Sepotong Pagi

Mungkin tidak perlu mengingat, kapan aku mulai mencintai sepotong waktu yang tidak pernah aku abaikan..

Setiap kita memiliki kesepakatan dengan rangkaian waktu dimana kita memupuk rindu. Seperti membiarkan sinar pagi membawa energi masuk kedalam pori. Menyalurkan semacam panas namun tidak terasa, karena ia membiaskan.

Aku ingin kembali bercerita, kali ini tentang si gagah yang selalu nampak dipelupuk mata. Aku hanya perlu berjalan ke  halaman rumah bagian belakang untuk sekadar melihatnya tengah bermain dengan awan putih. Ada energi yang serupa dengan matahari, tetiba terbiaskan oleh mata. Seperti menyusup ke dalam adrenalin, lantas membiusnya hingga menimbulkan  efek relaksan.

Aku menyukai hal-hal yang membuat aku kian merasa karib dengan kedamaian. Pernah membayangkan hidup di desa, dengan aroma tanah semurninya, bau dedaunan yang membusuk ditepi jalan, merasakan air langsung dari sumbernya, menikmati sayur mayur tanpa perduli racun yang menyelimutinya. Membayangkan berada di pematang sawah dengan lumpur mengering disekitar sepatu boot. menikmati malam dengan langit nun bersih, menutup hari dengan mendengarkan senandung dari negeri jangkrik atau negeri katak. Ah, membayangkannya saja sudah membuat aku ingin hidup disana.. 

Kini, aku tengah berada didalamnya. Tidak lagi membayangkan, namun kini aku benar- benar berada ditempat yang aku sukai, sangat dekat dengan kedamaian. Disini, aku tak hanya menikmati alur ku, tetapi aku juga disugukan dengan kerukunan umat berbeda Tuhan. Aku menikmati hari minggu dengan melihat para jemaat tengah puji-pujian di gereja yang tepat berada di depan rumah. Sementara setiap malam ba'da magrib, aku pun disugukan dengan suara umat Sang hyang Widi tengah santiaji di pure tepat di belakang rumah. Dan aku, aku selalu menanti suara lantunan ayat Allah meski jarang terdengar namun tetap bisa dinikmati dari masjid di kanan rumah.

Jelas, sepotong pagi pun tidak pernah sama. Karna berbeda akan selalu menciptakan cerita yang tak juga sama. Sebab sepotong pagi adalah perbedaan yang nyata. Sederhana saja, perpaduan warna antara putih, biru, jingga, kelabu tidak pernah meminta untuk selalu bersama, namun dengan kesatuan mereka maka kita akan mensyukuri keindahannya.

Kaki senantiasa menapak pada bumi,
Sebab hidup tidak akan berhenti kembang-kempis seluas hati

Sepotong pagi akan selalu menyapa
Teruntuk kita, penikmat beda

Share this:

0 komentar :