Tentang Mereka, Sahabat

Ketika semua meninggalkan dalam rasa kecewa yang bergelut didalam hati mereka, masih ada bagian dari mereka yang tidak turut meninggalkan. Mereka yang telah mampu menerima diri kita dalam keadaan hina sekalipun.


Devya Ayu Kasha, seorang gadis dengan senyum simpul manis miliknya. Gadis yang saya sapa ' teteh' . Ia bukan gadis sunda seperti yang nampak dari panggilan akrab dari saya. Saya mengenalnya ketika pertemuan komunitas membaca. Ia gadis yang menyenangkan juga dewasa. Pertemanan kami berlanjut dan kian terpaut dengan kegiatan kecil dan sekadarnya yang kami rencanakan. Mulai dari nonton bareng, jalan-jalan sekitar Bogor - Jakarta pun ketika harus melakukan perjalanan mendaki gunung atau menyusuri pantai.

Dia gadis yang tangguh mandiri meski kadang rapuh. Yang nampak pendiam namun akan berubah menjadi 'ceriwis' ketika sudah bertemua dengan 'golongannya'.

Kami memang baru saling mengenal, namun ada hal lain yang membuat kami begitu dekat. Yakni, Hati.

Kami pernah bertengkar, dan paling sering adalah beradu pendapat. Saling merasa benar. Kami kerap tidak saling berbicara. Tetapi hati kami saling memaafkan, saling merindukan. Kami seperti dua gadis yang saling bercermin. Banyak memiliki persamaan juga perbedaan.

Kami sama- sama gemar 'merajuk' pada orang-orang yang kami sayang..

Saya menyayanginya tanpa harus ada deklarasi, tanpa hadiah atau tanpa simbol. Saya menyayanginya seperti saya menyayangi kakak perempuan saya. Bahkan saya kerap emosi ketika ada beberapa lelaki yang membuat teteh menangis. Sudah saya katakan! saya menyayangi dia.

Hingga ketika saya merasa sedang berada pada titik kehancuran hidup, dia mungkin saja sangat kecewa terhadap saya. Namun dia tetap mampu mengatakan " Gue bangga dan tetep sayang elu apapun bentuk elu".  Dan saya hanya mampu menangis. Ketika tidak ada satu pun orang yang bisa saya ajak bercerita, dia akan tetap ada. Meski kadang ia hanya menanggapi dengan senyuman atau "hahahaha". Its enough.

Dia sudah menjadi bagian dari diri saya. Nampak bergantung atau terlalu mungkin. Tetapi begitu adanya. Saya menganggapnya lebih dari sekadar teman, lebih dari sekadar sahabat. Teteh salah satu hal yang terpenting yang saya butuhkan. Dan Allah mengetahuinya hingga sampai saat ini teteh tetap ada, meski jauh disana, namun tetap dekat disini, dihati.

Kelemahan saya adalah tidak terlalu pandai menyatakan rasa sayang saya terhadap objek. Mungkin hal ini yang membuat saya sering 'merajuk' .

Teh, Terimakasih untuk semuanya. Untuk kasih dan sayang juga maafnya.



Kita seperti burung dan ketinggian. Ketika kau ingin terbang, tanpa ada ketinggian mungkin kau akan selamanya bertengger pada ranting.


# Salah satu kado teruntuk Teteh yang miladnya sudah berlalu :D

Share this:

0 komentar :