Kelas Inspirasi Merauke

Tidak ada pelajaran atau buku khusus yang mengajarkan tentang mencintai. Sebab ia bagian dari hidup, yang akan kita ketahui setelah kita merasakan dan menjadi bagian darinya.. 

Persis seperti apa yang terjadi pada saya dan gerakan ini. Aneka komunitas yang saya ikuti, yang tujuannya hanya satu " berbagi ". Berbagi kebahagiaan pada anak-anak, berbagi ide dan kreatifitas dengan teman relawan yang lain dan berbagi cerita dengan semua orang yang ditemui.
Saya mencintai "dunia" ini sejak dahulu, sejak saya memahami bahwa bersama-sama akan menciptakan karya yang dasyat!

Kali ini saya akan bercerita tentang Kelas Inspirasi Merauke. Salah satu gerakan yang menjadi viral di mana-mana, entah demi eksistensi atau memang tulus ingin berbagi. Keduanya sah-sah saja menjadi alasan; terserah! Yakin saja bahwa niat baik akan menghasilkan kebaikan juga jika dilakukan dengan cara yang baik. 

Menuju Merauke dengan seorang sahabat yang saya ajak menjelang satu minggu sebelum berangkat. Kami terbang dari Jayapura menuju Merauke dengan menggunakan pesawat lion air yang tentu saja terlambat sekitar satu jam. Bukan hal yang baru tentunya, sehingga tidak menyulut omelan demi omelan keluar seperti kereta api yang lewat. Sebab hati kami sudah lebih luas dan berusaha menjadi perempuan dengan 3 B; brain, beauty, behave :D 


Sesampainya di Merauke kami menuju rumah salah satu relawan Kelas Inspirasi Merauke, Kak Virginie namanya. Seorang sarjana psikologi yang juga relawan Kelas Inspirasi Merauke dengan luar biasa baiknya merelakan rumahnya menjadi tempat singgah kami selama kegiatan berlangsung. Di sana pula kami bertemu dengan relawan lain dari luar Merauke.

( Kiri Depan : Putri-Jakarta, Dita : Bogor ; Kiri Belakang : Mushtofa : Wasior, Yanin-Jayapura, Fe-Jayapura, Hary : Bandung )

Pengalaman demi pengalaman membuat pertemuan dengan relawan (meski baru bertemu) semakin memperkaya diri. Tidak lagi canggung bahkan langsung mencair dan menggila bersama. Tidak ada "modus" tidak ada "flirting", yang ada hanya canda, tawa dan bullying, no hard feeling :D

Saling takjub dengan kreatifitas dan ide masing-masing relawan, hal ini tentu saja menambah pasokan ide yang bisa dikembangkan untuk kegiatan selanjutnya. 

Sekitar pukul 14 kami berangkat menuju sekolah dan desa masing-masing. Berdoa bersama dan saling mendukung satu sama lain sebelum akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Dan saya bersama tim menuju desa Kurik 6. Konon menjadi salah satu desa trans yang masih ramai oleh penduduk transmigrasi. 

Suhu di Merauke jauh lebih panas daripada Jayapura. Teriknya membuat dahaga tidak juga hilang meski sudah dialiri air putih kemasan. Dilengkapi dengan kondisi jalan yang tidak rata, berlubang dan berdebu. Perjalanan ini ditempuh selama 2-3 jam. 


Sepanjang perjalanan disuguhi pemandangan hamparan sawah dengan padi-padi yang hijau, sekelompok sapi bali yang sedang mencari makan, pepohonan yang jarang-jarang, juga sungai-sungai yang membentang. Langit di Merauke begitu lapang, mungkin karena tidak ada bukit pun gunung di kedua sisi. Begitu jelas garis dan warna langitnya; indah!

Sekitar pukul 17 kami sampai di sebuah desa yang bernama Kurik 6, bus yang membawa kami berhenti tepat di pekarangan rumah Bapak Kepala Kampung. Halaman yang luas dengan bangunan yang sederhana. Dan di depannya saya bisa menikmati senja di ujung desa, menikmati kesederhanaan yang begitu mahal dan langka. 


