TULIS TANGAN

By Feny Mariantika Firdaus

    • Facebook
    • Twitter
    • Instagram
Home Archive for Maret 2018
Officially, 28 years old!

Alhamdulilah, setiap tahun masih bisa melewati tanggal 25 Maret. Meski tidak ada beda dengan hari-hari yang lain, namun tetap pada hari itu saya berusaha meningkatkan rasa syukur saya kepada yang menciptakan saya, Allah SWT. 

Saya tidak pernah bisa membayangkan sebelumnya, bagaimana hari-hari saya berlalu, naik turun, jatuh bangun, derai air mata, suka cita dan segala macam rasa di dalamnya. Tidak selalu statis dengan kebahagiaan dan rasa syukur karena kadang saya futur dan kabur dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan bagi saya pribadi. 

Tetapi sebagai seorang manusia, secara personal saya tidak bisa sedikitpun tidak mensyukuri segala nikmat yang diberikan baik dalam bentuk anugerah maupun ujian. Sebab karena keduanya saya bisa sampai pada kondisi saat ini, yang bisa dibilang sudah jauh lebih baik namun tetap harus menjadi lebih baik lagi atas diri saya sendiri.  

Teramat berterimakasih kepada Allah SWT yang tidak henti mencurahkan rahmatNya kepada saya tanpa melihat dosa-dosa yang sudah saya buat. Setiap saat Dia senantiasa menjaga saya agar selalu berbuat baik untuk diri saya dan orang lain. Saya merasakan benar bagaimana Allah tidak pernah meninggalkan saya dalam keadaan terburuk sekalipun. Maka, seringkali air mata tidak dapat dibendung kala mengingatNya, kebaikanNya dan segala nikmat yang diberikanNya. Bagaimana sebagai umat Muhammad SAW saya masih jauh dari sunnahnya, masih membutuhkan banyak upaya agar bisa benar-benar menjadi umatnya seperti yang diharapkan.

28 tahun bukan waktu yang sebentar. Saya tidak bisa memastikan apa-apa selain menjalani semua hal yang tidak pasti bagi saya namun menjadi kepastian bagi Allah. Setiap saat berusaha untuk menjadi hamba yang baik, karena hamba yang baik bagi Allah akan menjadi manusia yang baik juga untuk sesama.

Barakallahu fii umrik, diri sendiri. 

Semoga doa-doa dari siapapun saudara yang mendoakan untuk saya, diijabah oleh Allah SWT dan memberikan kebaikannya pula pada yang mendoakan. Kado terbaik dari Allah adalah kehidupan yang dikelilingi oleh orang-orang baik yang mengingatkan pada Allah dan waktu yang masih diberikan Allah untuk bersama menebar kebaikan. Semoga waktu kita di dunia bisa membuat kita bahagia setelah kehidupan ini. Semoga kita bertemu di tempat yang terbaik dari yang sudah Allah sediakan. 


Mari terus memperbaiki diri sendiri dan menebar kebaikan untuk sesama. 
Kenapa judul tulisannya bahasa Inggris? Biar simple aja. 

***

Pagi ini sebelum mengerjakan pekerjaan kantor, seperti biasa saya datang lebih awal untuk mereview pekerjaan saya sebelumnya. Hingga saya menemukan tulisan di buku catatan saya, tulisan berbahasa Inggris yang pernah saya tulis saat saya di pesawat. 

" When life like a traffic light, I just can wait the lights will change without efforts to change it"

Sepotong kalimat yang saya kutip dari catatan empat lembar yang berisi tentang isi hati saya akhir-akhir ini. Sebuah pemaknaan yang sederhana namun sangat -iya di hati saya. 

Banyak dari kita yang saat ini mundur dari panggung sandiwara dan memilih hidup di belakang layar. Hidup dengan apa adanya, semangat yang disesuaikan juga impian-impian yang jauh lebih realistis. Semakin hari kita semakin lelah dengan tuntutan-tuntutan yang tak bertuan, tuntutan yang hadir bukan karena rasa tanggungjawab melainkan hasil dari perbandingan dengan kehidupan orang lain. Nyatanya, semua itu semu dan membuat kita lelah mengejar bayangan diri sendiri. 

Saya menyadari bahwa kehidupan saat ini menjadi amat berbeda, ada banyak nilai yang dianggap sudah tidak sesuai, ada budaya-budaya yang sudah semakin berkembang mengikuti jaman, tetapi ada juga yang tidak hilang dan berubah yaitu waktu. Sedari abad sebelum Masehi hingga saat ini, waktu masih 24 jam, 1 jam masih 60 menit, 1 menit masih 60 detik. Saya paham benar bahwa waktu ini memiliki batasan, ia sangat terbatas. Maka dengan sadar saya ingin sekali menggunakannya dengan maksimal. 

