Bidan, Itu..

#khusus untuk memperingati Hari Bidan, tanggal 5 mei :)

"Saya itu tidak pernah berpikiran untuk menjadi seorang Bidan, mimpi pun tidak! tetapi hal ini yang membuat saya yakin, bahwa pilihan orangtua memang yang terbaik.."

Saya resmi menjadi seorang bidan ketika selama tiga tahun mengenyam pendidikan kebidanan. Tidak pernah membayangkan bahwa saya melanjutkan kuliah untuk menjadi seorang Bidan, yang semua orang juga mengetahui bahwa Bidan itu ramah, lemah lembut, sabar dan ya, she's a women!  Dan saya? itu bukan saya banget! Jangan dibayangin deh 

Selama belajar menjadi Bidan, saya mulai mempelajari tentang profesi yang salah satu profesi yang sangat mulia, untuk saya. Mengetahui sejarah tentang kebidanan,ini artikel yang saya sisipkan untuk para pembaca, saya ambil dari salah satu media untuk Para Bidan berbagi cerita, http://mediabidan.com/sejarah-ibi/

" Dalam sejarah Bidan Indonesia menyebutkan bahwa tanggal 24 Juni 1951 dipandang sebagai hari jadi IBI. Pengukuhan hari lahirnya IBI tersebut didasarkan atas hasil konfrensi bidan pertama yang diselengarakan di Jakarta 24 Juni 1951, yang merupakan prakarsa bidan-bidan senior yang berdomisili di Jakarta. Dan sebagai upaya penguatan organisasi Bidan, Konfrensi bidan pertama tersebut telah berhasil meletakkan landasan yang kuat serta arah yang benar bagi perjuangan bidan selanjutnya, yaitu mendirikan sebuah organisasi profesi bernama Ikatan Bidan Indonesia (IBI), berbentuk kesatuan, bersifat nasional, berazaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 

Pada konfrensi IBI tersebut juga dirumuskan tujuan IBI yaitu ;

