(Kita) Papua

53 tahun silam terdapat satu hari bersejarah di mana Papua kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peristiwa bersejarah terjadi tepat tanggal pada 1 Mei 1963 dimana secara resmi UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) menyerahkan kembali wilayah Irian Barat yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda kepada pemerintah Indonesia. Saat itu pula bendera Merah Putih kembali dikibarkan di tanah Irian Barat secara gagah berani.
53 tahun yang lalu pemerintah dan segenap bangsa Indonesia haru biru menerima “saudara kandung” kita kembali. 
Namun gejolak itu ternyata tidak pernah padam. Berganti hari, bertambah generasi, gejolak di dalam dada mereka kian menyala. 
Saya baru menginjak tahun ketiga berdomisili di bumi cenderawasih. Salah satu provinsi, salah satu pulau yang masuk menjadi daftar tempat yang begitu ingin saya kunjungi. Dan sudah dua tahun lebih saya menikmati apa yang saya rencanakan. Ambil bagian dalam membangun tanah ini, meski yang saya lakukan hanya seperti debu yang dihempas oleh angin. Tetapi sesederhana itu niat saya. 

Sejak berada di sini, saya sudah menyiapkan mental untuk menyaksikan aksi demo, aksi perkelahian, dan hal-hal lain seperti yang banyak dikabarkan. Sebab saya menyadari bahwa saya hanyalah seorang pendatang. Tetapi saya juga menyiapkan hati yang tulus untuk menjadi bagian dari Papua.

Akhir-akhir ini, enam bulan terakhir ini tepatnya,harus saya akui memang aksi demo yang menuntut
referendum semakin sering dilakukan. Bahkan frekuensinya menjadi sangat sering dalam tiga bulan terakhir. Jika tidak hari Senin, maka hari Rabu atau pada kedua hari itu mereka akan turun ke jalan dengan membawa atribut demo, spanduk-spanduk yang bertuliskan tuntutan mereka, orasi yang disampaikan secara lantang dan pembuatan “mural” di mana-mana yang bertuliskan “referendum”.

Sebagai seorang pendatang, seorang pendatang yang saat ini tengah menghabiskan hari dengan melaksanakan program kesehatan untuk anak-anak Papua, seorang pendatang yang juga tengah menjadi mahasiswa di Universitas Cenderawasih, seseorang yang sehari-harinya berinteraksi dengan saudara-saudara pribumi, maka saya merasa begitu sedih melihat saudara-saudara saya yang ingin berpisah dari Ibunya sendiri.
Apakah Indonesia begitu tidak baiknya sehingga saudara-saudara ingin berpisah dari Ibu Pertiwi?

Dan setelah berbulan-bulan ini ada banyak saudara saya yang melakukan aksi demo menuntut referendum dilakukan, maka hari ini terdapat juga saudara-saudara yang menggelar aksi damai. Masyarakat yang berkumpul menjadi satu kemudian berkonvoi lengkap dengan mengibarkan bendera Merah-Putih dan spanduk juga poster yang bertuliskan kalimat persuasif untuk mengajak masyarakat yang lain menyudahi segala bentuk usaha untuk merdeka. Mereka juga menuliskan “ Pendatang pun pribumi, mari tong sama-sama pembangun Papua” . Saya tidak dapat menahan haru melihat ini semua, saudara seibu yang kini tengah beradu jarak, beradu hati.

Saya mendapatkan satu informasi dari sebuah essai yang ditulis oleh seorang Guru SMA di Entrop, Jayapura yang merupakan juara essai nasional tahun 2007. Dalam essainya ia menuliskan “
Papua saat ini terus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah terutama dalam hal mengejar ketertinggalannya di berbagai bidang dari daerah lain di negeri ini. sebagai bentuk kemauan kuat untuk memajukan Papua, negara telah mengesahkan berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Bagi Provinsi Papua. Sejak pemberlakuan UU ini, Papua di bawah pemerintahan Republik Indonesia terus berbenah dan terus menjadikan dirinya berdiri sejajar dengan wilayah lainnya di Indonesia. Saat ini sebagai perbaikan UU Otsus, pemerintah tengah menggodok pemberlakuan RUU Pemerintahan Otsus di Tanah Papua yang akan dinilai oleh banyak pengamat akan bisa menyelesaikan berbagai permasalahan yang masih menyisa di Tanah Papua. kita doakan semoga semua berjalan dengan lancar.”

