Puisi Pertama

Mungkin kita bukan lagi sepasang domba selalu berada dihamparan rerumputan seperti biasa..

Teruntuk kamu yg selalu ditemani kenangan,

Kamu masih ingat dengan puisi yang kamu rangkai sore itu? usai kamu melakukan kewajiban kamu untuk memandikan Whisky, kemudian kamu meletakkan kepala diatas bantal kesayangan kamu sambil memanyunkan bibir seperti sedang merajuk dan perlahan menatap kearah ku yang sedang sibuk menyisir 'anak' mu.

Aku ingat benar puisi pertama yang lahir dari jemarimu..

" Kita adalah sepasang. Jika salah satu hilang, maka tidak akan ada cadangan." 

Kamu dengan binaran mata yg paripurna mendekati aku dan memberikan secarik kertas yang sudah dibubuhi kalimat disana. Ah, kamu tahu? itu kali pertama aku mendapatkan sebuah puisi dari seseorang yang tidak pernah menyatakan cintanya lagi.

Harris Risjad, nama yang sedari berkenalan tidak pernah aku menyebutnya, namun sudah menempati tangga tertinggi dihati. Aku terbiasa memanggilmu,Sayang.

Kita bukan lagi anak kecil yang bermain layang-layang dipenghujung hari. Seperti belasan tahun yang lalu. Saat kamu dengan kasih menggendong aku yang terjatuh akibat tali layang-layang mu yang membentang tak terlihat. Kini, kita sudah menjadi sepasang kekasih dewasa yang tidak lagi menyatu. Kita dianggap mereka sepasang, meski sebenarnya sudah berai tak pasti sejak kapan dan tak tahu penyebabnya.

Gerangan semu yang membuat kita saling berbalik. Kamu ke selatan, sementara aku menuju utara. tetapi ada satu hal yang mungkin kamu lupa. Bumi kita ini bulat, sayang! selatan, utara, timur pun barat. Kamu akan tetap kembali pada pusatnya. dan disana kamu hanya akan menemui satu titik yakni,  aku.

Aku hanya menunaikan janji. Seperti permintaan mu dahulu, dengan lembut kamu berbisik " Jangan pernah tinggalkan 'kita' meski dalam keadaan terburuk sekalipun".

Dan aku tidak pernah meninggalkan 'kita'. Hanya saja, aku memberi mu waktu untuk menikmati hidupmu tanpa aku. Mungkin saja, selama bersama, aku terlampau menggenggam jemarimu hingga membuat mu jengah. Maaf Tuan, tidak berniat untuk menjadikan mu tahanan. Hanya saja, rasa yang aku punya menuntun aku untuk menjaga mu. Meski nampaknya terlalu.

Aku tidak ingin terlalu banyak menuliskan huruf  disurat pertama ini, semenjak kita sudah tidak saling bicara. Kamu terlalu sibuk menangisi kepergian Whisky yang memang sudah habis waktunya. Bahkan ketika aku yang pergi, tidak ada air yang keluar dari matamu. Mungkin memang aku tidak sebanding dengan dia kesayanganmu.

Surat ini tidak memberikan apa- apa, sayang. surat ini hanya menyampaikan apa-apa yang selama ini ingin aku sampaikan. Sejujurnya, kita hanya sedang menipu diri kita sendiri. Kamu teramat membutuhkan aku berada disisimu, begitu bukan? sementara aku masih bergelut mencari keyakinan yang lenyap malam itu. 

Aku tidak ingin lebih lama membingungkan kamu. Aku hanya ingin mengatakan bahwa Bumi kita masih bulat. Jadi jika tujuan mu masih sama, maka segeralah menuju pusat. Ada yang menunggu mu ditaman kota pada senja yang masih jingga, mungkin saja untuk menulis puisi berdua seperti kala. Aku hanya ingin mendapati balasan ditaman kota. Balaslah segera! agar tidak ada kecewa yang berpendar disana.

*Mungkin ini surat yang selalu kamu tanyakan pada pak pos. Maaf jika baru sekarang aku kirim. Karena bukan hal mudah untuk menuliskan tentang apa yang kita yakini adanya. Aku ingin memanggilmu, Sayang. Seperti perempuan yang dahulu pernah memanggil sayang pada mu. sejujurnya, aku rindu dia. Ibu,mu.


Ditulis oleh seseorang yang tidak pernah benar benar meninggalkan juga melepaskan,kamu

Share this:

2 komentar :

puji kurnia hamzah mengatakan...

blognya keren, Feeee.....:D

Fe mengatakan...

Alhamdulilah, semoga bisa semakin keren yaa Mba :D
makasi loh yaa:)
jangan sungkan-sungkan kl mau kirim kritik :)