Meski keinginan ini kadang membuat saya seperti mengejar bayangan saya sendiri. Pernah suatu hari saya merasa kehilangan tenaga hingga membuat saya hanya bisa terbaring di tempat tidur, tidak sakit hanya ya seperti kehabisan tenaga. Dan pada waktu yang bersamaan, saya menyadari bahwa dalam satu pekan saya tidak beristirahat dengan baik. Padahal jika diingat lagi, pekerjaan saya hanya menghabiskan waktu 8 hingga 10 jam per hari, sisa 16 jam saya berada di rumah dengan aktivitas sederhana. Jika tidak menulis, membaca buku, ya menghabiskan waktu di depan laptop dan handphone. Dengan rutinitas seperti itu, saya merasa waktu yang saya gunakan masih belum maksimal, masih belum bermanfaat secara optimal. 

Dengan begitu saya berusaha untuk menggunakan waktu saya dengan lebih baik lagi. Dengan melibatkan diri pada komunitas sosial, dengan berolahraga, dengan berlatih bahasa dan berbincang secara virtual dengan keluarga. Tapi pertanyaan yang ada dipikiran saya "Apakah sudah lebih bermanfaat?"

Saya hanya tidak ingin hidup hanya menunggu kapan ia akan berubah, seperti kutipan dari catatan saya. Saya ingin melakukan banyak hal untuk membuat kehidupan saya berubah menjadi lebih bermanfaat, tentu harus bertindak, harus bergerak, tidak bisa menunggu, tidak bisa hanya menanti waktu bergerak. Maka untuk bisa memanfaatkan waktu dengan maksimal dan sebaik mungkin, saya memilih untuk mengambil tantangan dalam pekerjaan, mempelajari banyak hal, menuntut ilmu, dan menemukan peluang-peluang menebar manfaat lainnya. 

Bisa jadi tidak hanya saya yang menginginkan hidup yang lebih bermanfaat lagi, dan tentu saja tidak hanya saya yang ingin disayang Tuhan lalu masuk surga. Tetapi sebelum jauh ke sana, saya hanya ingin menjadi seseorang yang tidak menyia-nyiakan waktu, karena kita paham sekali bahwa waktu ada limitnya. Setiap kita memiliki limit yang berbeda, sehingga tidak adil jika harus ada perbandingan antara kita. Dan memang tidak perlu membuang waktu untuk membandingi hal yang tidak bisa dibandingkan. 

Saya berharap kita semua bisa mengisi waktu luang dengan baik, tidak harus dengan menulis, bisa dengan berdoa, bisa dengan mengerjakan hal-hal kecil namun bermakna.

Wah tulisan macam apa ini yang judulnya saja sudah seperti itu? Eits, jangan berprasangka dulu karena sebenarnya saya akan membahas candu yang positif. Kali ini saya akan membahas bagaimana bisa melibatkan diri dalam lingkaran yang positif atau bahasa provokatifnya adalah positif candu!

Saya sering sekali bercerita dengan orang-orang yang saya rasa perlu mendengarkan cerita dari saya. Cerita bagaimana sejak sekolah menengah pertama saya sudah sibuk dengan kegiatan di luar kegiatan sekolah. Meski saya tinggal, hidup dan menuntut ilmu di sebuah desa atau kecamatan yang masih tertinggal, bukan berarti saya hanya menjadi remaja yang mengurung diri di kamar menanti perjodohan saja (kayak ada yang mau dijodhin sama gue aja!hahaha). Pada saat itu saya memutuskan untuk aktif sebagai anggota osis dan beberapa ekstra kurikuler lainnya. Bagi saya, ada kesenangan tersendiri ketika saya bisa bertemu dengan banyak orang, banyak guru, berlatih banyak hal dan memiliki kegiatan positif. Dan bisa sebagaihiburan karena di keseharian saya tidak lebih dari sekadar rumah dan sekolah. Maka, kegiatan ekstra ini sangat berarti bagi saya. 

Kecanduan saya pada kegiatan serupa berlanjut hingga SMA. Tidak hanya 1 esktra kurikuler, melainkan hampir semua kegiatan tambahan di seolah saya ikuti. Mulai dari karya ilmiah remaja, OSIS, drumband, pramuka, rohis, kelas bahasa, menggola mading, paksibra hingga lomba dan olimpiade lainnya. Semua kegiatan tersebut berbeda jadwal sehingga saya masih bisa mengelolanya dengan baik. 

