Belajar Memimpin


"Saya meyakini bahwa cerita yang kita buat dalam perjalanan ini, sudah lebih dulu ditulis oleh Sang Pemilik Hidup..."

Tahun 2015, menjadi tahun kedua saya berada di Papua, tepatnya Kota Jayapura. Di tempat ini saya mengalami banyak hal yang cukup penting dalam hidup saya. Salah satunya menjadi leader dalam memimpin kantor cabang di sini. 

Kali ini, saya ingin bercerita tentang gaya kepemimpinan.

Saya seseorang yang berkarakter cukup keras. Saya seseorang yang tidak hanya mementingkan hasil, tetapi juga proses. Saya ingin, semua rekan kerja bisa melakukan pekerjaan mereka sesuai standar, sesuai dengan ekspektasi saya. Meski harus saya akui, terkadang kemampuan seseorang tidak bisa melejit begitu saja. Sehingga dibutuhkan waktu untuk belajar dan beradaptasi. Dan saya memahami itu dengan tetap mendelegasikan tugas kepada mereka, dengan tetap melakukan pemantauan dan menyediakan waktu ketika mereka membutuhkan arahan, meski kadang dalam pelaksanaanya proses ini sangat dinamis.

Proses ini menjadi sangat menyenangkan. Bagaimana tidak, saya melihat salah satu karyawan yang meminta pekerjaa tambahan lantaran ia berpikir dengan waktu kerja delapan jam, ia masih memiliki banyak waktu untuk bisa mengejarkan hal lain setelah pekerjaan wajibnya. Dengan begitu, tentu saja saya dengan senang hati memberikan ia peluang untuk membantu di bidang program. 

Menjadi pemimpin memang tidak mudah, sebab pemimpin bukan sosok sempurna yang mampu memenuhi semua harapan setiap orang di sekitarnya..

Saya mengatakan itu sebab saya berulang kali melakukan kesalahan sebagai seorang pemimpin. Salah satu contoh saja, ketika sampai kepada saya sebuah pengaduan dari salah satu member yang mengatakan bahwa ia belum mendapat kartu keanggotaannya. Setelah menerima pengaduan tersebut, tanpa berusaha melakukan konfirmasi, saya langsung memberikan teguran kepada karyawan yang bersangkutan. Saya akui saya salah. Bagaimana pun, seharusnya saya tidak serta merta menerima informasi hanya dari satu pihak dan menghakimi satu pihak. Dan kini, kejadian tersebut menjadi alarm saya dalam  bersikap jika ada kejadian serupa. 

Saya memahami, bahwa proses belajar tidak akan pernah berhenti. Ketika melakukan kesalahan, yang saya pikirkan adalah bagaimana saya tidak melakukan kesalahan yang sama. Sebab menjadi sangat merugi ketika saya tidak mampu mengambil pelajaran dari kesalahan yang pernah dibuat. 

Dan menjadi seorang pemimpin tentu saja membutuhkan daya seni dan kreatifitas yang tinggi untuk mampu mengelola sumber daya yang ada. Setidaknya mengelola diri sendiri, untuk profesional dan tidak mengikutsertakan suasana hati dalam bekerja. 

Well, tidak ada yang sempurna di dunia ini. Tidak ada yang tidak bisa diubah demi kebaikan bersama. Semoga kita mampu menjadi manusia yang lebih baik lagi.


" Failing to plan means planning to fail"

Share this:

0 komentar :