1.      Menggalang persatuan dan persaudaraan antar sesama Bidan serta kaum wanita pada umumnya, dalam rangka memperkokoh persatuan bangsa.
2.      Membina pengetahuan dan keterampilan anggota dalam profesi Kebidanan, khususnya dalam pelayanan KIA serta kesejahteran keluarga.
3.      Membantu pemerintah dalam pembangunan nasioanl, terutama dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
4.      Mengingkatkan martabat dan kedudukan Bidan dalam masyarakat.
Dengan landasan dan arah tersebut, dari tahun ke tahun IBI terus berkembang dengan hasil-hasil perjuangannya yang semakin nyata dan telah dapat dirasakan manfaatnya baik oleh masyarakat maupun pemerintah sendiri.
Adapun tokoh-tokoh yang tercatat sebagai pemrakarsa konferensi tersebut adalah : Ibu Selo Salikun, Ibu Fatimah, Ibu Sri Mulyani, Ibu Salikun, Ibu Sukaesih, Ibu Ipah dan Ibu S.Marguna, yang selanjutnya memproklamirkan IBI sebagai satu-satunya organisasi resmi bagi para bidan Indonesia. Dan hasil-hasil terpenting dari konferensi pertama bidan seluruh Indonesia tahun 1951 tersebut adalah :
1. Sepakat membentuk organisasi Ikatan Bidan Indonesia, sebagai satu-satunya organisasi yang merupakan wadah persatuan & kesatuan bidan Indonesia.
2. Pengurus besar IBI berkedudukan di Jakarta
3. Di daerah-daerah dibentuk cabang dan ranting. Dengan demikian organisasi/perkumpulan yang bersifat local yang ada sebelum konfrensi ini semuanya membaurkan diri dan selanjutnya bidan-bidan yang berada di daerah-daerah menjadi anggota cabang-cabang dan ranting dari IBI.
4. Musyawarah menetapkan Pengurus Besar IBI dengan susunan sebagai berikut :
Ketua 1                : Ibu Fatimah Muin
Ketua II               : Ibu Sukarno
Penulis 1              : Ibu Selo Soemardjan
Penulis II             : Ibu Ropingatun
Bendahara              : Ibu Salikun
Tiga tahun setelah konfrensi, tepatnya pada tanggal 15 Oktober 1954, IBI diakui sah sebagai organisasi yang berbadan hukum dan tertera dalam lembaga Negara nomor : J.A.5/927 (Departemen Dalam Negeri) dan pada tahun 1956 IBI diterima sebagai anggota ICM (International Confederation of Midwives). Hinga saat ini IBI tetap mempertahankan keanggotaan ini, dengan cara senantiasa berpartisipasi dalam kegiatan ICM yang dilaksanakan di berbagai Negara baik pertemuan pertemuan, loka karya, pertemuan regional maupun kongres tingkat dunia dengan antara lain menyajikan pengalaman dan kegiatan IBI IBI yang seluruh anggotanya terdiri dari wanita telah tergabung dengan Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) pada tahun 1951 hingga saat ini IBI tetap aktifmendukung program-program KOWANI bersama organisasi wanita lainnya dalam meningkatkan derajad kaum wanita Indonesia. 
Selain itu sesuai dengan Undang-Undang RI No.8 tahun 1985, tentang organisasi kemasyarakatan maka IBI dengan nomor 133 terdaftar sebagai salah satu Lembaga Sosial Masyarakat di Indonesia. Begitu juga dalam Komisi Nasional Kedudukan Wanita di Indonesia (KNKWI) atau National Commission on the Status of Women (NCSW) IBI merupakan salah satu anggota pendukungnya.
Pada kongres IBI yang kedelapan yang berlangsung di Bandung tahun 1982, terjadi perubahan nama Pengurus Besar IBI diganti Pengurus Pusat IBI, karena IBI telah memiliki 249 Cabang yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia. Selain kongres juga mengukuhkan anggota pengurus Yayasan Buah Delima yang didirikan pada tangal 27 Juli 1982. Yayasan ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota IBI, melalui pelaksanaan berbagai kegiatan.
Pada tahun 1985, untuk pertama kalinya IBI melangsungkan kongres diluar pulau Jawa, yaitu di kota Medan (Sumatera Utara) dan dalam kongres ini juga didahului dengan pertemuan ICM Regional Meeting Western Pacific yang dihadiri oleh anggota ICM dari Jepang, Australia, New Zealand, Philiphina, Malaysia, Brunei Darussalam dan Indonesia. Bulan September 2000 dilaksanakan ICM Asia Pacific Regional Meeting di Denpasar Bali. Pada tahun 1986 IBI secara organisatoris mendukung pelaksanaan pelayanan Keluarga Berencana oleh Bidan Praktek Swasta melalui BKKBN.
Gerak dan langkah Ikatan Bidan Indonesia di semua tingkatan dapat dikatakan semakin maju dan berkembang dengan baik. Sampai dengan tahun 1998 IBI telah memiliki 27 Pengurus Daerah, 318 Cabang IBI (di tingkat Kabupaten/Kodya) dan 1.243 Ranting IBI (di tingkat Kecamatan) dengan jumlah anggota sebanyak 66.547 orang. Jumlah anggota ini meningkat dengan pesat setelah dilaksanakannya kebijakan pemerintah tentang Crash Program Pendidikan Bidan dalam kurun waktu medio Pelita IV s/d Pelita VI 1989 s/d 1997.
