TULIS TANGAN

By Feny Mariantika Firdaus

    • Facebook
    • Twitter
    • Instagram
Home Archive for Agustus 2014
 


Sudah pasti Tuhan tidak ingin melihat kita saling berebut kebenaran,sebab hanya Tuhan maha mengetahui tentang kebenaran. Bahkan mungkin Tuhan sudah muak terhadap kita yang sering berlisan dan berpola paling suci..

Dalam hidup, kita memiliki tujuan yang (mungkin) sama meski berbeda bahasa.Tentang Tuhan,dzat yang kita yakini namun berbeda dalam bahasa pun cara kita beribadah padaNya. Dia yang satu,maha segalanya. Tidak ada diantara kita yang paling benar atau paling salah. Yang ada hanya asumsi kita terhadap apa yang kita lihat dan dengar.Sayangnya, keduanya hanya tipuan dari kecanggihan manusia modern,kita terlampau pintar dalam membuat “bualan” berwujud retorik.

Kita terlahir sebagai saudara sebangsa, terlepas dari apa agama yang kamu bawa saat hadir dimuka bumi. Menjalani hidup sebagai warga negara Indonesia yang baik tentu saja tidak akan pernah luput dari nilai yang selalu kita teriakan setiap Senin, saat upacara yakni Pancasila.

Kelima bulir pancasila yang wajib kita ketahui dan amalkan ; Ketuhanan yang maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, keadilan bagi seluruh rakyat indonesia. Dalam kelima bulir tersebut, sudah jelas bahwa kita harus saling menghormati meski kita berbeda keyakinan, berbeda suku dan sebagainya. Sebab, apapun perbedaan yang terdapat didalam diri kita,kembali pada bulir yang ketiga, Persatuan Indonesia. Di sana, kita bisa memahami dan membangun kedamaian di dalam keberagaman. Karena sekali lagi, kebenaran hanya ada pada Tuhan adalah harga mati.

Membaca karya Ahmad Wahib membuat saya teringat akan banyak pemikiran yang pernah ada dibenak saya. Tentang aneka protes terhadap peristiwa yang berkaitan dengan keragaman di negeri ini. Jujur saja, saya salah satu orang yang sangat mengecam perbuatan siapapun dia yang mengganggu orang lain untuk beribadah. Miris jika mendengar kabar terdapat rumah ibadah yang dirusak, dilempar bom, dan sebagainya oleh pihak yang mengaku sebagai pejuang Islam. Islam yang mana? Sedangkal pengetahuan saya, Allah SWT tidak pernah memerintahkan umatnya untuk bersikap seperti itu. Bahkan Nabi Muhammad SAW selalu bersikap baik dengan mereka yang tidak sama sekali percaya terhadap beliau,dan tetap menyebarluaskan agama Islam dengan cara yang santun. Lantas ajaran Islam yang mana yang diikuti oleh mereka-pelaku yang mengaku beragama Islam? Sikap seperti ini tentu sangat tidak baik, sebab perpecahan adalah hasil akhirnya. Kemudian saya terus belajar memahami tentang toleransi dengan benar. Toleransi yang sejak kecil ditanamkan oleh kedua orangtua juga guru di sekolah.

Saya pernah menikmati satu tahun kebersamaan dengan umat Hindu yang berada di lereng gunung Bromo. Di sana,banyak sekali tata cara hidup yang baru. Kebudayaan yang diwariskan oleh leluhur membuat masyarakat Tosari begitu kental terhadap adat istiadat. Mulai dari kehidupan sehari-hari,seperti selalu membuat sesajen untuk diletakan di pintu masuk rumah, jendela, dapur, kamar mandi bahkan tempat-tempat umum seperti jalan raya, pasar, gapura dan sebagainya. Selain itu, hampir setiap bulan saya ikut meramaikan perayaan yang ada di sana. Seperti perayaan Kasadha, darma santi, lebaran karo, dan perayaan lainnya.