Saat menjadi mahasiswa, meski di kampus saya minim kegiatan yang serupa, saya mencarinya hingga ke kampus lain bahkan ke komunitas-komunitas di Jakarta. Mulai dari komunitas menulis, keagamaa, pecinta alam, dan komunitas-komunitas penggiat masyarakat dan kerelawanan. Nah, maka jiwa dan passion saya kian terbentuk saat semua hal ini bisa saya lakoni hingga saat ini. 

Banyak sekali rekan-rekan saya yang sering mempertanyakan aktivitas saya tersebut. Bahkan keluarga saya sendiri pernah mempertanyakan mengapa saya begitu peduli dengan hal-hal yang jika dipikir baik-baik bisa jadi bukan tanggungjawab saya. 

Jawab saya sederhana, ini adalah candu, bahkan kadang lebih dari sekadar candu atau mungkin lebih tepatnya ini sudah menjadi kebutuhan. Terbukti dengan taman baca yang saya buat ketika saat bertugas sebagai Pencerah Nusantara atau masih terlibat aktif mengikuti komunitas Kelas Inspirasi Jawa Timur pada tahun 2014. Menginisiasi Kelas Inspirasi Jayapura saat pindah tugas ke Papua, terlibat dalam kegiatan taman baca di Sentani, Kabupaten Jayapura, dan aneka kegiatan yang berusaha dikembangkan di manapun saya berada. Atau 'kefanatikan' saya sebagai relawan Indonesia Mengajar yang bersedia menginisiasi Indonesia Menyala di daerah-daerah.

Dunia sosial bagi saya memiliki tempat tersendiri, hingga bekerja di lembaga sosial menjadi pilihan yang tepat bagi saya saat ini, dengan demikian saya tidak hanya bekerja mengembangkan diri dan karir tetapi juga tetap lekat dengan mereka, masyarakat yang sebenarnya membutuhkan apa yang kita kerjakan dengan susah payah. 

Saat ini saya berada di ujung barat Sumatera yakni di Aceh. Meski terlihat sudah maju baik secara pembangunan maupun manusianya, tetapi saya merasakan hal yang berbeda, di mana culture yang ada masih membentuk sebagian mereka tidak jauh berbeda dengan kondisi mereka 10-20 tahun yang lalu. Maka melalui pengembangan program kesehatan di sini, saya juga melibatkan diri dalam pengembangan kerelawanan di sini. Di mana masih banyak celah agar bisa berbuat banyak dan menebarkan kebaikan dan membawa perubahan yang positif untuk masyarakat yang membutuhkan di Aceh khususnya. 

Saya secara pribadi berupaya mengajak siapapun teman bicara saya untuk tidak frozen society terhadap permasalahan di sekitar. Sebab masalah-masalah kecil dan sepele bisa jadi besar tatkala tidak satupun orang peduli akan hal tersebut. Contoh keci saja sampah, jika kita hanya mengandalkan petugas kebersihan untuk membersihkannya, maka kota bersih dan indah akan menjadi impian belaka. Sebab mereka tidka 24 jam bertugas, sementara kita menghasilkan sampah 24 jam tanpa henti. 

Ajakan saya tidak selamanya persuasif yang baik, kadang saya bubuhi dengan sarkasme atau nyinyiran juga ketika saya memang sudah tidak mampu berbicara dengan baik. Karena sebagai personal, saya sangat geram harus menyaksikan praktik-pratik tidak sehat yang ada di sekitar kita. Seperti ada gimick yang menuliskan " SD 6 tahun, SMP 3 tahu, SMA 3 tahun, kuliah 4 tahun maish buang sampah? yg lo pelajarin apa aja??". Kita bisa bayangin perasaan orang yang pertama kali menulis itu seperti apa? Tentu saja sudah teramat geram dengan kebiasaan masyarakat kita untuk masalah pengelolaan sampah. 

Belum lagi masalah-masalah lainnya. Nah, salah satu misi yang saya emban adalah bagaimana kamu, teman kamu, tetangga kamu, teman saya, tetangga saya bisa sadar dan peduli nih dengan masalah-masalah yang ada di sekitar kita. Bayangin deh kalau ada 10 anak yang tidak bisa membaca tetapi ada 1 orang yang bisa lalu mengajarkannya, maka masalah 10 anak tadi bisa terselesaikan. Saat ini akar masalah dari masalah yang ada di negara kita apa sih? Salah satunya hal yang sedari tadi saya bahas kan? Lalu apa jalan keluarnya? salah satunya dari tadi juga sudah dibahas choi..

