Dear, (Spion)

Seperti  gulungan ombak menenggelamkan pasir di bibir pantai, layaknya lelampuan dipinggir kota, semakin malam ia semakin redup, terdengar sayup dari sisi gelap

Dear, Ram

Sudah lama rupanya kita tidak saling berbagi cerita. Mungkin saja kamu sudah berirama dengan nada yang lain. Mungkin. 

Yang aku ingat, terakhir kali kamu menyampaikan permintaan maaf dalam pesan pendek yang kamu kirimkan lewat Gtalk. 

Kamu tulis disana " Maaf untuk semua "

Terdengar sekadar dan sederhana. 

Para bijak selalu berkata bahwa " Memaafkan adalah hal yang mulia ". Aku setuju dengan pernyataan mereka. Tetapi sayangnya aku memilih untuk tidak menjadi seorang yang mulia. Bukankah kamu yang sudah melenyapkan sisi kemuliaan yang aku punya?

Kamu ingat dengan semua kalimat yang kamu tujukan kepada seseorang yang kata mu sudah lupa seperti apa kamu pernah menaruh harapan padanya? Atau kamu sudah lupa dengan rangkaian kalimat yang mungkin jika orang lain yang membaca pun tidak akan pernah memaafkan kamu?

Mereka bertanya " Mengapa kamu masih nampak memusuhinya ?" oh men! Kalau saja kalian yang menjadi objek dari semua kalimat itu, mungkin akan lebih dari sekadar tidak memaafkannya. Aku tidak memusuhi atau pun membenci mu, Ram. Aku hanya tidak ingin ingat pun sekadar tahu tentang siapa itu kamu. Bagi ku, semua sudah cukup. Kalau saja kamu memilih cara yang baik untuk yang lalu, tidak sampai memilih kalimat yang mungkin lebih pantas untuk mereka yang memang tidak pernah  kamu ketahui. 

Ram, sebenarnya aku ingin memaafkan mu. Tapi setiap mengingat semua perlakuan mu, semua membatu dan membeku. Sudah satu tahun yang lalu. Semua pesan sudah lenyap dari kotak masuk, tidak ada yang tersisa satu pun hal yang berkaitan dengan mu. Tidak ada. Semua sudah lenyap. Tetapi tidak untuk kalimat-kalimat itu, sepanjang waktu ia selalu mengikuti, selalu menghampiri, selalu bernyanyi. Lantas bagaimana aku mampu memaafkan mu?

Kamu masih ingat kan dengan semua yang pernah kamu katakan setelah perpisahan itu,Ram? Jika kamu lupa, perlu aku ingatkan? Tapi untuk apa? Untuk membuat kamumerasa bersalah, lantas meminta maaf? Maaf bisa membuat kalimat itu terlupakan? Never, Ram! 

Ingat kamu pernah menanggapi kelakuan oknum yang berlaku tidak sopan dengan ku. Kamu bilang " Kenapa gak kamu tampar aja orang seperti itu. Kurang ajar!". Aku? berlaku kasar dengan orang ? Kalau saja aku perempuan seperti itu, Ram, kenapa tidak kamu dahulu yang aku hajar? but, i cant like that with whoever!

Seorang sahabat memberi saran, Ram. Dia bilang " Rasa sakit itu cukup kamu terima, karena gak akan bisa kamu lupain. Cukup kamu terima ". Gak ada pilihan, memang! semua memang harus diterima. Termasuk semua kalimat yang kamu tujukan, meski begitu hina, begitu tidak layak untuk dikenang.

Ah Ram, belajarlah menjadi seorang yang tidak sempit dalam memandang hidup. seperti yang kamu ajarkan dahulu. Tuhan sudah bilang berulang kali tentang perempuan, Perempuan memang diciptakan dari rusuk yang paling bengkok. Dan untuk meluruskannya, kamu tidak bisa menggunakan kekerasan. Perempuan mana pun, ia diciptakan dari rusuk yang bengkok. Untuk meluruskannya, kamu harus memahami cara terbaik yang Tuhan ajarkan.

Aku banyak belajar,Ram. Dan aku hanya ingin berbagi, bukan menggurui. Aku terlampau serakah dengan dosa. Dan aku ingin perbaiki selagi nafas masih bisa bersahabat. Mungkin aku memang harus mengakui bahwa aku memang makhluk yang hina dina, mungkin.

Share this:

0 komentar :