Saya hanyut terbawa suasana saat di sana,begitu menikmati kebersamaan saat bersama warga menuju punden ( pura kecil ) sekadar meletakkan sesajen, atau menyaksikan tarian bali dan sembahyang di pura. Saya juga menikmati lantunan darma santi anak-anak remaja yang kebetulan letak pura mereka berada tepat di belakang rumah dinas saya. Saya menikmati segala perbedaan ini, sangat. Memilik banyak saudara non biologis dengan segala perbedaan membuat saya lebih banyak belajar tentang hidup, tentang ketidaksamaan ini. Dan Saya semakin memahami tentang toleransi dan bagaimana merawatnya supaya ia lestari.

Dan kini, saya berada satu rumah dengan keluarga Christiani, keluarga yang begitu hangat, saling menjaga, saling menghormati.

Saat saya melalui bulan Ramadhan dan Syawal di tanah Papua, saya cukup berkecil hati karena sudah pasti saya akan melewatinya seorang diri tanpa sanak keluarga. Namun ternyata, saya keliru. Keluarga ini membuat saya lebih menikmati Ramadhan di sini. Hampir setiap hari,Ibu kost selalu membuatkan makanan  atau minuman pembuka puasa  untuk saya. Bahkan kami kerap bertukar masakan. Memang, harus saya akui bahwa saya yang memulainya. Ketika saya memasak, saya selalu membuat porsi lebih sebab saya ingin berbagi dengan mereka. Meski bisa jadi cita rasa masakan saya berbeda . Dan kebiasaan yang saya tanam akhirnya berbuah manis. Saat ini hubungan kami layaknya seperti keluarga sendiri.

Dan semakin membuat saya terharu ketika lebaran tiba.Tidak ada tradisi yang saya lakukan seperti saat saya bersama keluarga.Tidak ada rendang, opor, ketupat, kue lebaran dan serba serbi lebaran lainnya. Saya hanya di kamar persegi lengkap dengan laptop, air putih kemasan. Rekan kerja pun sudah di kampung mereka. Saat saya sedang menikmati lebaran seorang diri, putri sulung Ibu kost mengetuk pintu kamar saya dan meminta ikut turun ke ruang keluarga mereka.Ternyata, di sana sudah tertata manis dalam mangkuk besar ,ada opor ayam, ketupatk, es buah, sayur nangka dan keluarga Ibu kost tentunya. Dengan menahan haru, saya mendengarkan Bapak kost memimpin doa, beliau meminta izin pada saya untuk memimpin doa sesuai kepercayaan mereka sekaligus mempersilahkan saya berdoa menurut kepercayaan saya. Dipenghujung doa, air mata saya tumpah begitu saja. Ibu dan adik-adik memeluk saya sambil mengucapkan “ minal aidin mohon maaf lahir dan batin. Terimakasih sudah datang ke rumah kami, ke Papua dengan niat yang mulia “.   

Subhanallah, Alhamdulilah, tiada henti saya mengucap syukur pada Maha Kuasa atas anugerah ini, hati yang luas, pikiran yang jernih dan toleransi yang selaras. Hidup berdampingan dengan perbedaan itu manis dan tolerasi begitu sederhana, bukan?

Keindahan dari keragaman tidak bisa kita rasakan jika kita tidak mencoba membuka sedikit ruang untuk mereka. Selama toleransi itu tidak melebihi batas, maka dengan merawatnya kita bisa memiliki keharmonisan.Saya, begitu menyayangi keberagamaan di muka bumi ini. Bheninka Tunggal Ika,salah satu semboyan yang menjadi bagian dari prinsip hidup, selalu saya coba letakkan dalam setiap langkah dan lisan saya. Sebab sudut pandang yang keliru membuat perbedaan itu semacam “musuh” yang harus dimusnahkan. Padahal ia bisa menjadi “teman” yang asyik diajak jalan bersama,bergandengan,semakin membuat kita mensykuri kehidupan ini.

Tuhan yang saya yakini,tidak pernah memerintahkan saya untuk menanam kebencian, mengukir luka, memasang jarak dengan mereka yang memiliki kepercayaan lain. Sebab dakwah terbaik adalah dengan teladan. Dan bahasa terindah dalam perbedaan adalah kebaikan. Lakum Diinukum waliyadiin

Setiap orang tentu saja memiliki keyakinan terhadap segala sesuatu yang dinilai dengan hati nurani-kenyamanan, sebab hanya di hati nurani kebenaran bersarang.


 



Untuk Kawan,generasi selanjutnya..