Singkat cerita, saya pingin ajak kamu-siapapun kamu yang baca blog ini untuk membuat list masalah yang ada di sekitar kamu 10 aja. Ambil kertas dan pensil atau pen, kamu pikirin baik-baik, kamu tulis satu-satu masalah yang ada di sekitar kamu dan dampak buruknya itu terasa oleh banyak pihak. Nah kalau sudah dapat, kamu tulis lagi apa yang bisa kamu lakukan untuk membantu menyelesaikan masalah itu. Catatan, tulis yang sekiranya bisa kamu lakukan aja. Contoh: di sekitar rumah saya banyak sampah plastik, yang bisa saya lakukan untuk mengatasi itu adalah dengan tidak membuang sampah plastik yang dihasilkan oleh rumah saya ke area pembuangan itu. Atau contoh lain, di sekitar rumah saya ada parit atau irigasi rumah tangga, warna airnya hitam dan tidak mengalir. Halyang bisa saya lakukan adalah membersihkan irigasi tersebut dengan mengajak teman-teman saya yang kebetulan rumahnya di sekitar rumah saya. Contohnya seperti itu. 

Kita bayangkan jika kecanduan kita pada hal-hal yang baik dan bermanfaat seperti ini, maka kita bisa optimis dengan perkembangan negara kita kedepannya. Abaikan deh status kamu saat ini, jangan bingung atau minder bisa melakukan apa jika kamu saat ini adalah seorang siswa atau mahasiswa atau bahkan anak yang putus sekolah. Coba saja dulu bikin list yang tadi, maka pasti kamu bisa menemukan apa yang bisa kamu lakukan. Kecanduan hal yang positif dan membawa manfaat itu menyehatkan dan membahagiakan loh! 

Tunggu apalagi, list dan share ya apa yang kamu dapatkan dari pengalaman seru ini. 

Tepatnya 05 Mei tahun 2014 saya pertama kali menginjakkan kaki di tanah cenderawasih. Cerita personal bisa dinikmati melalui beberapa tulisan saya sebelumnya bisa dibaca di https://satulistangan.blogspot.co.id/2016/06/kita-papua.html

Pada tahun pertama, saya menginisiasi program berdasarkan permasalahan yang ada di lapangan (hasil need assessment) dan hasil cross check melalui data sekunder dari Dinas Kesehatan dan Badan Pusat Statistik (BPS). Saat melalukan need assessment tentu saja saya sudah mengantongi data sekunder, saya diberikan informasi tambahan oleh kader posyandu maupun ketua RT/RW dan juga warga setempat. 

Saya ingat sekali, dari data yang ada penyakit paling banyak di Kota Jayapura adalah ISPA dan Malaria. Tentu saja bukan hal yang aneh mengingat Papua memang merupakan salah satu wilayah atau provinsi dengan risiko tinggi malaria atau endemik malaria, yang kemudian disusul dengan penyakit kulit, penyakit saluran pencernaan,penyakit tidak menular dan penyakit menular seksual. Data sekunder selanjutnya saya dapatkan juga dari Komisi Penanggulangan HIV AIDs atau KPA serta NGO terkait. 

Sambil mematangkan konsep, pergerakan pertama saya adalah menyasar pada kelompok anak usia sekolah yaitu PAUD, TK dan SD. Meski seorang diri, hal tersebut tidak menjadikan hambatan bagi saya, karena pada bulan-bulan awal saya sudah bisa melibatkan relawan lokal. Hingga akhirnya saya mulai memiliki karyawan dan mitra. 

Pilot project yang saya terapkan di PAUD dan TK bernama Pekan Bergizi, yang didalamnya termasuk tentang bagaimana pola hidup bersih dan sehat. Project ini saya design dengan konsep yang ringan agar mudah diterima oleh anak-anak. Selain edukasi melalui lagu, saya juga memberikan contoh-contoh makanan ringan yang bergizi sehingga bisa menjadi snack atau bekal mereka ke sekolah. Contoh-contoh makanan tersebut hasi karya Ibu PKK dan guru yang ikut lomba pada rangkaian acara launching kantor LKC Dompet Dhuafa Cabang Papua pada 31 Agustus 2014. 

Selain project tersebut, saya juga sudah menginisiasi project yang berkenaan dengan Kesehatan Reproduksi atau Kesehatan Remaja. Saya mengawalinya di Pesantren dan panti asuhan di sekitar kantor. Materi yang saya sampaikan seputar kesehatan reproduksi, dengan malu-malu mereka berusaha mengikuti topik dari materi dan video yang saya jelaskan. 