PERKEMBANGAN JUMLAH ANGGOTA IBI
TAHUN 1988 – 2008
TAHUNJUMLAH ANGGOTA
198816.413
199025.397
199446.114
199554.080
199656.961
199757.032
199866.547
200368.772
200887.338
Dari tahun ke tahun IBI berupaya untuk meningkatkan mutu dan melengkapi atribut-atribut organisasi, sebagai syarat sebuah organisasi profesi, dan sebagai organisasi masyarakat LSM yaitu :
1.      AD-ART, yang ditinjau, disempurnakan dan disesuaikan dengan perkembangan tiap 5 (lima) tahun sekali
2.      Kode Etik Bidan, yang ditinjau, disempurnakan dan disesuaikan dengan perkembangan tiap 5 (lima) tahun sekali.
3.      Pedoman berkelanjutan pendidikan Bidan
4.      Buku Prosedur Tetap pelaksanaan tugas-tugas bidan
5.      Buku Pedoman Organisasi
6.      Buku Pedoman Bagi Bidan di Desa
7.      Buku Pedoman Klinik IBI
8.      Buku 50 tahun IBI, yang memncatat tetntang sejarah dan kiprah IBI, diterbitkan dalam rangka menyambut HUT ke 50 IBI tahun 2001
9.      Restra IBI 1996 – 1998
Khusus melalui kepengurusan tahun 1998 – 2003 atribut-atribut/kelengkapan tersebut bertambah lagi dengan disusunnya :
1.      Majalah Bidan
2.      Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
3.      Buku Pedoman Maternal & Neonatal
4.      Buku Pedoman Keluarga Berencana
5.      Buku Pedoman Pencegahan Infeksi
6.      Buku Pedoman Asuhan Persalinan Normal
7.      Buku Kepmenkes 900
8.      Buku Kumpulan Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Organisasi IBI
9.      Kepmenkes 237 tentang pemasaran pengganti air susu ibu
10. Kepmenkes 450 tentang Pemberian Air Susu Ibu Secara Eklusif Pada Bayi di Indonesia
11. Kepmenkes 900 tentang Regristrasi dan Praktek Bidan
12. Rensta IBI 1998 – 2003
Pada Kepengurusan tahun 2003 – 2008
Telah dihasilkan :
1.      Pedoman Uji Kompetensi Bidan
2.      Renstra 2008 – 2013
3.      Bidan Delima
4.      Kesehatan reproduksi up-date satu set (warna ungu)
5.      Inisiasi Menyusu Dini
6.      Modul Pembelajaran untuk DIII Kebidanan (kerja sama dengan YPKP)
7.      Kepmenkes 369 tentang Standar Profesi Bidan
8.      Kolegium Kebidanan
9.      Lahirnya Asosiasi Institusi Pendidikan Indonesia
VISI IBI
Yaitu Mewujudkan bidan professional berstandar global
MISI IBI
1.      Meningkatkan kekuatan organisasi
2.      Meningkatkan peran IBI dalam meningkatkan mutu Pendidikan Bidan
3.      Meningkatkan peran IBI dalam meningkatkan mutu pelayanan
4.      Meningkatkan kesejahteran anggota
5.      Mewujudkan kerjasama dengan jejaring kerja
Rencana Strategis IBI tahun 2008 – 2013
1.      Mengutamakan kebersamaan
2.      Mempersatukan diri dalam satu wadah
3.      Pengayoman terhadap anggota
4.      Pengembangan diri
5.      Peran serta dalam komonitas
6.      Mempertahankan citra bidan
7.      Sosialisasi pelayanan berkualitas
Prioritas Strategis
1.      Pengembangan standarisasi pendidikan bidan dengan standar internasional
2.      Meningkatkan pelatihan anggota IBI
3.      Membangun kerjasama dan kepercayaan dari donor dan mitra IBI
4.      Peningkatan advokasi kepada pemerintah untuk mendukung pengembangan profesi bidan serta monitoring dan evaluasi pasca pelatihan yang berkesinambungan
5.      Peningkatan pembinaan terhadap anggota berkaitan dengan peningkatan kompetensi, profesionalisme dan aspek hukum
6.      Peningkatan pengumpulan data dasar
7.      Peningkatan akses Organisasi Profesi IBI terhadap pelayanan dan pendidikan kebidanan
8.      Capacity Building bagi pengurus IBI
9.      Peningkatan pengadaan sarana prasarana
10. Membangun kepercayaan anggota IBI, donor dan mitra dengantetap menjaga mutu pengelolaan keuangan yang accountable
Sejak berdirinya tahun 1951 hingga sekarang, IBI telah berhasil menyelenggarakan Kongres Nasional sebanyak 14 kali. Sesua dengan Anggaran Dasar IBI, pada setiap kongres merencanakan program kerja dan pemilihan Ketua Umum Pengurus Pusat IBI. Rekapitulasi tempat penyelenggaraan Kongres Nasional IBI dan Ketua Umum Terpilih, sebagai berikut ini :
DAFTAR PELAKSANAAN KONGRES IBI
KongresTahunTempatKetua Terpilih
Munas1951JakartaIbu Fatimah Muin
I1953BandungIbu Ruth Soh Sanu
II1955MalangIbu Selo Soemardjan
III1957YogyakartaIbu Tuti Sutijati
IV1961Lawang – MalangIbu Rukmini Oentoeng
V1969JakartaIbu Rukmini Oentoeng
VI1975JakartaIbu Rabimar Juzar Bur
VII1978JakartaIbu Rabimar Juzar Bur
VIII1982BandungIbu Samiarti Martosewojo
IXNovember 1985MedanIbu Samiarti Martosewojo
XNovember 1988SurabayaIbu Rabimar Juzar Bur
XIOktober 1993Ujung PandangIbu Nisma Chairil Bahri
XIISeptember 1998DenpasarIbu Wastidar Mubir
XIII7-11 Sept 2003JakartaIbu Dra. Hami Koesno, MKM
XIV2-6 Nov 2008PadangIbu Dra. Hami Koesno, MKM

