Mengapa Zakat?

Bagi saya yang berasal bukan dari keluarga yang begitu agamais, Zakat menjadi tidak sekarib sholat dan puasa, terlebih lagi di desa tidak banyak orang yang membincangkannya. Meski sudah hidup dan tinggal di Jakarta sejak delapan tahun yang lalu, Zakat juga belum mencuri perhatian meski ia bisa jadi sudah mulai terpapar informasi tentangnya. 

Dilansir di Wikipedia, definisi Zakat adalah harta tertentu yang harus dikeluarkan seorang muslim yang diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya. Dan ia merupakan rukun Islam ketiga. Siapakah golongan yang berhak menerimanya? Bagaimana menunaikan Zakat? Apa bedanya Zakat, Infaq, Sodaqoh dan Wakaf (ZISWAF)? Dan aneka pertanyaan lainnya. (Please check it through www.dompetdhuafa.org)

Sejak 2014, Allah SWT mempertemukan saya pada sebuah lembaga yang berkaitan erat dengan Zakat. Lantas hal ini menjadi awal saya mengenal dunia Zakat, dunia baru untuk saya, dunia yang menantang dan menyenangkan. Bagaimana saya melihat banyak nilai yang lahir dari gerakan ini, seolah menjadi salah satu jalan keluar daribanyak masalah umat muslim yang ada.

Mengapa demikian? bayangkan saja, terdapat golongan yang berhak menerima Zakat yaitu umat muslim yang Fakir, Miskin, Amil, Mu'allaf, Hamba sahaya, Gharimin, Fisabililah, Ibnu Sabil. Jika kita lihat 8 golongan tersebut, beberapa dari mereka merupakan sasaran kunci dari pembangunan dan program- program yang ada di negara ini. 

Bagaimana pemerintah mati-matian berusaha mengentas kemiskinan, namun kemiskinan di negara kita seolah masih menjadi betah menjadi bagian dari mereka. Saya kutip dari tirto.id " Angka kemiskinan Indonesia pada September 2017 lalu berada di level 10,12 persen dengan jumlah absolut sebesar 26,58 juta jiwa. Pada 2016, sebesar 10,70 persen atau sebesar 27,76 juta jiwa."   Itu artinya, penerima zakat di Indonesia dari golongan Fakir dan Miskin masih sangat banyak. Lalu apa yang harus dilakukan untuk membantu mengentaskan kemiskinan di muka bumi ini?

Menariknya, dewasa ini banyak pihak yang melirik dana umat yang tidak lain tidak bukan adalah Ziswaf itu sendiri. Ada banyak lembaga yang menghimpun dana Ziswaf untuk kemudian disalurkan ke 8 golongan di atas. Konon ini menjadi salah satu upaya dalam mengentas kemiskinan salah satunya. 

Dalam perjalanan saya menjadi bagian dari lembaga amil zakat yang menyalurkan dana zakat melalui banyak program, membuat saya semakin memahami makna mengentas kemiskinan dengan Ziswaf menjadi benar adanya jika dilakukan dengan cara yang tepat. Mengapa demikian? Sebab saya menjadi salah seorang yang tidak menyetujui jika ada upaya pemerintah dalam memberikan bantuan kepada masyarakat dalam bentuk uang tanpa ada pendampigan dalam penggunaanya. Hal ini menyebabkan masyarakat semakin bergantung dengan pemerintah dan semakin terpupuk jiwa 'minta-minta' atau 'tangan di bawah lebih menghasilkan daripada tangan di dalam kantung celana'. 

Direktur saya pernah menyampaikan hal yang serupa terkait dana zakat kepada Republika.co.id, " Menurutnya, potensi zakat di Indonesia sangat besar. Tercatat, pada 2010 sekitar Rp 217 trilun terus meningkat pesat di 2016 mencapai Rp 286 triliun. "Potensinya besar tapi baru 5 persen dari lembaga zakat seluruh Indonesia, jadi sangat jauh dengan realisasi," ucapnya.

Saya merinding jika membayangkan potensi Zakat yang diprediksi benar-benar bisa dicapai. Hal ini berarti kesadaran masyarakat akan rasa peduli, saling membantu, tanggungjawab sosial, sikap yang semakin baik semakin meningkat. Betapa tidak? membayar zakat tidak akan dilakukan hanya karena berlatar belakang sebagai muslim saja, sebab faktanya seperti itu. Ketika perintah-perintah Allah SWT masih menjadi bahasa-bahasa Alquran saja, belum menjadi bagian dari praktik dihari-hari umat manusia. Dan kabar baiknya adalah penghimpunan dana zakat semakin meningkat tiap tahunnya, disusul dana infaq, sedekah dan wakaf. 

Duhai rekanan, saya sengaja menuliskan hal ini karena saya merasa sebagai anak muda, saya wajib mendukung pengembangan gerakan zakat. Tidak hanya karena saya adalah seorang amil, tetapi juga karena saya paham bahwa melalui dana ini bisa membantu sesama. Perlu kita ketahui bahwa untuk bisa mengentas kemiskinan, kita perlu bekerja sama. Tidak hanya pemerintah dengan non government organization saja, tetapi juga kerjasama dari si kaya dan si miskin agar ketimpangan tidak semakin merajalela. 

Saya ingin membangun citra bagaimana kerennya profesi menjadi seorang amil, apapun latar belakang pendidikan, jika kepedulian itu ada, maka akan sangat mudah mengembangkan gerakan ini. Menstimulan anak muda agar tertarik berzakat dan berbuat baik. Menebar nilai bahwa berzakat tidak hanya sekadar membayar 2,5% dari penghasilan atau harta yang dimiliki, tetapi juga bagaimana bisa menebar kebaikan dari dana yang terhimpun melalui amanah yang diemban sebagai amil. 

Ada pertanyaan, lalu apa kabar dengan profesi mu? Ohiya saya lupa jika saya merupakan seorang bidan yang juga praktisi kesehatan, ya tidak ada masalah. Saya tetap bisa menjalankan profesi saya sebab menjadi amil begitu leluasa dalam mengembangkan diri sesuai profesi dan minat. 

Dan mengapa zakat? Sebab ia menjadi salah satu perintah Allah SWT yang wajib dilaksanakan oleh seorang muslim yang sudah mampu. Maka, mari mampukan diri agar bisa membantu sesama, namun jika belum mari menjadi amil agar tetap bisa membantu mereka dengan jalan yang lain. 

Mari berzakat daripada dizakati :)

Share this:

0 komentar :