Surat ini saya buat ketika bulan Agustus,di mana musim kemarau sudah mulai menyapa bumi kita. Dalam surat ini saya akan memanggil kalian dengan sebutan,kawan. Meski mungkin nanti kita jauh berbeda generasi, tidak mengapa, saya memang senang sekali jika dianggap sebaya ( muda ) ^_^
 
Saat ini, di jaman saya, air bersih yang kami ketahui adalah air yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak mengandung zat-zat yang membahayakan kesehatan. Karena itu, menjadi salah satu kesulitan kami pada masa sekarang adalah mencari air bersih, khususnya di daerah yang padat pabrik atau daerah-daerah pegunungan yang semakin tandus ulah penebangan liar pun pembangunan yang tidak ramah lingkungan. Ini salah satu kesulitan kami, kawan. Semoga bukan menjadi kesulitan kalian juga nanti.


Kawan, saya ingin bercerita sedikit tentang salah satu pulau terbesar di negeri kita, Papua. Kini, saya tengah menginjakan kaki di bumi cenderawasih ini. Suhu di sini memang lebih panas jika dibandingkan dengan pulau Jawa pun kampung halaman saya Sumatera,tetapi alhamdulilah di sini meski musim kemarau, hujan sering datang tiba-tiba. 

Seperti di Papua, khusunya kota Jayapura dan sekitarnya. Menjadi salah satu wilayah pegunungan yang berbatasan langsung dengan lautan membuat daerah ini semakin kesulitan air bersih. Kawasan Cycloop (jika kalian nanti memeiliki kesempatan untuk datang ke Papua maka singgahlah ke gunung Cycloop. Dari sini kalian bisa menikmati hamparan keindahan)  Kawasan gunung Cycloop sebagai sumber mata air dan dilindungi sebagai cagar alam kini nampak semakin tandus karena banyak penebangan liar yang sebelumnya pernah dilakukan, semakin parah dengan kabar bahwa penanaman yang dilakukan kembali belum berhasil (1). Sehingga membuat pemerintah mulai mencari sumber air yang lain untuk tetap membantu masyarakat mendapatkan air bersih. Seperti yang saya katakan sebelumnya, seperti itulah hidup kita yang kurang seimbang dengan alam. Di dunia ini terlalu banyak orang yang ingin hidup, tepatnya menghidupi diri sendiri. Mereka mencari uang dengan menebang pohon-pohon yang ada di hutan, membakar hutan kemudian menjadikan lahan perkebunan,dan sebagainya. Mungkin mereka belum memahami bahwa perbuatan mereka akan berakibat juga terhadap debit air di muka bumi. Bisa jadi mereka tidak sejauh itu memahaminya. Ini yang saya dapat rasakan dari peduduk yang berada di pegunungan di Papua, mereka tidak bisa mendapatkan air, jangankan air bersih untuk dikonsumsi, air untuk sekadar cuci kaki pun tidak ada. Alhasil, mereka mendapatkan air jika hujan turun kemudian ditampung di dalam drum-drum bekas, atau jika hujan tidak turun, maka mereka akan membeli air dari kampung di bawah. Saya bisa merasakan kesulitan mereka dalam mendapatkan air. Bagaimana kemudian mereka bisa sehat seperti kita?




Semoga generasi kalian adalah generasi yang menyukai perjalanan seperti kami saat ini. Karena di dalam surat saya ini akan menceritakan kawasan yang tidak hanya indah, tetapi juga bermanfaat sekali bagi masyarakat di Papua. Kali ini tentang Salah satu danau yang ada di Papua adalah Danau Sentani. Selain memberikan pemandangan yang indah karena dikelilingi oleh perbukitan, danau ini rencananya akan menjadi salah satu alternatif untuk masyarakat Jayapura dalam mendapatkan air bersih (2). 

Di danau ini, cukup banyak warga yang membangun rumah di tepinya. Hidup dengan menggunakan air danau tanpa penyulingan terlebih dahulu. Bisa jadi, mereka belum memahami bahaya mengonsumsi air danau tanpa penyulingan atau bisa jadi mereka sudah tidak lagi memperdulikan efek samping dengan alasan bertahun-tahun mereka mengandalkan air danau Sentani namun tidak ada efek samping yang membahayakan kesehatan mereka . Bisa jadi alam sudah memahami kesulitan mereka dalam hidup sehingga mereka teramat bersahabat.