Nah, Sejarah tentang Bidan memang sungguh sempurna dan paripurna. Mulai dari penolakan yang bertentangan dengan adat istiadat, bekerjasama dengan dukun beranak yang kebanyakan Bidan dipanggil setelah keadaan Ibu dan Bayi sudah membahayakan, atau bahkan Bidan dipanggil ketika yang terisisa hanya plasenta yang tidak terlahirkan oleh sang dukun.

Sebenarnya, banyak sekali cerita suka duka Para Bidan di Indonesia, hanya saja belum banyak wadah untuk menampung semua itu. Sehingga, dituntut kreatifitas untuk menulis di blog atau catatan pribadi. Karena suatu saat, cerita tersebut akan berguna untuk orang lain.

Tulisan ini, saya tulis untuk mengapresiasi semua rekan Bidan di seluruh Indonesia yang telah dengan tulus mengabdi untuk masyarakat, untuk para Ibu dan Anak di Indonesia. Karena, Bidan salah satu tenaga kesehatan yang teramat karib dengan masyarakat. Bidan sangat mampu menjadi sahabat bagi perempuan, terutama remaja yang ingin mengetahui tentang kesehatan reporoduksi, tentang menstruasi dan permasalahan di dalamnya, tentang kehamilan, tentang imunisasi, tentang metode kontrasepsi, tentang anak, tentang perkembangan janin, bayi, balita, bahkan tentang kelompok lanjut usia.

Bidan memang memiliki keterbatatasan wewenang, namun kami tidak akan membiarkan diri kami keterbatasan ilmu pengetahuan.

Saat ini, Bidan semakin memiliki tempat dihati masyarakat. Bidan yang diharapkan tetap on track  dan sesuai dengan wewenang. Setiap profesi, pasti memiliki celah untuk berbuat yang tidak sesuai, namun ini godaan terbesar untuk kita, karena kita dituntut untuk menggunakan hati nurani dan logika yang sesuai ketika bekerja. Bekerja sesuai dengan wewenang, peraturan , prosedur yang sudah ditetapkan. Karena hal tersebut dibuat tidak lain dan tidak bukan memang untuk kebaikan bersama. Ketika seorang Bidan melakukan tindakan sesuai SOP, maka tidak akan ada lagi Bidan yang mal praktek. Kini, hampir Bidan diseluruh Indonesia sudah memperbaharui ilmu mereka dengan melanjutkan kuliah ke Diploma III Kebidanan, karena sesuai peraturan pemerintah bahwa yang diperkenankan untuk membuka praktek adalah Bidan dengan minimal kelulusan DIII yang sudah mengantongi izin praktek. Sebagai klien, harus mengekritisi hal ini karena Bidan yang berkualitas adalah Bidan yang sudah teruji dan terdaftar didalam organisasinya. Karena Bidan yang berkualitas adalah Bidan yang memahami wewenang dan peraturan. 

Sayangnya,kalimat "setiap orang memiliki kebutuhan" menjadi sebuah kalimat yang sering digunakan untuk membenarkan tindakan yang salah. Dan kebanyakan karena desakan kebutuhan membuat seseorang tidak lagi mempertimbangkan banyak hal. Contohnya saja, melakukan praktek aborsi ilegal, menjual bayi, merujuk ke Rumah Sakit tanpa indikasi yang sesuai, dan lain-lain.

Hal tersebut yang seharusnya ditanamkan sedari seorang calon Bidan berada di bangku kuliah. Uang memang penting, tetapi ada yang lebih penting dari sekadar jumlah rupiah. Yakni, nyawa. Karena kita bukan sedang berhadapan dengan benda mati, melainkan dengan makhluk bernyawa.

Saya mungkin salah seorang Bidan yang belajar untuk tidak sekadar menjadi seorang Bidan. Namun lebih dari itu. Ini yang saya pelajari ketika praktek di rumah sakit, di puskesmas, di klinik swasta dan saat ini saya tengah berada di sebuah desa yang cukup diterpencilkan di Jawa Timur karena lokasinya yang jauh dari peradaban, katanya. Namun proses belajar ini memang sebuah proses yang tidak mudah, akan berlawanan dengan banyak hal. Tetapi semua ini bisa kita lakukan dengan membiasakan yang benar.

Saya belajar bagaimana menjadi Bidan yang bukan hanya menerima pasien, membaca buku riwayat periksa, memintanya naik ke tampat tidur,lantas memberi tindakan dan yang terakhir berbasa-basi mengantarkanya pulang! No! ada yang terlewatkan pada alur itu! Yakni konsultasi. Didalam konsultasi, saya belajar untuk tidak seperti itu, saya memberi mereka waktu untuk bercerita. Saya mulai menerapkan ini ketika saya masih di Jakarta,dengan pasien yang lebih dari satu, dua, namun saya membiarkan mereka untuk mempunyai waktu lebih walau hanya sekadar menyampaikan keluhan-keluhan yang sudah mereka siapkan sejak berencana untuk memeriksakan diri pada saya. Menjadi pendengar, itu menuntut saya untuk memiliki pengetahuan yang jauh lebih banyak dan membuat saya belajar menjadi pendengar yang baik.. 

Itu salah satu yang harus kita lakukan sebagai seorang Bidan. Karena sejatinya, itu yang diharapkan oleh klien kita.

Share this:

0 komentar :