 Sesungguhnya perjalanan ini membuat saya mendapatkan banyak hal; membuat aneka pelajaran tertata rapi dalam ingatan, dan sesungguhanya perjalanan inilah yang menginspirasi saya. Kian menambah rasa syukur atas semua kehidupan. 

Kami hanyalah relawan yang ingin berbagi dengan anak-anak, kemudian disambut dengan suka cita bahkan oleh Kepala Kampung dan keluarga. Menyenangkan dan mengharukan! Disugukan makanan aneka rasa, diceritakan sejarah tentang desa dan segala macam budaya. Bahkan kami diterima dengan baik oleh Bapak Wakil Kepala Sekolah sekaligus yang menjadi tuan rumah dimana kami menginap malam itu. Menikmati suguhan buah naga yang masak dan disiapkan ayam kampung bumbu ungkep, sambal dan nasi hangat. Luar biasa penerimaan mereka pada kami, yang sesungguhnya tengah belajar dari perjalanan ini. 

Hari Inspirasi : saat upacara di SDN Inpres Kurik 6



Hari inspirasi tiba, saya dipinjamkan motor oleh Bapak Wakil Kepala Sekolah untuk berangkat ke Sekolah. Sudah lama tidak mengendarai sepeda motor. Berangkat dengan rasa senang, menyapa setiap orang sepanjang jalan menuju sekolah. Ada rasa bahagia di dalam dada. 

 Sesampainya di Sekolah Dasar Sumber Mulia, Kurik 6 saya langsung mendekati anak-anak yang tengah bermain. Meyapa mereka dan mencoba ikut bermain. Bermain ala kadarnya, dengan pepohonan yang ada. Kebahagiaan bagi mereka, bagi kami adalah ketika canda dan tawa bisa semudah itu menguncahkan dada kami. Kebahagiaan sudah lahir bahkan sebelum mahatahari ada.

 Tidak lama kemudian lonceng berbunyi, tandanya sudah harus bersiap-siap untuk upacara. Sudah lama saya tidak menjadi bagian dari peserta upacara. Sudah kaku sekali untuk sekadar hormat pun istirahat di tempat. Dan kali ini tidak akan menyia-nyiakan moment ini, ucapara! Dimana rasa bangga akan tanah air begitu menggebu. Tim Kelas Inspirasi baris bersama dewan guru. Kami dengan penuh khikmat mencoba merasakan kembali; upacara bendera. 



Sekitar satu jam berlalu, ucapara selesai, bendera merah putih sudah berkibar. Tim Kelas Inspirasi siap beraksi. Amunisi sudah kami siapkan semalam, kini kami siap meramaikan panggung kelas 1- 6. Panitia dengan lihai membagikan jadwal kami, per kelas per 30 menit hingga selesai.  


Saya mengawali kegiatan dengan mengajar anak kelas 6, hanya ada 7 murid yang terdiri dari 4 siswi dan 3 siswa. Mereka tumbuh menjadi anak-anak yang sehat dan tangguh. Meski berapa di Papua, tetapi aksen mereka masih sama seperti leluhurnya di pulau Jawa. Dengan  lekat saya menatap wajah mereka satu per satu, mengadu senyum diwajah kami masing-masing. Saling memperkenalkan diri dan cita-cita. Semua dari mereka sudah memiliki cita-cita, wajar! sudah kelas enam, tentunya mereka jauh lebih matang dalam mempersiapkan rencana selanjutnya. Ketika saya bertanya apakah kamu sudah memperjuangkan untuk mendapatkan cita-cita kamu? Hanya satu dua yang berani menjawab " iya", sisanya dijawab dalam diam. Khas dari anak-anak, 15 tahun yang lalu saya juga masih seperti itu. Ingusan, sok tahu, dan ingin tahu, tetapi saat dihadapkan dengan pertanyaan yang njilmet saya pasti memilih untuk diam atau pura-pura berlalu. haha