Saat ini, atau mungkin sebenarnya sudah sejak dahulu. Kami sudah melihat ada masalah dalam mendapatkan air bersih. Sebaiknya, selain mencari sumber mata air yang lain, pemerintah juga harus memperhatikan kondisi alam dan sumber mata air sebelumnya untuk bisa lebih dijaga dari perbuatan merugikan misalnya, penebangan liar, pengerukan lahan dikawasan mata air, terlebih lagi semakin meningkatnya produksi sampah yang sulit diuraikan sehingga membuat bumi kita semakin dipenuhi oleh sampah. Karena jika tidak, saya khawatir akan nasib kalian nanti. Apakah kalian masih bisa merasakan nikmatnya air bersih dari bumi pertiwi? Saya tidak bisa membayangkan kalau kalian nanti harus mendapatkan air bersih dari negara-negara lainnya. Semoga saja tidak sampai separah itu.

Bisa jadi rasa khawatir saya berlebihan, saya harus optimis bahwa generasi masa depan akan lebih mampu mengatasi masalah ini. Mungkin kami bisa membantu kalian dengan beberapa cara untuk menghemat air bersih saat ini. Menghemat? Iya, menggunakan air bersih dengan sebaik-baiknya dan menjaga mata air dengan sunguh-sungguh serta tidak melupakan menjaga lingkungan.

Selain itu, kami mungkin bisa membantu kalian dengan cara menjaga lingkungan kami saat ini. Karena saat ini semakin banyak dari kami yang tidak cukup peduli dengan lingkungan. Misalnya saja membuang sampah, tangan-tangan kami sudah terbiasa melempar sampah dari dalam kendaraan ke jalan raya,padahal di dalam kendaraan ada tempat sampah yang sudah disediakan. Tangan- tangan kami sudah terbiasa membuang sampah ke selokan, ke aliran air,padahal banyak tempat sampah yang sudah disiapkan. Tangan-tangan kami tidak terbiasa memungut sampah di sekitar kami. Sebab kami pikir itu kotor sekali. Tanpa kami menyadari bahwa yang membuat sampah-sampah itu adalah diri kami sendiri. Begitulah generasi kami,Kawan.

Bicara tentang apa yang bisa kami lakukan untuk kalian, selain menjaga lingkungan, apalagi yang bisa kami bantu untuk menjaga bumi ini agar kelak kalian masih bisa menikmatinya ya? Rasanya saya sudah kehabisan ide. Sebentar, saya coba berpikir dahulu.Oh iya, saya ingat. Di kantor pun di rumah, saya terbiasa menggunakan air kemasan. Karena air keran di sini tidak bisa dikonsumsi karena banyak mengandung zat kapur, tetapi tetap saya gunakan untuk mencuci, mandi, dan sebagainya. Ngomong-ngomong tentang air putih kemasan, saat ini saya mencoba memanfaatkan botol kemasan itu untuk menjadi aksesoris. Tetapi belum sejauh itu saya buat, saya baru mendesign bentuk-bentuknya. Apakah itu membantu kalian ya, kawan? Semoga saja. Saya coba mengikuti teman-teman di luar negeri, mereka kreatif sekali mengolah sampah-sampah yang bisa didaur ulang. Dan saya berharap masyarakat kita juga mau mencoba hal yang sama. Dan kalian juga harus tetap mau mengolah sampah-sampah yang bisa didaur ulang ya! Anak muda itu harus kreatif, jangan sampai kita biarkan bumi kita yang indah ini kekeringan dan dipenuhi dengan sampah-sampah dari generasi pertama hingga generasi akhir . 
 
