Catatan Pengabdian (Papua-2014)

Tepatnya 05 Mei tahun 2014 saya pertama kali menginjakkan kaki di tanah cenderawasih. Cerita personal bisa dinikmati melalui beberapa tulisan saya sebelumnya bisa dibaca di https://satulistangan.blogspot.co.id/2016/06/kita-papua.html

Pada tahun pertama, saya menginisiasi program berdasarkan permasalahan yang ada di lapangan (hasil need assessment) dan hasil cross check melalui data sekunder dari Dinas Kesehatan dan Badan Pusat Statistik (BPS). Saat melalukan need assessment tentu saja saya sudah mengantongi data sekunder, saya diberikan informasi tambahan oleh kader posyandu maupun ketua RT/RW dan juga warga setempat. 

Saya ingat sekali, dari data yang ada penyakit paling banyak di Kota Jayapura adalah ISPA dan Malaria. Tentu saja bukan hal yang aneh mengingat Papua memang merupakan salah satu wilayah atau provinsi dengan risiko tinggi malaria atau endemik malaria, yang kemudian disusul dengan penyakit kulit, penyakit saluran pencernaan,penyakit tidak menular dan penyakit menular seksual. Data sekunder selanjutnya saya dapatkan juga dari Komisi Penanggulangan HIV AIDs atau KPA serta NGO terkait. 

Sambil mematangkan konsep, pergerakan pertama saya adalah menyasar pada kelompok anak usia sekolah yaitu PAUD, TK dan SD. Meski seorang diri, hal tersebut tidak menjadikan hambatan bagi saya, karena pada bulan-bulan awal saya sudah bisa melibatkan relawan lokal. Hingga akhirnya saya mulai memiliki karyawan dan mitra. 

Pilot project yang saya terapkan di PAUD dan TK bernama Pekan Bergizi, yang didalamnya termasuk tentang bagaimana pola hidup bersih dan sehat. Project ini saya design dengan konsep yang ringan agar mudah diterima oleh anak-anak. Selain edukasi melalui lagu, saya juga memberikan contoh-contoh makanan ringan yang bergizi sehingga bisa menjadi snack atau bekal mereka ke sekolah. Contoh-contoh makanan tersebut hasi karya Ibu PKK dan guru yang ikut lomba pada rangkaian acara launching kantor LKC Dompet Dhuafa Cabang Papua pada 31 Agustus 2014. 

Selain project tersebut, saya juga sudah menginisiasi project yang berkenaan dengan Kesehatan Reproduksi atau Kesehatan Remaja. Saya mengawalinya di Pesantren dan panti asuhan di sekitar kantor. Materi yang saya sampaikan seputar kesehatan reproduksi, dengan malu-malu mereka berusaha mengikuti topik dari materi dan video yang saya jelaskan. 

Saat mengembangkan program kesehatan reproduksi ini, saya juga melibatkan seorang teman dari PKBI yang membantu saya untuk bisa mengakses kerjasama dengan fakultas/kampus-kampus serta asrama mahasiswi yang berada di sini. Dari  data yang saya dapatkan, angka aktivitas seksual berisko di Papua sangat tinggi. Sejalan dengan angka HIV positif yang semakin tahun semakin meningkat. Didukung dengan laporan terkait penyakit menular seksual yang semakin hari kasusnya semakin beragam. 

Berangkat dari data dan fenomena yang ada, saya dan tim semakin antusias dalam mengembangkan project ini menjadi program yang terpadu, yang bisa mendampingi semua kelompok berisiko tanpa ada diskriminasi dan stigma-stigma yang menyudutkan mereka. Kami tidak ingin fokus pada angka-angka saja atau fokus dalam kasus-kasus yang diangkat oleh media, tetapi kami ingin benar-benar melibatkan mereka, remaja maupun kelompok-kelompok berisiko lainnya turut andil dalam pengembangan program ini, sehingga bisa membantu mereka dalam menjaga kesehatan diri mereka.

Project ini dimulai dengan memberikan edukasi di asrama remaja putri dari sebuah daerah di pedalaman, selain memberikan materi, kami juga menonton film bersama. Film yang menceritakan bagaimana pergaulan yang berisiko itu bisa menghancurkan masa depan. Dari raut wajah dan pertanyaan mereka, saya kemudian semakin memahami bahwa mereka juga takut akan hal ini. 

Aktivitas demi aktivitas saya lakukan, baik di wilayah Kota Jayapura maupun hingga ke pulau seberang. Mulai dari belasan orang hingga puluhan. Hingga akhirnya pada tahun 2015 hingga 2017, project ini bisa dikukuhkan menjadi Program Kesehatan Reproduksi dan project pekan bergizi bisa dikembangkan menjadi program Anak Indonesia Sehat yang tentunya memiliki target yang lebih luas dan intervensi yang lebih terintegrasi. 

Masih lekat dalam ingatan saya betapa menantang tahun pertama mengembangkan program kesehatan di Papua seorang diri. Namun saya teramat berterimakasih pada Allah SWT karena memberikan saya kesempatan untuk belajar tanpa batas. Saya belajar banyak hal, tidak hanya sebagai praktisi kesehatan, tetapi juga sebagai seorang perempuan yang mengabdi di perantauan. Pada tahun 2014,resmi merekam jejak di mana cerita pengabdian ini dimulai. 

Share this:

0 komentar :