14 Days Overland in NTT ( Ende)

Aku tidak dapat menjanjikan apapun kepadamu, selain bakti ku
Perjalanan menuju desa terakhir sebelum mendaki ke Danau Kelimutu sudah dimulai. Perjalanan dengan sepeda motor di malam hari yang dilakukan oleh dua orang gadis nekat yang sama sekali tidak ragu melanjutkan perjalanan ini. 

Setelah menghabiskan sore di Pantai Koka, perjalanan menuju Ende menjadi lebih antusias. Terlebih lagi ketika gelap mulai menguasai sementara bulan penuh sudah menyapa di sisi kanan jalan. Ia nampak sedang menemani perjalanan ini, begitu bercahaya dan menarik. Sayangnya, teknologi yang kami bawa sangat terbatas, tidak mampu mengabadikannya selain menggunakan kedua mata yang mungkin sudah cukup.

Patut disyukuri ketika jalan raya yang dilewati selalu memberikan kemudahan, meski gelap, berliku, menanjak dan menurun, tetapi semua masih dapat dikendalikan. Perjalanan ini aman hingga kami sampai di satu desa yang bernama, Moni. Desa paling akhir sebelum mencapai Danau Kelimutu. Mengingat di sana tidak akan ada warga yang berjualan di tengah malam, maka kami memutuskan untuk mengisi perut di sebuah warung di desa sebelum desa Moni.

Apa kabar kasur malam ini? 

Bukan saya namanya jika terlalu memusingkan akan tidur di mana. Setelah dari Moni, kami terus menancap gas sepeda motor hingga berhenti di pos masuk taman nasional. Di sisi pos nampak ada gubuk yang sudah ditempati oleh beberapa pemuda, sehingga kami meminta izin untuk tidur di mushola. Alhamdulilah diberi izin oleh petugas, bahkan kami diperkenankan untuk menumpang mandi dan sedikit waktu untuk sekadar berbincang dengan mereka.

Tidak lama kemudian kami terlelap, dingin lantai dan udara membuat kami tidak begitu menikmati tidur malam ini. Sebuah masalah? No way! Waktu sholat subuh kemudian datang, usai sholat kami bersiap-siap menuju danau! Yihaaaa

Saat sedang melangsungkan perjalanan seperti ini, saya seolah berpola tidak sebagai perempuan, tidak ada rasa takut pun khawatir. Inilah yang membuat saya semakin candu dengan satu hal; perjalanan. 

Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai di pos terakhir sebelum tracking di mulai. Sudah terlihat banyak kendaraan yang diparkir rapi. Dan sudah terdengar logat dan bahasa asing dari para turis yang juga sangat excited dengan perjalanan ini.



Kami mulai menapaki track yang tersedia. Berbekal pakaian seadanya, penerangan dari handphone dan bulan, lalu lagu Gie yang selalu diputar oleh memori. Rasanya dada saya ingin meledak, bahagia! Betapa tidak, saya bisa merasakan aroma dari dedaunan yang basah, tanah basah, dan menikmati bulan yang sempurna tepat di atas kepala. Mendaki pun tidak menjadi masalah. Hanya memerlukan waktu sekitar 20 menit saya sudah bisa melihat semburat matahari pagi yang sedang berusaha untuk keluar dari peraduannya. Langit menjadi begitu megah dengan taburan warna merah jingga, putih dan biru tipis dibalut dengan abu-abu secara kasat mata. Awan seolah tahu diri dan hanya muncul sekejap saja. Menyaksikan matahari terbit di puncak ini, lalu melemparkan padangan pada lembah dan danau beraneka warna. Kabut tipis seolah menjadi pelengkap keistimewaan pagi ini. Nikmat Tuhan yang mana yang bisa didustakan?

Tidak akan pernah sebanding  pujian kepada Tuhan atas semua yang Ia ciptakan


Lebih dari dua jam saya menikmati pemandangan yang ada. Tidak bosan apalagi jemu. Melihat banyak turis asing yang juga menikmati sedari tadi. Saya senang mereka bisa menikmati alam Indonesia yang luar biasa. Saya cukup beruntung karena pagi ini cerah, tidak tertutup kabut pun awan kelabu. Semakin beruntung karena warna danau begitu cantik. Cokelat, tosca dan hijau. Saya menikmatinya dalam diam, habis kata-kata yang bisa saya ucapkan saat berada di sini. Saya benar-benar ingin menikmatinya dalam diam dan di dalam pelukan, pelukan hangatnya matahari pagi.

 


Di puncak ini juga, saya sempat berinteraksi dengan penduduk lokal yang berniaga di sini. Bercanda dengan mereka, saling bersenda gurau. Bahkan Mama-Mama di sini berdoa agar saya bertemu jodoh di sini dan tinggal di Ende. Ah ya, begitu polosnya do'a orang tua  di sini. 

Salah satu Mama yang sedang menawarkan kain tenun khas Kelimutu

Sekitar pukul 10 kami memutuskan untuk turun dan melanjutkan perjalanan. Perasaan bahagia terbawa sepanjang  jalan. Tidak peduli dengan jalanan berlubang, berair, berbatu dan lainya. Tidak peduli dengan terik yang mulai menyengat, bahagia jauh lebih penting dari itu semua. Dan saya akan terus melanjutkan perjalanan ini, dengan atau tanpa teman perjalanan. Perjalanan kami selanjutnya adalah berburu kain Ende dan mengisi perut di Kota Ende. For your information, Kota Ende sudah sangat berkembang jika dinilai dari padatnya jalan raya, pemukiman dan pasar. Jika ingin menikmati Kota Ende, banyak tempat yang bisa dikunjungi untuk sekadar menikmati kearifan lokal. Selamat menjelajah!



** Photos credit by @fenymarintika and @Zuniatmi
Wanna see more pictures? please follow my instagram @fenymariantika

Share this:

0 komentar :