Tersebab Rindu

Seperti ini rindu berpola. Ia melingkar dari luar ke dalam, seperti tidak ada bagian yang terputus pun terlewat. Ia terus membuat pusaran hingga rindu tidak bisa melepaskan dirinya sendiri.

Rindu bahkan tidak pernah menunggu waktu mempertemukan kedua titiknya. Ia hanya merawat diri seperti anak kucing yang di tinggal ibunya. Terus merawat diri hingga besar dan dewasa.

Rindu seperti kopi tanpa gula. Pahit murni rasanya. Pekat seperti rupanya.  Tetapi ia tetap di gemari ditegak tanpa sisa, setiap hari, bahkan setiap pagi. Bagi mereka, rindu dan kopi adalah dua syarat sah dalam menjalani hari.

Aku tahu bahwa rindu ini tidak lebih dari surat cinta yang harus disimpan rapi didalam amplop surat berwarna merah muda. Surat cinta yang ditulis jauh jauh hari, meski tidak tahu apakah yang dituju akan sama rasa. Seperti ada harapan yang menggema tanpa ragu. Yakin saja bahwa surat cinta ini akan berbalas.

Aku tahu ketika rindu ini meminta untuk diakhiri, aku tahu pasti aku tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa. Rindu kian tumbuh berkembang dalam doa-doa dan pengharapan.


Tersebab rindu itu membuat aku selalu lekat dengan jendela. Menanti kehadiran seseorang di luar sana.
Tersebab rindu itu menjadikan sujud ku kian lekat dengan waktu. Seolah tidak rela mengakhirnya.
Tersebab rindu itu membuat badai badai seperti perjuangan yang wajib dilewati untuk akhirnya melihat sesuatu yang indah setelahnya.
Tersebab rindu itu berwujud doa-doa yang tidak pernah lepas dari lisan dan hati.


Share this:

0 komentar :