Saya ikut mengaminkan doa-doa yang berisi kebaikan untuk tanah Papua ini. Saya memang tidak memahami betul apa yang terjadi lima puluh tahun silam, saya juga tidak benar-benar mengetahui apa yang terjadi di masa lalu. Tetapi yang saya lihat saat ini, saudara-saudara saya di sini tidak hanya membutuhkan uang, tidak hanya membutuhkan kesepakatan, tetapi mereka lebih membutuhkan pembuktian dari kasih sayang Ibu Pertiwi, Indonesia. Jika Pemerintah Indonesia sudah berusaha melakukan dan memberikan yang terbaik, maka akan jauh lebih baik lagi ketika kita sebagai anak muda, sebagai masyarakat Indonesia membantu pemerintah agar apa yang kita cita-citakan dan harapkan bersama bisa terwujud. Tidak hanya dengan terus meminta ini itu, namun enggan memberikan apapun yang bisa kita beri untuk negeri ini.
Malu ka 

Jika anak-anak di wilayah lain bisa membaca dengan lancar, maka anak-anak di sini juga harus bisa. Jika anak-anak di luar sana bisa menulis dengan rapi, anak-anak di sini juga harus bisa. Jika anak-anak di sana bisa mengonsumsi makanan yang lezat dan bergizi, maka anak-anak di sini juga harus bisa merasakannya. Jika mama-mama di luar sana bisa memasak masakan yang lezat,bisa menjahit baju, bisa membuat salon, bisa membuka rumah makan,dll maka mama-mama di sini juga harus bisa. Jika pace-pace di luar sana bisa memiliki pekerjaan yang layak dan kemampuan diri yang berkualitas, maka pace-pace di sini juga harus bisa.

Tetapi semua butuh kerjasama, semua membutuhkan usaha, semua diwujudkan dengan cara yang benar. Aktualisasi diri dilakukan dengan cara yang baik. Jika kondisi di luar Papua sudah jauh lebih baik, mengapa kita tidak belajar dari mereka? 

Saya kadang miris melihat kondisi kehidupan saudara-sudara saya di sini, tidak hanya masalah pendidikan dan kesehatan, tetapi juga hal-hal mendasar. Pernah ketika saya overland menuju Kabupaten Sarmi, saya melihat banyak sekali permukiman yang seadanya, anak-anak yang saya bisa menebak status gizi mereka, jauh dari falitias kesehatan, jauh dari fasilitas pendidikan. Saya hancur melihatnya. Begitu lengkap masalah yang ada di sini, begitu rumit mengurainya jika tidak ada kerjasama dari semua pihak dan lapisan kehidupan turut andil dalam memperbaiki kondisi ini.

Sementara dalam kondisi lain, saudara-saudara saya di sini yang tengah bingung, dilema dan resah serta nelangsa akan nasib dan kehidupan mereka sendiri yang mungkin seperti itu-itu saja. Sehingga menciptakan celah bagi pihak ketiga yang mungkin sudah sejak dulu menginginkan bangsa ini terpecah belah.
Namun bagaimana bisa? Apakah ada mantan saudara? apakah pihak-pihak itu tidak mengetahui bagaimana kami mencintai tanah ini? Mencintai Indonesia?

Meski kami tidak membuktikannya dengan perang, tidak membuktikannya dengan demo, tidak membuktikannya dengan frontal, tetapi apakah kehadiran kami dan bertahan di tempat ini bukan karena rasa sayang? Bukan karena rasa peduli? Apakah pihak ketiga itu berpikir kami datang ke sini hanya karena uang? Hanya semata-mata karena uang? Hanya semata-mata karena ditugaskan?