Ah, rasanya menitipkan pesan tentang air seperti menitipkan satu nafas kehidupan pada kalian. Karena kita harus menyadari bahwa kita tidak boleh hidup sesuka hati tanpa memperdulikan alam. Sebab kita manusia sudah terbiasa mengambil semua darinya, tanpa menyadari bahwa mungkin kita tidak pernah memberikan apa-apa pada alam. Kita tidak menjaga hubungan yang selaras dengan mereka. Tidak aneh rasanya jika kini banjir terjadi di mana –mana,pemanasan global, laut semakin dangkal, gunung semakin gundul, sebab penduduk semakin padat, pembangunan semakin meluas, setiap orang hampir memiliki kendaraan, setiap orang hampir memiliki handphone, setiap orang menghasilkan sampah, membuangnya, membiarkan menumpuk di dalam selokan, membangun istana di dataran tinggi. Namun sayangnya, tidak setiap orang mau menjaga irigasi air supaya bebas dari sampah, tidak semua orang mau menjaga hutan dari penebangan liar dan pembakaran, tidak semua orang mau menanam pohon, tidak semua orang memahami bahwa kekeringan mengancam hidup kita, bahkan tidak semua orang menyadari bahwa bencana sudah mulai menampakan wajahnya di kehidupan kita secara perlahan. Kita hanya mampu menyalahkan orang lain, menyalahkan pemerintah, tanpa menengok ke diri sendiri bahwa kita sudah menyumbangkan diri pada masalah-masalah tersebut.

Kawan, 

Untuk kalian nanti, belajarlah dari generasi terdahulu. Jadilah generasi yang mengubah “kebiasaan” yang tidak baik dari kami. Jaga bumi ini seperti kita menjaga diri sendiri. Jika kita haus, bumi juga harus. Ketika kita merasa kekeringan, bumi juga merasakan hal yang sama. Sebab, yang kita pijak ini tidak jauh berbeda dengan saat kita berada di dalam kandungan. Jika air ketuban semakin sedikit, bisa kita bayangkan pertumbuhan bayi yang ada di dalamnya akan terhambat, kekurangan gizi, cacat bahkan menemui kematian. Ini tentu saja bukan hal yang kita inginkan.

Mari bersama kita jaga air bumi, air laut, bahkan air mata. Kita selamatkan bumi dan seisinya dengan kita mengubah perilaku dan gaya hidup kita. Selaras dengan bumi, dengan alam, sehingga keseimbangan itu bisa kita rasakan. Kawan, kalian adalah generasi yang besar, hebat dan luar biasa. Maka gunakan kebesaran, kehebatan dan keluarbiasaan itu untuk menjaga apa yang kita miliki. Tanah, air, hutan, gunung, bumi seisinya, semua adalah satu kesatuan dengan diri kita, jika kita menjaga mereka itu artinya kita juga menjaga diri sendiri. Sebab sebagian besar tubuh kita adalah air.

Sekian.

Sumber :
(1) http://bintangpapua.com/index.php/2012-12-03-03-14-02/2013-01-02-06-12-35/item/14447-kawasan-cycloop-sebagai-sumber-mata-air
(2) http://kotajayapura.blogspot.com/2011/11/pdam-usulkan-danau-sentani-jadi-sumber.html
Mendapati bahwa di dunia ini tidak ada satu pun yang kekal. Iya, termasuk kebersamaan di antara kita, antara aku dengan orang- orang yang pernah menjadi 'sandaran' di masa ketika aku memerlukan orang lain untuk berbagi cerita.

Aku ingat sekali, aku pernah menuliskan tentang mereka di sini. Tentang kebersamaan dalam menyusun rencana-rencana kecil, membahas politik, negara, apapun yang ada di benak aku- bisa jadi mereka juga. Dalam berbagi cerita yang sangat biasa dan membosankan, mungkin. Tetapi mereka selalu ada waktu, meski mungkin kadang sekadarnya. Aku memahami bahwa mereka manusia biasa yang juga memiliki cerita untuk didengar, masalah untuk diselesaikan, dan tidak memulu menyiapkan bahu mereka untuk aku, tidak melulu menyiapkan telingga untuk mendengarkan aku. Tetapi sekadar paham saja tidak cukup, karena aku selalu ingin mereka ada.

Dewasa ini, semakin berusaha untuk tidak memenangkan diri sendiri. Mereka juga memiliki kehidupan dan ingin hidup tenang sejauh ketenangan itu bisa didapat. Iya, Allah membuat semuanya lebih mudah meski diawal cerita tanpa mereka aku harus sedikit kekanakan dalam mengatur semuanya, aku terlalu biasa dituntun dan bertanya. Dan kini sudah waktunya aku lebih mandiri, jauh lebih mandiri dari diri ku sendiri.

