Elegi 'Kampung Halaman'

" Someday, we have to back, back go home "



Terinspirasi dari Obrolan virtual yang berlangsung semalam lantaran saya menanyakan paket photo studio dengan seseorang yang saya anggap sudah seperti saudara sendiri. Titah, panggilan saya kepadanya, seorang Ibu yang tengah menjadi salah satu perpanjangan tangan dari salah satu departemen di Kementerian. 

Sebelum menikah, Titah salah satu bagian dari tatanan birokrasi yang ada di Pemda kampung kami. Begitu pahamnya terkait 'isi dalam' birokrasi. Sebenarnya, jarang sekali kami ngobrol dengan tema seserius ini, tentang potret Indonesia pada kacamata kampung halaman kami. Pada akhirnya membicarakan tentang ini pun ulah pertanyaan saya yang menanyakan prihal beasiswa untuk putera daerah. Jujur saja, saya begitu cemburu pada salah seorang teman saya asli dari daerah Aceh yang begitu didukung oleh pemerintah daerah untuk pendidikannya. Aceh menyiapkan banyak beasiswa untuk pemudanya yang ingin melanjutkan kuliah di Indonesia pun luar negeri. Sementara kampung saya? 

Tetapi cemburu itu sekadar memotivasi saya untuk berbuat lebih. Jika kampung halaman saya belum 'melek' untuk hal serupa, mungkin ada hal lain yang harus saya perbuat untuk membuat kampung halaman menjadi sebuah kampung dengan segala manfaat.

Siapa bilang saya terlalu fanatik? No! kampung halaman saya itu berisi keragaman. Bukan pribumi saja yang berkuasa. Bahkan lebih banyak pendatang yang mempunyai kesempatan untuk berkuasa, meski tidak sedikit mereka layaknya kucing liar yang datang kerumah orang lain untuk mengambil semua makanan lantas memakannya hingga kenyang, baru memutuskan untuk pulang. Tetapi juga ada sedikit bagian darimereka yang juga memikirkan nasib rakyatnya, sedikit. Perlahan, mulai nampak ada barisan yang mulai sadar bahwa kampung halaman harus dimerdekakan dari keserakahan. Inilah wajah Negeri tercinta ini, saya teramat menyukai kaliamat ini " Penyakit akut itu bernama Korupsi ", kutipan dari salah satu tokoh Menjadi Indonesia.

Dengan jumlah penduduk delapan juta lebih yang memadati kampung saya, dengan kemampuan sumber daya manusia yang juga patut diperhitungkan, dengan segala kelebihan dan kekurangan aspek, kampung saya masih berada dalam sebuah batasan perkembangan. Sayangnya sumber daya manusia yang patut diperhitungkan ini lebih memilih untuk berada diluar 'kubangan'. Karena untuk berada didalam kubangan tersebut tidak cukup membawa niat dan kemampuan, tetapi juga siap kotor dan mempunyai daya tahan terhadap banyak hal.

Menyadari hal tersebut tidak mudah, banyak putera daerah memilih untuk berjuang di negeri orang. Mungkin, jauh didalam hati mereka, mereka ingin suatu hari menjadi salah satu bagian dari pembangunan. Turut dalam perbaikan pembangunan daerah, turut dalam merumuskan bagaimana meningkatkan kualitas anak-anak daerah. Bukan sekadar untuk kepentingan kelompok, organisasi atau bahkan pribadi. Akan sulit sekali membentuk karakter yang seperti itu, karena manusia teramat lemah ketika sudah dihadapkan dengan nafsu berwujud kekuasaan dan materi.

Tetapi rasa optimis itu tidak pernah mundur. Ia selalu berada di depan bergandengan bersama mimpi. Mimpi yang dibangun dengan usaha dan niat, bukan mimpi sekadar dirangkai seperti sarang laba-laba, yang sudah dirangkai sedemikian rupa dan kuat, namun karena salah tempat, ia disapu begitu saja ulah membuat kotor atap rumah.

Senang ketika mendengar adik-adik di SMA yang  lulus seleksi di Universitas ternama di Indonesia, bangga membaca bahwa salah satu dari yang pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan adalah seorang kelahiran Tanjung Karang, Haru ketika bertemu dengan Menteri Kesehatan terdahulu yang merupakan putera asli Liwa, Lampung Barat, bahagia saat melihat banyak komunitas anak muda yang begitu aktif dalam mencari inspirasi dari banyak tokoh melalui kegiatan sederhana dengan orang- orang sederhana yang luas biasa.Hal tersebut sangat menginspirasi, bahwa kampung halaman kita yang masih banyak tertinggal langkah juga sudah melahirkan banyak orang hebat yang tidak dikenal oleh generasi bahwa mereka juga terlahir dari bumi sang ruwai jurai.

Namun tidak bisa dipungkiri bahwa setiap ada kebaikan pasti ada kejahatan. Mendengar pertikaian di Mesuji yang begitu tidak manusiawi, mendengar berita tentang perampokan, pemerkosaaan, pembunuhan, narkoba dan lain- lain. Ya, That's the fact!  betapa mudahnya kejahatan itu dilakukan. Hal ini tidak saja terjadi dikapung saya, tetapi juga di daerah lain, di Indonesia pun di Dunia. Alasannya? tidak akan ada pertikaian jika semua perut orang kenyang. Tidak ada yang  kelaparan, tidak ada yang hidup dengan beratapkan langit. Tidak akan ada perampokan, pembunuhan dengan modus pencurian jika kesenjangan itu tidak dibangun setinggi- tinggi langit. Tidak akan ada pemerkosaan, narkoba dan lain -lain jika semua pemuda sibuk dengan aktifitas membangun diri membangun negeri. 

Tapi ah ya, akan ada pertanyaan," begitu sempurnanya kah hidup kita ketika semua itu terwujud?"
 Terkait hasil, bukankah itu hanya bonus dari proses yang kita jalani? 

Tanah air ku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidakkan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai
Walaupun banyak negeri kujalani
yang mahsyur permai di kata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Disanalah ku rasa senang
Tanah ku tak kulupakan
Engkau kubanggakan

Tanah air ku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidakkan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai



 ( Ibu Soed )

Share this:

0 komentar :