Nikmatnya Berbagi

Salah satu hal yang begitu saya syukuri adalah bekerja di lembaga yang begitu mengedepankan kebutuhan masyarakat. Meski dalam proses ini, banyak sekali yang harus saya pelajari sebagai seorang praktisi kesehatan. Berpindahnya saya dari Papua menuju Aceh menjadi tantangan untuk diri saya sendiri. Shock culture tentu menjadi salah satu hal yang harus saya kelola. Tidak perlu saya jelaskan secara detail, yang pasti kondisi masyarakat dan cara bermasyarakat di kedua tempat ini sungguh berbeda. 

Hari ini bersama tim medis kami memberikan pelayanan kesehatan di sebuah desa di Kecamatan Lhong, Desa Paroy namanya. Waktu tempuh dari Banda Aceh kurang lebih satu jam dengan menggunakan kendaraan roda empat. 

Sepanjang jalan menuju desa memang tidak banyak pemukiman yang dilewati. Konon wilayah ini merupakan salah satu wilayah yang menjadi bagian sejarah dari peristiwa tsunami. Dan sepanjang jalan itu pula saya mencoba assessment wilayah ini. Deretan desa yang berinduk di Aceh Besar, Kabupaten terdekat dengan Banda Aceh. 

Sepanjang jalan tidak banyak aktivitas masyarakat yang tertangkap oleh mata. Sesekali saya melihat kelompok anak-anak yang bermain. Aktivitas masyarakat yang paling sering saya temui adalah kaum laki-laki yang berada di warung kopi, di sawah dan di warung-warung tempat mereka berdagang, serta kelompok wanita yang sibuk dengan pekerjaan rumah tangga yang tiada habisnya. 

Rupa jalan menuju Desa Paroy seperti perjalanan menuju Gunung Bromo, baik jalur Probolinggo maupun melewati Desa Tosari, berliku-liku. Dilengkapi dengan guyuran hujan yang lumayan deras sehingga membuat jalan menjadi cukup padat dan tidak berkesempatan untuk menikmati pemandangan yang jika tidak hujan dan berkabut maka bisa menikmati pemandangan yang indah. 

Dan perjalanan pun sementara berakhir ketika mobil kami sudah melewati gapura Desa Paroy. Seperti desa pada umumnya. Jarak antar rumah masih berjauhan, infrastruktur yang masih minim dan kalaupun ada begitu sederhana. 

Kegiatan kami berpusat di Meunasah istilah lokal yang berarti masjid atau tempat ibadah. Hujan terus mengguyur namun tidak membuat warga menunda kedatangan mereka. Ibu-Ibu berduyun-duyun datang, ada yang menggandeng dan menggendong anak-anaknya. Saya menyukai pemandangan ini. Begitu sederhana namun membahagiakan. 

Setelah berbincang dengan Bidan Desa dan Mamak-mamak, saya mendapatkan informasi bahwa Puskesmas Lhong kerap memberikan pelayanan posyandu dan posbindu. Meski kadang dua bulan sekali atau satu bulan sekali. Mereka juga sempat menyampaikan bahwa jarak ke Puskesmas begitu jauh sekitar 15 kilometer. Di saat yang sama, mereka berharap saya kembali datang untuk memberikan pelayanan. 

Pelayanan kami berlangsung sekitar tiga jam. Cukup lama sembari menunggu hujan reda. Usai pamit, saya meminta tim untuk membawa saya menuju Puskesmas, sekadar mengetahui sejauh apa jarak yang ada. Dan ya, memang cukup jauh bagi saya pun mereka. 

Perjalanan pulang menuju Banda menambah penilaian saya terhadap masyarakat di sini. Terutama saat mobil kami berhenti di pinggir jalan untuk membeli ikan asin. Saya yang tetap berada di mobil berkesempatan untuk melihat aktivitas penjual dari jauh. Dari bangunan warung mereka, raut wajah dan atmosphere yang ada. Tidak berbeda jauh dengan apa yang saya lihat di masyarakat desa pada umumnya. 

Perjuangan hidup untuk tujuan yang sederhana. Bisa jadi ikhtiar mereka untuk mencapai hal-hal yang sederhana. Memiliki tempat bernaung, bisa membuat perut terisi, mampu memberikan kesempatan anak-anak untuk mencicipi bangku sekolah, atau bahkan ada banyak tujuan lain dari segala usaha yang ada, bisa jadi tujuan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik, bagaimanapun standarnya. 

Hidup sungguh penuh dengan makna. Banyak sekali hal-hal sederhana yang bisa dijadikan penyemangat diri dan orang lain. Mereka mengajarkan saya bagaimana untuk selalu bersyukur dan menikmati hidup lebih baik lagi, berbagi lebih banyak lagi. Dan saya semakin meyakini jalan yang saya pilih. Berharap kesederhanaan kian diraih dan mampu lebih bijaksana dalam setiap tindak tanduk sehari-hari. 

Begitu nikmat berbagi, perasaan syukur yang tidak bisa ditukar dengan kesempatan yang lain. Sebab berbagi menjadi salah satu pilihan jalan, tersedia untuk siapa saja, meski tidak semua memilihnya. Terus berbagi, sebab darinya kita mendapatkan energi positif yang luar biasa!

Share this:

0 komentar :