Bukan Hukuman, Hanya Pelajaran Khusus



Tiga tahun yang lalu, saya pernah meninggalkan orang yang menyayangi saya, tanpa alasan dan hanya melalui pesan singkat. Saat itu saya masih duduk di bangku kuliah. Jika saya tidak keiru, saya mengirim pesan itu dimalam hari, kemudian menangis. Saya menangis karena saya harus meninggalkan hubungan yang sudah kami bangun dengan tujuan yang sama. Dia lelaki yang tampan, baik juga cerdas. Saya mengenal dia semenjak saya masih duduk dibangku SMP. Dia adalah kakak kelas favorit teman-teman saya, mungkin termasuk saya. Singkat cerita, kami mulai dekat ketika kami berada pada SMA yang sama. Saya terpilih menjadi Queen ketika penerimaan siswa baru. Dan dia salah seorang pejabat osis di SMA. Saat itu kami belum memiliki hubungan khusus. Karena dia memang tidak pernah sepi digandrungi oleh siswi- siswi SMA pada masa itu.

Perjalanan hubungan yang mulai dekat berawal ketika saya berada di semester satu. Kami memutuskan untuk menjadi teman dekat pada saat itu. Dia laki-laki yang baik. Banyak mengajarkan hal yang baik kepada saya. Seperti seorang kakak laki-laki yang tengah membimbing adiknya. Saling mengenal keluarga dan kerabat. Semakin jauh membicarakan tentang masa depan. Tetapi, semakin lama menjadi teman dekat, semakin hilang rasa yang dulu saya punya. Dia memang baik, tampan, cerdas dan dari keluarga baik-baik. Tetapi ada hal yang membuat saya merasa kalau kami bukanlah, Sepasang. Sayangnya, saya tidak tahu pasti apa hal itu.

Permulaan yang membuat saya mengakhirinya hanya melalui pesan singkat, karena saya tidak tega untuk mengatakanya melalui telephone. Saya menangis tentu saja, karena saya sadar saya telah menyakiti seseorang yang sudah membagi kasih sayangnya dengan tulus kepada saya.

****

Mungkin iman saya terlalu lemah ketika tergoda untuk menerima jalinan dari seseorang yang katanya memiliki niat sungguhan. Saya dan dia tetap seorang manusia, manusia yang memiliki rasa juga nafsu. Sayangnya, keteguhan terhadap apa yang berusaha saya jaga sedari dulu tidak berhasil saya pertahankan. Saya menjalani proses yang dulu pernah saya pertanyakan manfaatnya, yakni pacaran. Meski kami tidak pernah menganggap kami pacaran. Tetapi terlalu munafik jika saya mengatakan seperti itu, karena pada akhirnya jalinan ini tetap mengarah pada istilah ‘pacaran’.

Saya tahu dengan jelas bahwa apa yang saya putuskan kala itu adalah keliru. Tetapi kala itu, saya bisa apa? Ketika kita saling menemukan seseorang yang membuat kita nyaman, membuat saya tidak dominan, dan membuat saya yakin terhadap niatnya. Mau langsung menikah? mana siap. Mau saling menyimpan perasaan? mana kepikiran saat itu. Meski saling mengetahui, bahwa ini baru permulaan. Saya jatuh cinta? Ya, saya mulai mempelajari apa itu cinta, apa itu nyaman, apa itu keyakinan...
  
Ketika itu, saya sudah sangat yakin dengan apa yang dia yakini. Meski berulang kali diserang oleh ragu, dan dia berulang kali meyakinkan saya. Dan dia berhasil meyakinkan saya bahwa kami pasti mampu menyatukan dua keluarga juga menyatukan dua hati kami. Sayangnya, tepat pada hari Idul Fitri, dia tetiba memutuskan bahwa dia sudah tidak lagi menginginkan adanya KITA ( saya dan dia). Saat itu, saya tidak mampu berkata apa-apa. Saya seperti berada di puncak usai lelah mendaki, kemudian saya didorong begitu saja ke jurang. 