Hei, mari tinggal bersama kami, mari duduk dan menghabiskan waktu bersama kami, kami yang terdiri dari berbagai warna kulit, berbagai bentuk rambut, lihat kami, kami merencanakan masa depan yang cemerlang bersama. Kami melatih anak usia sekolah dasar untuk menjadi lebih sehat, lebih cerdas dan lebih aktif. Kami melatih remaja untuk bisa berpikir positif, tidak tergoda dengan pergaulan yang berisiko, kami mengajak mama-mama untuk skrining kesehatan, kami melakukan banyak hal bersama. Masyarakat di sini merayakan natal bersama, lebaran bersama, sekolah bersama, yang beribadah ke gereja mereka ibadah dengan baik, yang ibadah ke masjid mereka juga beribadah dengan baik, begitu juga saudara-saudara kami yang beribadah ke pure dan vihara. Kami hidup berdampingan, kami baik-baik saja. Apakah masih alasan bagi kalian untuk merebut dan memisahkan kami?

Iya, saya mengerti, saya paham, saya juga setuju jika masih banyak hal-hal yang belum sesuai, yang harus diperbaiki, yang harus ditingkatkan untuk mengejar ketertinggalan, tetapi tidak dengan meminta untuk memisahkan diri dan berganti Ibu
kan? Kita bisa membandingkan dengan beberapa saudara kita yang sudah memalingkan diri, apakah mereka lebih bahagia? Apakah mereka lebih makmur? Apakah mereka lebih maju dari kita? Apakah saat ini kehidupan mereka lebih baik daripada kehidupan mereka dahulu saat masih bersama kita, Indonesia? Saudara, buka mata, buka hati, godaan dan bisikan akan selalu ada. Tetapi apakah kita harus selalu mendengarkan mereka dan mengikuti apa yang mereka inginkan? Apakah semua akan menjadi lebih baik ketika referendum ditunaikan? Mengapa kita tidak bersatu mempertahankan ikatan ini? Jika bukan kita yang bersatu padu mengibarkan Merah Putih, menjaga kedaulatan bangsa kita, lalu siapa lagi?

Saya memang benar-benar tidak mengerti apa-apa, saya tidak tahu alasan yang mendasar saudara kita ingin memisahkan diri, namun sebagai saudara sebangsa, setanah air saya tidak tega, saya tidak sampai hati membayangkan saudara-sudara saya di sini semakin nelangsa.
Jadi bolehkah gejolak itu dipadamkan saja? Tidak inginkah kita bersama-sama satu barisan membangun tanah ini?

Bersama membangun tanah Papua dengan meningkatkan pendidikan anak-anak di sini, bersama-sama bersekolah hingga perguruan tinggi, menjadi Guru, Dokter,Suster, Tentara, Polisi, Arsitek, Manager,Chef, Penyanyi,dan sebagainya, yang apapun profesi kita, kembali membangun tanah Papua bersama hingga ketertinggalan ini bisa kita kejar, agar persatuan ini tidak lagi bisa diceraikan, dan bersama menikmati keindahan alam yang diwariskan oleh bumi pertiwi, keindahan alam yang semoga anak-cucu kita masih bisa menikmatinya.

Ah saudara, sa tra tahan untuk tra menangis. Sa sayang ko sekali. Stop sudah demo minta merdeka, mari kita kuliah yg benar, jangan palang kampus, jangan anarkis.

Cukup peristiwa anakris kemarin yang membuat dosen kita menjadi sakit dan sampai harus dirujuk ke Bandung. Yang sudah-sudah kita dijadikan pelajaran, jangan sampai ada korban dari sikap kita yang keliru. Masa muda memang masa yang berapi-api, maka mari kita salurkan semangat yang membara itu untuk mengabdi pada negeri, belajar yang benar, atur kembali isi kepala dan sudut pandang, yuk sama-sama kita bikin bangga Indonesia.


Dari sabang sampai merauke | Menjajah pulau-pulau | Sambung menyambung menjadi satu | Itulah Indonesia | Indonesia tanah airku | Aku berjanji padamu | Menjunjung tanah airku | Tanah airku Indonesia

Share this:

0 komentar :