Saat mengembangkan program kesehatan reproduksi ini, saya juga melibatkan seorang teman dari PKBI yang membantu saya untuk bisa mengakses kerjasama dengan fakultas/kampus-kampus serta asrama mahasiswi yang berada di sini. Dari  data yang saya dapatkan, angka aktivitas seksual berisko di Papua sangat tinggi. Sejalan dengan angka HIV positif yang semakin tahun semakin meningkat. Didukung dengan laporan terkait penyakit menular seksual yang semakin hari kasusnya semakin beragam. 

Berangkat dari data dan fenomena yang ada, saya dan tim semakin antusias dalam mengembangkan project ini menjadi program yang terpadu, yang bisa mendampingi semua kelompok berisiko tanpa ada diskriminasi dan stigma-stigma yang menyudutkan mereka. Kami tidak ingin fokus pada angka-angka saja atau fokus dalam kasus-kasus yang diangkat oleh media, tetapi kami ingin benar-benar melibatkan mereka, remaja maupun kelompok-kelompok berisiko lainnya turut andil dalam pengembangan program ini, sehingga bisa membantu mereka dalam menjaga kesehatan diri mereka.

Project ini dimulai dengan memberikan edukasi di asrama remaja putri dari sebuah daerah di pedalaman, selain memberikan materi, kami juga menonton film bersama. Film yang menceritakan bagaimana pergaulan yang berisiko itu bisa menghancurkan masa depan. Dari raut wajah dan pertanyaan mereka, saya kemudian semakin memahami bahwa mereka juga takut akan hal ini. 

Aktivitas demi aktivitas saya lakukan, baik di wilayah Kota Jayapura maupun hingga ke pulau seberang. Mulai dari belasan orang hingga puluhan. Hingga akhirnya pada tahun 2015 hingga 2017, project ini bisa dikukuhkan menjadi Program Kesehatan Reproduksi dan project pekan bergizi bisa dikembangkan menjadi program Anak Indonesia Sehat yang tentunya memiliki target yang lebih luas dan intervensi yang lebih terintegrasi. 

Masih lekat dalam ingatan saya betapa menantang tahun pertama mengembangkan program kesehatan di Papua seorang diri. Namun saya teramat berterimakasih pada Allah SWT karena memberikan saya kesempatan untuk belajar tanpa batas. Saya belajar banyak hal, tidak hanya sebagai praktisi kesehatan, tetapi juga sebagai seorang perempuan yang mengabdi di perantauan. Pada tahun 2014,resmi merekam jejak di mana cerita pengabdian ini dimulai. 
Menjadi seorang Anya berarti harus menjadi perempuan tangguh tanpa batas. Menjadi "larangan" menampakan kesedihan atau rasa lain yang tidak menyenangkan. Sejak kecil, aku sudah terbiasa menjadi seorang bocah tanpa rasa atau kata lainnnya tidak boleh merasakan apapun. Jikapun boleh aku merasakan, itu berarti hanyalah ketegaran. Tidak ada satu emosi pun yang boleh keluar selain kebahagiaan yang sering dipalsukan. 

Terlahir dari keluarga yang nyaris miskin, dilengkapi dengan pertengkaran keluarga, lingkungan yang tidak sehat di mana masih banyak pencuri, saling ghibah iri dengki dan penyakit hati lainnya. Aku banyak menghabiskan waktu di rumah, tidak untuk menonton tv sebab tidak ada tv, sehingga hanya di kamar atau membaca buku pelajaran yang sudah tidak bisa dihitung berapa kali dibaca. 

Sejak kecil, aku telah menyimpan rapi semua memori ini. Setiap memori yang mayoritas berisi hal-hal tidak menyenangkan. Jika anak-anak seharusnya berbahagia, sejak kecil aku sudah mempertanyakan mana kebahagiaan untuk Anya? 

****

Setiap hari sebagai Bidan, aku selalu pergi ke desa-desa dengan jadwal yang berbeda-beda. Meski sebagai seorang Bidan, aku tidak hanya membantu Ibu hamil dan bayi saja tetapi juga masyarakat dari kelompok usia lainnya yang membutuhkan pelayanan kesehatan yang masih mampu aku berikan.  Aku akan senang sekali ketika sampai di desa sudah disambut oleh mereka yang sudah duduk rapi menunggu kedatangan Bidan Anya. 

Ada banyak senyum dari anak-anak bermata bening, ada senyum dari nenek dan kakek yang sudah layu dimakan jaman, ada bapak-bapak yang masih menjadi ahli hisap rokok dan yang lainnya. Dalam sehari, aku bisa memberikan pelayanan kesehatan kepada 20-50 orang. Lelah? pasti. Menyenangkan? sangat!