“ Kamu tidak perlu menangisi kepergian dia, karena kamu hanya ditinggalkan oleh orang yang tidak mencintai kamu. Yang harus menangis adalah dia. Karena dia telah meninggalkan orang yang sangat mencintai dia”( Pesan Mba Fafa karena saya masih sering menangisi hal tersebut).

Banyak rangkaian kalimat yang oleh para sahabat berikan kepada saya ketika saya mengalami kegagalan dalam membina hubungan yang memang saya harapkan menjadi pilihan terakhir untuk saya. 

“ Sedari awal saya tidak pernah main-main ketika memutuskan untuk memilih dia. Begitupun dengan dia. “ ( ucap saya ketika tangan masih dialiri cairan infus dan lelehan airmata)

Jika sedari awal dia tidak meyakinkan saya terhadap ribuan ragu, mungkin tidak akan sesakit ini. Jika sedari awal, dia tidak sungguh yakin terhadap apa yang dia pilih, mungkin saya bisa lebih siap terhadap perlakuan ini. Atau saya yang terlalu polos atau bahkan bodoh untuk dibodoh-bodohi? Mungkin saya memang bodoh :(

Tetapi kenyataanya berbeda. Dia yang kerjakeras membangun semuanya, tetapi dia juga yang menghancurkanya begitu saja.

Banyak hal dari apa yang saya alami, bisa saya pelajari bahwa apa yang kita perbuat kepada orang lain, suatu saat akan berbalik pada kita. Ya Tuhan, saya tidak tahu harus berkata apa. Saya mungkin terlalu berlebihan ketika menceritakan kegagalan ini, sementara banyak di luar sana yang lebih tersiksa, lebih malang dari saya. Saya lebih beruntung karena Tuhan segera memperlihatkan pada saya bahwa dia tidak benar- benar berniat meminta saya pada Tuhan juga pada Orangtua saya. Malang sekali saya. hahaha

Sudah seharusnya saya bersyukur. Seperti seorang sahabat yang berkata “ Kamu sudah Tuhan ambil dari jalan yang salah, terus kamu masih mau jalan lagi ke jalan itu?”

Jujur saja saya banyak menangis, tidak hanya sehari dua hari. Karena luka dan cara yang sangat tidak enak untuk dirasa. Sampai seorang sahabat mengirim pesan “ Kamu itu perempuan kuat. Kamu banyak menginspirasi teman- teman kamu. Kamu pasti kuat”. Ya, Saya pasti kuat!

Perlahan, saya mulai menyusun rasa percaya diri lagi. Mulai mengembalikan semangat-semangat seperti dulu. Keceriaan seperti dulu. Saya mulai mengembalikan hidup saya seperti semula. Perlahan, saya mulai menerima kenyataan. Saya terlalu berharap pada manusia. Saya keliru. Hidup saya tidak akan berhenti pada fase ini. Ini hanya fase kecil yang Tuhan sudah siapkan untuk saya bahkan sebelum saya terlahir. Menyesal? pasti. Tetapi untuk apa? bukankah tidak mengubah apapun.

Ketika ada teman yang bertanya, " Bagaimana jika dia datang dan ingin kembali ke kamu?" .
 " Untuk apa?kalau hanya untuk memperluas luka, silahkan urungkan." Jawab saya.
 " Bagaimana kalau dia kembali untuk memperbaiki semuanya?" tanyanya lagi.

Hening. Tidak ada jawaban yang saya berikan.

“ Apa yang sudah hilang, biarkan. Ikhlaskan. Karena mungkin itu bukan milik mu. “

“ Yang keliru akan Tuhan luruskan. Yang salah akan Tuhan Benarkan”

“ Berpisah bukan berarti kalian tidak berjodoh. Mungkin saja Tuhan sedang menjaga kalian akan tidak melakukan kesalahan lagi. Saat ini, perbaiki diri,pantaskan diri. Karena Imam mu nanti adalah apa yang ada didirimu.”


*Terinspirasi dari cerita jatuh bangun pasangan yang sudah halal diluar sana J

Share this:

0 komentar :