Aku Ada

Hujan di bulan Juni, tidak hanya menghadirkan sampah yang bertumpuk di ujung jalan dan genangan air di setiap permukaan jalan, tetapi juga kenangan, semua bergerak, bermuara pada satu rasa.




Pada bulan Juni, kehangatan matahari tidak lagi terasa di pagi hari. Sebab sudah genap dalam bulan ini, kumpulan gerismis selalu hadir membangunkan tidur. Awan putih kelabu yang berkumpul di langit, seolah sudah memberikan kedipan bahwa sebentar lagi gerimis akan berganti menjadi rinai. 

Tidak ada waktu yang sedang mengejar. Lelaki itu dengan kesadaran penuh ingat bahwa hari ini adalah hari Minggu. Tidak perlu tergesa-gesa seperti biasa menyalakan mobil untuk memanaskan mesin. Ia duduk ditepian tempat tidur. Membuka passcode handphone yang sejak semalam ia non-aktif-kan. 

Beberapa pesan singkat sudah menunggu untuk dibaca, ada pula puluhan bahkan ratusan pesan dari group sosial media. Sayangnya ia tidak tertarik, ia lebih tertarik membuka sebuah email, iya email

Dear Rendra, 

Bagaimana kabar mu saat ini? Sudah merasa lebih sehat? Baru kemarin rasanya melepas genggamanmu di pintu masuk bandara, menikmati senyum simpulmu yang semakin lama semakin menjauh menuju kerumunan. Baru kemarin rasanya cincin yang kita pesan melingkar di jemari kita. Baru kemarin rasanya kamu dengan sedikit membungkuk atau hampir berlutut, sambil meminta aku untuk menjadi Ibu dari anak-anak mu. Iya, aku merasa semua masih begitu hangat. 

Kita memutuskan untuk berjarak sementara, demi menjaga diri kita dari keburukan, demi membantumu untuk bisa lebih mengembangkan impian, demi keberlangsungan pernikahan kita. 

Rasanya baru kemarin
Namun semua ternyata sudah berbeda. Hanya berselang satu dua bulan dari kedatanganmu menemui orangtuaku, kamu sudah berupaya membagi perhatian mu, bahkan mungkin hati. Kamu kian menjaring banyak perhatian di luar sana, seakan-akan apa yang tersedia dan berusaha aku berikan belum juga cukup untuk memenuhi kebutuhanmu.

Lalu apa kabar kamu hari ini?
Usai banyak cerita yang harus kamu lakoni? Tidak kah kamu lelah? 

Rendra, 
Ada banyak jalan yang tersedia di muka bumi. Ada banyak tempat yang bisa disinggahi. Ada banyak cela yang mungkin bisa saja dilalui. Tetapi hanya ada satu hati yang bisa kamu tempati. Hati bukan tempat persinggahan yang hanya dituju sekadar mencari hiburan, hati juga bukan lorong bermain yang bisa kamu datangi ketika kamu ingin bermain, hati juga bukan tempat di mana nafsu dijajakan.

Jika kamu ingin kembali, berbaliklah. Pilih jalan yang membawa kamu pada kebaikan. Ada seseorang yang akan kamu temui di sana, meski mungkin bukan aku.


Bandung, usai hujan di akhir bulan Juni.

Rinda

Sebuah email yang membuat ia tertegun kemudian memajamkan mata. Ada rongga di dalam sana yang seolah dapat merasakan, degup penuh dengan kerinduan dan mungkin juga rasa sesal. Ia kembali membuka email dari Rinda, membacanya berulang kali, hingga ia merasakan pipinya dihangati oleh buliran. Seakan ia sepenuhnya merasakan, segenap rasa ingin mengulang, namun ia tak lagi mampu, berbalik arah yang menurutnya akan semakin membuat Rinda semakin terluka. 
Untuk Rinda,
Semoga suatu hari, ada maaf yang bisa kamu beri.
Rendra

***

Dalam perjalanan menuju Jakarta, Rinda seorang diri mengendarai mobil melaju melewati jalan tol yang masih sepi. Handphonenya berbunyi, memberi tanda bahwa ada  pesan baru di email milikinya. Ia mengabaikan, tidak langsung melihat pun tergesa-gesa membuka. Hanya ada suara Dewi Lestari yang menemani perjalanannya kali ini. Perjalanan yang kian terasa semakin kosong, semakin hampa. Tidak hanya perjalanan yang kosong, tetapi juga tatapannya, garis wajahnya hanya memamerkan betapa ia sedang terluka. Meski ia masih mampu untuk tersenyum, ceria dan bekerja. 

Sesampai di Jakarta, ia langsung memarkirkan mobilnya di depan sebuah restoran di mana ia akan bertemu dengan kawan lama. Dengan spontan ia membuka handphone, memeriksa beberapa pesan masuk dan percakapan di group media sosial. Namun ada satu pesan yang membuat jantungnya berdegup begitu cepat. Email baru yang bertuliskan dari Rendra. 

Ia membaca satu kalimat yang tertera di sana. Hanya ada nafas yang ia hela. Kemudian beranjak. 


Dunia begitu luas
Namun bukan berarti kita harus selamanya berkelana

Share this:

0 komentar :