Senyum dan kebahagiaan mereka menjadi salah satu sumber kebahagiaan tidak hanya sebagai bidan tetapi juga bagi diri sendiri. Aku merasa memiliki arti, memiliki makna dari kehidupan yang hampa ini. Tidak jarang dari mereka datang hanya untuk berbincang-bincang. Seperti beberapa anak muda yang selalu datang untuk bertemu ketua geng, ya aku dinobatkan sebagai ketua geng mereka karena aku selalu mengisi materi tentang pengembangan diri remaja. Mereka hanya lima orang, ada Janggir, Harun, Sadek, Mahir dan Lifah. 

Bagi mereka aku merupakan sosok kakak yang galak namun teramat membantu mereka dalam belajar. Meski tidak dapat melanjutkan sekolah menengah atas, namun mereka tetap ingin belajar. Sehingga tidak jarang aku membawakan mereka buku-buku yang mereka pesan dan ingin dibaca. Janggir dan Lifah ingin sekali mengikuti ujian paket agar suatu hari bisa mencari kerja di kecamatan atau kota. Sementara Harun,Sadek dan Mahir akan berusaha untuk menjadi polisi atau tentara. 

Setiap hari, aku selalu menghabiskan waktu untuk ke desa-desa. Bertemu dengan orang-orang yang berbeda. Secara umum, aku harus memberikan pendampingan dan pelayanan di tiga desa, dalam 1 minggu terdapat 6 hari kerja sehingga setiap desa memiliki 2 kali kunjungan. 


****

Sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, aku menjadi pihak yang paling sering ditekan. Kondisi tersebut membuat aku tumbuh seperti ini. Perasaan tidak berarti semakin hari semakin nyata. Perasaan tidak memiliki siapa-siapa seperti bayangan di malam hari, begitu jelas terlihat. Jika ada yang mengatakan kita hari ini dibentuk oleh kita di masa lalu, maka teori itu sungguh benar buatku. Aku teramat menyadari hal itu, aku mengakui jika aku masih belum bisa memaafkan masa-masa yang lalu. Masa di mana aku hanya sakit seorang diri. 
Seperti jarum jam yang tidak mengenal kata berhenti kecuali terjadi masalah pada baterai atau mesin. Ia terus berjalan sesuai ritme dan aturan, tidak pernah berusaha mempercepat atau memperlambat. Ia bergerak sesuai porosnya.

Tidak beda dengan kendaraan yang lalu lalang di jalanan Ibukota. Mereka melaju dengan kecepatan yang berbeda-beda, sesuai dengan tujuan masing-masing dari mereka. Aku hampir tiap saat mau tidak mau menyaksikan kedua pemandangan ini, meski jauh di alam pikir sedang bekerja dengan hal yang lain. 

Sesekali aku menikmati dahan pohon yang digerakan oleh angin, sesekali aku terkikih melihat gambar-gambar yang berada di newsfeed instagram, dan beberapa kali aku harus memejamkan mata dan menggerakan tubuh agar bisa lebih rileks. Semakin hari semakin tidak mengerti atas keinginan diri, terlalu berambisi dengan kesempurnaan, meski aku tahu itu sebuah kemustahilan. 

Ambisi yang serupa akan hubungan  dengan seseorang yang dahulu seolah menjadi pusat segala perhatian, yang pada akhirnya hanya memperluas luka. Sebab ia datang lalu pergi, datang kembali sebelum akhirnya memutuskan pergi selamanya. 

***

Pagi ini aku menghabiskan segelas kopi asli Lampung, konon kopi kesukaan dari Bapak, sembari berharap tidak akan memicu penyakit klasik, ditemani beberapa potong pisang goreng yang tidak perlu menunggu hitungan jam sudah lenyap.

Bahagia. Sejak dahulu selalu berupaya mendefinisikan dan mengurai salah satu emosi yang selalu diinginkan oleh setiap makhluk. Beragam cara ditempuh hanya untuk merasakannya. Begitu berharga emosi yang satu ini rupanya.

Sama persis seperti apa yang aku alami. Jatuh bangun mencari kebahagiaan, hingga beralih jalan agar bisa membangunnya sendiri, namun masih belum berhasil hingga menggantungkannya pada yang lain, baik benda hidup pun yang mati. Berganti-ganti cara beribadah, keluar masuk tempat ibadah, menghabiskan banyak teori tentang bagaimana mendapatkan kebahagiaan yang sejati. Hingga akhirnya menyadari, aku hanya membuang waktu mencari satu hal yang keberadaanya sangat dekat dengan diri.

Perjalanan panjang itu kini membawa aku pada hari di mana aku akan menghabiskan waktu menciptakan kebahagiaan itu di sini. 

