuhan tidak pernah menolak ketika kita ingin bersandar dan mendekapnya.

Kita terlalu sibuk menyalahkan diri sendiri dan keadaan atas semua kegagalan hingga kita tidak melihat bahwa selalu ada harapan menyetai kegagalan. Setiap terjatuh, kita selalu punya kesempatan untuk berdiri bagaimana pun caranya.

***

Sebab hidup bukan bagaimana cara mengalahkan orang lain, melainkan mengalahkan diri sendiri. Tersebab hidup tidak harus seperti orang lain, karena Tuhan sudah menuliskan cerita yang berbeda setiap kita. Tidak ada yang lebih perlu dibandingkan, karena penilaian tidak pada mata dan mulut kita, tetapi tunggal padaNya.

*Di tulis sambil mendengarkan lagu terbaru dari Bondan Prakoso " I Will Survive " :)
Langganan: Postingan ( Atom )

Ruang Diskusi

Nama

Email *

Pesan *

Total Pageviews

Lates Posts

  • Bubur Manado Rasa Jayapura
    Jika berkunjung ke Papua dan mencari kuliner khas Papua, pasti semua orang akan mencari menu yang bernama Papeda . Iya, salah satu menu ut...
  • ( Karna ) Hujan
    ( Karna ) Hujan adalah cara alam memperlihatkan bahwa setiap ruang adalah kawan yang saling berkaitan , proses yang selalu k...
  • Ke-(Mati)-an
    Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarny...
Seluruh isi blog ini adalah hak cipta dari Feny Mariantika. Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ►  2022 ( 1 )
    • ►  September ( 1 )
  • ►  2021 ( 20 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  April ( 10 )
    • ►  Maret ( 1 )
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 6 )
  • ►  2020 ( 2 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2019 ( 2 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  April ( 1 )
  • ►  2018 ( 24 )
    • ►  November ( 1 )
    • ►  Oktober ( 1 )
    • ►  September ( 3 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  Juni ( 2 )
    • ►  Mei ( 4 )
    • ►  April ( 3 )
    • ►  Maret ( 7 )
    • ►  Februari ( 2 )
  • ►  2017 ( 20 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 9 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  Mei ( 3 )
    • ►  April ( 1 )
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 2 )
  • ►  2016 ( 41 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 6 )
    • ►  September ( 10 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  Juni ( 8 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Maret ( 6 )
    • ►  Februari ( 4 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2015 ( 8 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 3 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Juni ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ▼  2014 ( 21 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Agustus ( 4 )
    • ►  Juli ( 5 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 3 )
    • ►  Maret ( 2 )
    • ▼  Januari ( 4 )
      • Tersebab Rindu
      • Fragmen (Hati) Anak Rantau
      • Untuk mu (Imam ku)*
      • (Anti) dot
  • ►  2013 ( 58 )
    • ►  Desember ( 3 )
    • ►  Oktober ( 6 )
    • ►  Agustus ( 10 )
    • ►  Juli ( 8 )
    • ►  Juni ( 3 )
    • ►  Mei ( 5 )
    • ►  April ( 5 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 10 )
    • ►  Januari ( 5 )
  • ►  2012 ( 14 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  September ( 4 )
    • ►  Juli ( 3 )
    • ►  Mei ( 2 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 1 )
  • ►  2011 ( 15 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Agustus ( 2 )
    • ►  Juni ( 4 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2010 ( 1 )
    • ►  November ( 1 )

Hi There, Here I am

Hi There, Here I am

bout Author

Feny Mariantika Firdaus adalah seorang gadis kelahiran Sang Bumi Ruwai Jurai, Lampung pada 25 Maret 1990.

Fe, biasa ia di sapa, sudah gemar menulis sejak duduk di bangku SMP. Beberapa karyanya dimuat dalam buku antologi puisi dan cerita perjalanan.

Perempuan yang sangat menyukai travelling, mendaki, berdikusi, mengajar, menulis, membaca dan bergabung dengan aneka komunitas; relawan Indonesia Mengajar - Indonesia Menyala sejak tahun 2011 dan Kelas Inspirasi pun tidak ketinggalan sejak tahun 2014.

Bergabung sebagai Bidan Pencerah Nusantara sebuah program dari Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs membuat ia semakin memiliki kesempatan untuk mengembangkan hobinya dan mengunjungi masyarakat di desa-desa pelosok negeri.

Saat ini ia berada di Barat Indonesia, tepatnya di Padang setelah menikah pada tahun 2019.Pengalaman mengelilingi Indonesia membuatnya selalu rindu perjalanan, usai menghabiskan 1 tahun di kaki gunung bromo, 3,5 tahun di Papua,1 tahun di Aceh, 6 bulan di tanah borneo, kini ia meluaskan perjalanannya di Minangkabau. Setelah ini akan ke mana lagi? Yuk ikutin terus cerita perjalanannya.

Followers

Copyright 2014 TULIS TANGAN .
Blogger Templates Designed by OddThemes