Jelas, tidak mudah ketika aku menyadari bahwa aku sudah tidak lagi memiliki "sandaran"  dan sebenarnya kata memiliki tidak sesuai dengan makna yang sebenarnya. Sebab aku tidak pernah memiliki mereka, tidak. Tetapi tidak ada pilihan. Sebab aku tidak bisa berbagi cerita dengan orang lain selain mereka. Bisa jadi aku yang terlalu menutup diri, bisa jadi. Tetapi memang aku tidak memiliki pilihan lain kecuali kini aku menyimpan semuanya sendiri, meski kepala sangat terasa begitu padat dirayapi banyak hal-terlalu dipikirkan. Lagi-lagi aku katakan, aku tidak memiliki pilihan. Ya sudah.

Dan kini aku semakin menyadari, kehilangan atau menghilangkan mereka menjadi jalan untuk aku lebih kuat. I felt it. Ada banyak kemajuan yang bisa aku lakukan dalam mengatur diri sendiri tanpa bantuan orang lain. Meski kadang aku menjadi seperti oran gila yang berbicara pada diri sendiri untuk tetap tenang, berpikir jernih, meluaskan hari, melembutkan hati, dan kalimat persuasif lainnya. Iya, kadang berbicara pada diri sendiri lebih sulit dari berbicara pada orang yang kita cintai. 

Allah memang luar biasa. Menjadikan suatu kehilangan menjadi media untuk aku bisa lebih kuat. Allah memang tidak pernah salah, keliru pun apapun itu. Great! Sandaran yang tidak akan pernah hilang meski kita tinggalkan, sandaran yang tidak pernah mengeluh meski kita akan bercerita sepanjang malam. Dan yang pasti, sandaran yang bisa memberikan kita jalan keluar terbaik. Dan untuk bersandar padaNya, memang kita harus bersabar. Sebab bisa jadi interaksi kita akan terlihat satu arah, tetapi yakin! semua akan terjawab olehNya. 

*Sedikit hasil renungan dari sebuah "kehilangan"
Begitu jauh jarak yang dibentangkan untuk sebuah ikhtiar dalam hidup. Bisa jadi, banyak duka yang disimpan di dalam "kotak suara" lantas dihanyutkan pada doa-doa yang berisi rasa syukur. Hanya  kita berbeda dalam cara. Aku selalu membuat duka itu terasa, sementara kamu menjadikannya sebuah makna dibalik tawa. Begitukah Allah menciptakan kita? Mungkin karena serasi tidak melulu disusun oleh persamaan.

Kita adalah insan yang tengah berupaya tanpa henti memperbaiki diri. Sebagai manusia, kita memang diciptakan sempurna dengan akal- pikiran dan rasa - perasaan. Lantas kita memiliki hati yang dengan mudah akan berubah-ubah. Seperti yang Allah tuangkan dalam surahNya. Dan aku memahami yang terjadi pada kita adalah kuasaNya. 

Ada rindu yang kita rias dengan senyum dan sapaan riang. Meski jauh dari dalam kalbu, ada radang yang kian meluas oleh waktu. Rindu memadu adi kasih dengan keluarga yang menjadi alasan kita untuk bertahan dalam ribuan jarak. 

Setiap orang memiliki rasa ingin didengar. Bersandar pada batas yang tidak pernah absen pun meninggalkan. Meski kadang, kita memahami bahwa sandaran kita tidak lebih dari fatamorgana. Bisa jadi, kita tengah berpura-pura tidak menyadari semuanya, demi terbitnya senyuman di hari ini.

Kita selalu punya alasan untuk memandang sesuatu dari sisi baik. Kamu selalu mengingatkan untuk selalu berkerumunan dengan pikiran-pikiran baik terhadap apapun dan siapapun. Bisa jadi, ini menjadi salah satu alasan mengapa kamu menjadi begitu terasa ada disini. 

I feel you, Pertemuan yang (mungkin) kita inginkan belum juga menjadi hari. Masih berada dalam kantong mimpi yang tidak satu pun dari kita mengetahui kenyataannya.Mungkin saja harapan yang ada di hati menjadi salah satu enegri untuk membuatnya ada. Meski kita mengharapkan akan ada sesuatu yang lebih istimewa dari sekadar harapan kita. Sebab kita selalu memercayai Allah akan membuatnya indah, lebih indah dari yang kita rencanakan.