Tumpukan buku sudah tersusun rapi, nampak lebih hidup dibandingkan hari pertama ada di sini. Tidak ada yang berbeda tentang rasa, sepi masih menjadi berteriak untuk ditemani. Masa ini seperti masa pemulihan dari rasa sakit kehilangan banyak hal, namun yang paling terasa derita adalah kehilangan kesempatan untuk membuat kenangan indah. Jarak seolah muncul ke permukaan sebagai pembatas tanpa ada cara menembusnya. 

Kata-kata semakin menjelma melalui tulisan dan tidak lagi suara. Atau kadang ia hanya berada di kepala. Hidup terasa hampa tanpa suara. Menikmati hari tanpa benar-benar merasakan nikmatnya. Aku mulai lupa pada semua yang aku miliki di masa lalu, sebab pertanyaan yang tersisa hanyalah mau dibawa kemana kehidupan selanjutnya tanpa dia. 

Setiap memulai hari selalu ada pertanyaan yang mengawali terbukanya mata " Apa yang harus aku lakukan untuk melewati hari ini?". Sebuah pertanyaan yang begitu kontras dengan kehidupanku beberapa minggu yang lalu. Kemana pergi energi yang selama ini aku punya? Yang tidak pernah jatuh melawan arus ibukota, yang tak pernah rapuh digerus oleh kesibukan lembaran kertas hingga tengah malam, yang tidak pernah melemah meski tubuh sudah melambaikan bendera putih. 

Tidak ada jawaban yang pasti, sebab apa yang terjadi hari ini, aku memilih untuk seperti ini. Kini aku hanya perlu duduk di beranda rumah, ditemani satu botol air dan keheningan hari. Dengan tenang aku mampu menulis seperti biasa, tanpa harus terdorong sedemikian rupa. Aku menulis dengan riang gembira, meski yang aku tulisan akan memancing duka. 

Aku sudah lama menyiapkan diri untuk menuliskan ini, perjalanan hidup seorang manusia yang tidak diinginkan namun tetap saja harus hidup. Konon mereka bilang bahwa kesempatan ini harus selalu disyukuri, karena tidak setiap kita memilikinya.

Maka aku memutuskan untuk memulai cerita, tepatnya bercerita dan akan terus bercerita. Wahai engkau, tetaplah menemani aku meski hanya dalam kenangan.

***

Sore itu di sebuah desa di mana aku sedang bertugas. Aku masih belum menyelesaikan tugas bersama sekolompok bocah yang tengah membaca di ruang kerja. Ya, memang ruang kerja yang aku miliki juga aku pergunakan untuk anak-anak di sini membaca. Aku pikir hal ini akan cukup membantu mereka dalam beraktivitas yang positif.

Ruang kerja ini memiliki luas yang tidak seberapa, hanya memiliki panjang 8 meter dan lebar 5 meter. Sudah disesaki dengan perabotan untuk membantu Ibu-Ibu bersalin dan memeriksakan kehamilannya. Ditambah dengan rak buku yang menempel didinding barang 2 buah dengan panjang sesuai dengan lebar bangunan.

Aku memang seorang bidan, namun perhatian pada dunia pendidikan dan anak-anak juga menjadi prioritas. Jangan pernah meminta aku memilih dua hal tersebut, karena mereka bukan pilihan.

Mereka mengenal aku sebagai bidan desa, meski aku sedikit berbeda dengan bidan desa lainnya sebab aku bukan mengikuti program pemerintah melainkan lembaga swasta yang juga berupaya membantu program pemerintah seperti yang kita ketahui. Tetapi anggap saja aku bidan desa seperti lainnya.

Keberadaan di desa ini bisa dibilang belum cukup lama, baru memasuki bulan kelima. Aku dikenal warga dengan sebutan bidan Anya, mungkin sulit untuk mereka mengeja nama lengkap yang memang cukup sulit untuk dilafazkan, Gratifanya Bilaisyah.  Bidan yang tidak pernah mengenakan seragam putih dan hanya memakai celana jeans atau rok batas lutut dengan atasan kaos oblong batik atau lebih mendekati daster-daster batik. Mungkin hal tersebut juga yang membuat bocah-bocah semakin nyaman berada di ruang kerja, karena bagi mereka bidan Anya tidak menakutkan.

Aku hampir 24 jam berada di ruang tersebut, karena memang aku tinggal di sana. Aku menolak diberikan fasilitas tempat tinggal yang berbeda dengan asumsi khawatir tidak terurus dan pasien sulit menemui jika ruang kerja ini kosong. Maklum, di desa ini pantang membicarakan kecanggihan teknologi. Listrik saja masih terjadwal belum setiap saat ada. Untung saja, aku diperbolehkan melengkapi ruang kerja dengan genset yang digunakan sewaktu-waktu jika ada pasien darurat di malam hari.