Kelas 4-5 cukup jauh berbeda. Mereka lebih riang dan lebih aktif dari kelas 6. Mereka memberi saya nama Kakak Cantik-Manis. Kakak Cantik adalah nama yang diberikan siswi dan Kakak Manis nama yang diberikan oleh siswa. Hampir dari mereka sudah merangkai cita-cita, sudah merajut impian akan jadi apa. Satu-dua masih bingung. Kami bermain tebak profesi, melalui permainan itu saya berusaha membawa imajinasi mereka untuk bisa lebih dekat dengan mereka. Mereka senang, saya jauh lebih senang. 

Kelas 1,2 dan 3 sedikit berbeda. Usia yang masih terlalu belia untuk saya tanya cita-cita mereka. Mengajar mereka dengan cara bermain peran dan bercerita tentang aneka profesi, bernyanyi dan melukis juga menulis surat. Surat pelangi yang akan saya kirimkan ke rekan saya yang saat ini mengajar di kaki gunung Tambora. Haru ketika mendapati seorang siswa bernama Indra yang begitu senang sambil mengangkat suratnya ke atas dan berkata " Horeeee, aku nduwe sahabat pena "

 Ah Nak! Saya siap menghabiskan waktu saya untuk bisa bertemua dengan anak-anak seperti kalian. Anak-anak yang kelak menjadi pemuda-pemudi yang luar biasa!



Tidak hanya mengajar di kelas, kami juga melakukan tanam pohon bersama di sekitar sekolah. Menempelkan cita-cita bersama di langit impian, dan tidak lupa foto bersama. Sebuah cara mengabadikan rangkaian kegiatan yang akan menjadi sejarah bagi mereka, juga bagi saya. Sejarah yang kelak akan saya ceritakan, saya kenang. Mengenang betapa baiknya mereka, menyambut kami penuh suka cita, pihak sekolah bahkan mengundang kepala suku, kepala kampung dan suster di pustu. Kami benar-benar terharu, begitu haru biru. Ucapan terimakasih kami tentu saja tidak cukup mewakili rasa syukur kami atas kebaikan Panitia  dan pihak sekolah yang menyelenggarakan hari inspirasi ini. Semua luar biasa!


Kelas Inspirasi tentu saja hanya menjadi salah satu media, media untuk berbagi, media untuk menciptakan kebahagiaan, media bersyukur, media bermuhasabah dan media melakukan perjalanan hati. Mengajar tidak akan cukup satu-dua hari, bahkan satu- dua tahun! Sebab belajar-mengajar harus dilakukan setiap saat, oleh siapapun dan kepada siapapun. Inspirasi tidak hanya datang dari seseorang yang sudah menggapai impian, tidak hanya dari seseorang yang sudah sukses, tetapi juga bisa datang dari seseorang yang pernah gagal atau tengah berjuang. 

Kecintaan kita pada hidup bisa kita sugukan dalam keseharian kita dan kesediaan kita berbagi dengan sesama. Berbuat baik menjadi salah satu wujud syukur. No hard feeling and keep moving forward.

Share this:

5 komentar :

Matahari Anjani mengatakan...

Hua foto belum mandi terpampang sudah disini . 🙈

Fe mengatakan...

Haha, take it easy. Kamu tetep cantik kok Kakak :)

JHON EFENDI NAINGGOLAN mengatakan...

Trimkasih untuk kedtangannya

JHON EFENDI NAINGGOLAN mengatakan...

Trimakasih kedtangannya

Larina mengatakan...

Hai kak fe apa kabar? Semoga kak fe sekeluarga sehat selalu. Aku nyari kak fe hampir 9 tahun. Wkwk udah kayak stalker aja wkwk. Oh iya ini aku salah satu peserta kelas inspirasi di papua, Merauke, kurik 6. Semoga kita dapat bercerita lebih jauh.aku rindu kak fe.