Langganan: Postingan ( Atom )

Ruang Diskusi

Nama

Email *

Pesan *

Total Pageviews

Lates Posts

  • Bubur Manado Rasa Jayapura
    Jika berkunjung ke Papua dan mencari kuliner khas Papua, pasti semua orang akan mencari menu yang bernama Papeda . Iya, salah satu menu ut...
  • ( Karna ) Hujan
    ( Karna ) Hujan adalah cara alam memperlihatkan bahwa setiap ruang adalah kawan yang saling berkaitan , proses yang selalu k...
  • Ke-(Mati)-an
    Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarny...
Seluruh isi blog ini adalah hak cipta dari Feny Mariantika. Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ►  2022 ( 1 )
    • ►  September ( 1 )
  • ►  2021 ( 20 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  April ( 10 )
    • ►  Maret ( 1 )
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 6 )
  • ►  2020 ( 2 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2019 ( 2 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  April ( 1 )
  • ►  2018 ( 24 )
    • ►  November ( 1 )
    • ►  Oktober ( 1 )
    • ►  September ( 3 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  Juni ( 2 )
    • ►  Mei ( 4 )
    • ►  April ( 3 )
    • ►  Maret ( 7 )
    • ►  Februari ( 2 )
  • ►  2017 ( 20 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 9 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  Mei ( 3 )
    • ►  April ( 1 )
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 2 )
  • ►  2016 ( 41 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 6 )
    • ►  September ( 10 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  Juni ( 8 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Maret ( 6 )
    • ►  Februari ( 4 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2015 ( 8 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 3 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Juni ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ▼  2014 ( 21 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  September ( 1 )
    • ▼  Agustus ( 4 )
      • Wujud Pembaharuan Bernama Toleransi
      • Air adalah Kita
      • (Tidak) Pernah Memiliki
      • I Feel You
    • ►  Juli ( 5 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 3 )
    • ►  Maret ( 2 )
    • ►  Januari ( 4 )
  • ►  2013 ( 58 )
    • ►  Desember ( 3 )
    • ►  Oktober ( 6 )
    • ►  Agustus ( 10 )
    • ►  Juli ( 8 )
    • ►  Juni ( 3 )
    • ►  Mei ( 5 )
    • ►  April ( 5 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 10 )
    • ►  Januari ( 5 )
  • ►  2012 ( 14 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  September ( 4 )
    • ►  Juli ( 3 )
    • ►  Mei ( 2 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 1 )
  • ►  2011 ( 15 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Agustus ( 2 )
    • ►  Juni ( 4 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2010 ( 1 )
    • ►  November ( 1 )

Hi There, Here I am

Hi There, Here I am

bout Author

Feny Mariantika Firdaus adalah seorang gadis kelahiran Sang Bumi Ruwai Jurai, Lampung pada 25 Maret 1990.

Fe, biasa ia di sapa, sudah gemar menulis sejak duduk di bangku SMP. Beberapa karyanya dimuat dalam buku antologi puisi dan cerita perjalanan.

Perempuan yang sangat menyukai travelling, mendaki, berdikusi, mengajar, menulis, membaca dan bergabung dengan aneka komunitas; relawan Indonesia Mengajar - Indonesia Menyala sejak tahun 2011 dan Kelas Inspirasi pun tidak ketinggalan sejak tahun 2014.

Bergabung sebagai Bidan Pencerah Nusantara sebuah program dari Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs membuat ia semakin memiliki kesempatan untuk mengembangkan hobinya dan mengunjungi masyarakat di desa-desa pelosok negeri.

Saat ini ia berada di Barat Indonesia, tepatnya di Padang setelah menikah pada tahun 2019.Pengalaman mengelilingi Indonesia membuatnya selalu rindu perjalanan, usai menghabiskan 1 tahun di kaki gunung bromo, 3,5 tahun di Papua,1 tahun di Aceh, 6 bulan di tanah borneo, kini ia meluaskan perjalanannya di Minangkabau. Setelah ini akan ke mana lagi? Yuk ikutin terus cerita perjalanannya.

Followers

Copyright 2014 TULIS TANGAN .
Blogger Templates Designed by OddThemes