***

Mencoba mengingat hari-hari di sana. Di mana lebih dari 2 tahun aku menghabiskan waktu di sana. Niat hati melarikan diri membuat aku terperangkap di lubang yang jauh lebih dalam. Ingatan berusaha menghentikanwaktu, sayangnya belum ada yang mampu berhasil melakukannya. Aku semakin tenggelam dalam arus yang aku buat sendiri.     




Langganan: Postingan ( Atom )

Ruang Diskusi

Nama

Email *

Pesan *

Total Pageviews

Lates Posts

  • Bubur Manado Rasa Jayapura
    Jika berkunjung ke Papua dan mencari kuliner khas Papua, pasti semua orang akan mencari menu yang bernama Papeda . Iya, salah satu menu ut...
  • ( Karna ) Hujan
    ( Karna ) Hujan adalah cara alam memperlihatkan bahwa setiap ruang adalah kawan yang saling berkaitan , proses yang selalu k...
  • Ke-(Mati)-an
    Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarny...
Seluruh isi blog ini adalah hak cipta dari Feny Mariantika. Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ►  2022 ( 1 )
    • ►  September ( 1 )
  • ►  2021 ( 20 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  April ( 10 )
    • ►  Maret ( 1 )
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 6 )
  • ►  2020 ( 2 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2019 ( 2 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  April ( 1 )
  • ▼  2018 ( 24 )
    • ►  November ( 1 )
    • ►  Oktober ( 1 )
    • ►  September ( 3 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  Juni ( 2 )
    • ►  Mei ( 4 )
    • ►  April ( 3 )
    • ▼  Maret ( 7 )
      • Abaikan Angka, Maknai Perjalanannya
      • Traffic Light
      • Positif Candu vs List Kontribusi
      • Catatan Pengabdian (Papua-2014)
      • Tinggal
      • Tinggal
      • Tinggal
    • ►  Februari ( 2 )
  • ►  2017 ( 20 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 9 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  Mei ( 3 )
    • ►  April ( 1 )
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 2 )
  • ►  2016 ( 41 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 6 )
    • ►  September ( 10 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  Juni ( 8 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Maret ( 6 )
    • ►  Februari ( 4 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2015 ( 8 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 3 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Juni ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2014 ( 21 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Agustus ( 4 )
    • ►  Juli ( 5 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 3 )
    • ►  Maret ( 2 )
    • ►  Januari ( 4 )
  • ►  2013 ( 58 )
    • ►  Desember ( 3 )
    • ►  Oktober ( 6 )
    • ►  Agustus ( 10 )
    • ►  Juli ( 8 )
    • ►  Juni ( 3 )
    • ►  Mei ( 5 )
    • ►  April ( 5 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 10 )
    • ►  Januari ( 5 )
  • ►  2012 ( 14 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  September ( 4 )
    • ►  Juli ( 3 )
    • ►  Mei ( 2 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 1 )
  • ►  2011 ( 15 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Agustus ( 2 )
    • ►  Juni ( 4 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2010 ( 1 )
    • ►  November ( 1 )

Hi There, Here I am

Hi There, Here I am

bout Author

Feny Mariantika Firdaus adalah seorang gadis kelahiran Sang Bumi Ruwai Jurai, Lampung pada 25 Maret 1990.

Fe, biasa ia di sapa, sudah gemar menulis sejak duduk di bangku SMP. Beberapa karyanya dimuat dalam buku antologi puisi dan cerita perjalanan.

Perempuan yang sangat menyukai travelling, mendaki, berdikusi, mengajar, menulis, membaca dan bergabung dengan aneka komunitas; relawan Indonesia Mengajar - Indonesia Menyala sejak tahun 2011 dan Kelas Inspirasi pun tidak ketinggalan sejak tahun 2014.

Bergabung sebagai Bidan Pencerah Nusantara sebuah program dari Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs membuat ia semakin memiliki kesempatan untuk mengembangkan hobinya dan mengunjungi masyarakat di desa-desa pelosok negeri.

Saat ini ia berada di Barat Indonesia, tepatnya di Padang setelah menikah pada tahun 2019.Pengalaman mengelilingi Indonesia membuatnya selalu rindu perjalanan, usai menghabiskan 1 tahun di kaki gunung bromo, 3,5 tahun di Papua,1 tahun di Aceh, 6 bulan di tanah borneo, kini ia meluaskan perjalanannya di Minangkabau. Setelah ini akan ke mana lagi? Yuk ikutin terus cerita perjalanannya.

Followers

Copyright 2014 TULIS TANGAN .
Blogger Templates Designed by OddThemes