Pemaknaan

Sebab saya tidak kaya harta, maka izinkan saya bersedekah dengan sebuah senyum di suatu pagi yang sahdu
PERHATIAN : tulisan ini sebuah tulisan yang mengandung curhat dari penulisnya. Jika tidak sanggup membaca, maka pilih tulisan perjalanan saja :)

Tidak ada satu detik pun di dalam hidup yang sia-sia. Sebab selalu ada hal yang membuat satu detik menjadi bermakna. Contoh saja, seseorang tengah duduk di depan sebuah laptop. Ia tengah berusaha menuliskan apa yang sedang ia pikirkan. Entah sudah berapa detik yang berlalu dalam proses tersebut. Apakah detik yang sudah berlalu sia-sia? Tentu saja tidak, sebab tanpa detik-detik yang ia lalui untuk berpikir, menyambungkan tiap kata, tiap memori, maka tidak akan ada tulisan yang sedang anda baca. 

Begitu pula dengan apa yang terjadi di hari kamu, dalam kehidupan kita, sebagai manusia. Saya percaya kita semua mengetahui dengan jelas bahwa apapun yang terjadi kemarin, hari ini dan esok hari, Tuhan sudah menuliskannya dengan rinci dalam buku tiap manusia. Lalu bagaimana jika kita sebagai manusia menolaknya?

Pertanyaanya : Apakah bisa?

Contoh lagi : dalam perjalanan hidup saya, di tahun 2010 saya sudah menulis cerita lebih dari 100 halaman. Saya sejak dahulu yang begitu menyukai menulis berusaha untuk membuat buku yang salah satunya berjudul " Kilometer itu bernama kamu". Saya menulis hampir setiap hari, dengan atau tanpa mood yang baik. Namun hingga saat ini, draft tulisan saya masih tersimpan rapi dan belum masuk ke ruang editor mana pun. Menurut kamu, semua itu terjadi atas izin Tuhan? Menurut kamu adanya draft buku itu sudah ada dalam buku yang Tuhan tuliskan untuk saya? Tentu saja jawabannya adalah YA.

Lantas apa saya tidak kecewa karena rencana melahirkan sebuah buku belum berhasil? Dengan jujur saya harus mengatakan tidak, tidak kecewa sama sekali. Mengapa bisa begitu? Saya sendiri pun tidak tahu dengan pasti. Saya hanya sedikit paham bahwa saya menuliskannya karena saya menyukai menulis, bukan karena ambisi saya menjadi penulis dan melahirkan banyak buku, pada saat itu. Perasaan kecewa ini datang dari siapa? atas izin siapa? dan yang membuat saya tidak kecewa siapa? Maka Tuhan memang satu, kita yang tak sama *abaikan*

Dalam tulisan saya sebelumnya, banyak sekali tulisan yang mengandung kekecewaan pada beberapa fase hidup, mengandung asa yang putus, mengandung kesedihan yang mendalam, mengandung semangat yang membara, berisi pula ungkapan manis penuh cinta saat sedang jatuh cinta, dan sebagainya. Menurut kamu, wajar atau tidak? Bukan kah setiap kita memiliki cara tersendiri dalam berekspresi? dalam menyalurkan emosi sebagai manusia. 

Lalu apa yang didapatkan dari serangkaian fase hidup yang fluktuatif ini? Hidup memang gak asik kalau flat!

Begini, saya ingin sekadar berbagi. Harus saya akui, jalan hidup saya memang tidak semulus wajah saya. Haha! Artinya, banyak sekali cara Tuhan untuk membuat saya tetap "hidup" dalam kehidupan ini. Jatuh bangun, naik turun, sedih bahagia, tawa tangis, semua lengkap. Saya yang baru berusia 26 tahun ini sudah cukup banyak merasakan perjuangan untuk bisa tetap menjadi manusia yang baik dan bermanfaat dengan standar yang ada. Perjuangan yang membuahkan hasil pujian atau label bahwa saya sosok yang "keren" di mata mereka. Ah ya, jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa saya ini keren, sebab sesungguhnya saya tidak se-keren yang ada dikepala kalian.  

Di usia yang sudah cukup matang ini, saya semakin banyak belajar. Dalam dunia kerja, saya menjadi pemimpin di sebuah lembaga cabang yang bergerak di bidang kesehatan. Saya belajar banyak sekali! Khususnya bagaimana menjadi pemimpin yang baik dalam usia yang "masih muda" untuk menjadi pemimpin sebuah lembaga. Ini pekerjaan yang tidak mudah, banyak faktor yang kadang membuat saya merasa gagal menjadi pemimpin yang baik. Terutama saat saya dalam periode bulanan dan saat patah hati. Duh ya! Saya sangat menyadari bahwa menjadi pemimpin harus belajar untuk memanage emosi dan harus memiliki kematangan emosi. Sebab sehebat apapun kemampuan saya mengembangkan dan mengelola kantor, bisa dilupakan dan terhapus begitu saja ketika saya "kumat" marah-marah hanya karena masalah sepele. Lagi PMS bu? Peer terbesar saya memang. Begitu tidak mudahnya untuk dicari jalan keluar, apalagi Manager saya mengatakan " makanya nikah!". Ini manager memang cari gara-gara :p
Begitu pula dengan pendidikan. Saya yang teramat meyukai pendidikan, membuat saya terus bersemangat untuk melanjutkan sekolah. Persiapan demi persiapan dilakukan. Meski usaha belum sebesar niat. Untuk bisa membuat saya semangat dalam meningkatkan bahasa inggris saya, maka saya membuthkan waktu yang tenang untuk belajar. Sayangnya, kadang penat membuat saya enggan menyentuh lembar latihan saya. Tetapi saya tidak terlalu memaksakan diri, saya memahami bahwa tubuh saya tidak bisa terlalu dipaksa. Rentan terhadap stress. Dalam hal ini saya belajar banyak juga, memaknai cara kerja tubuh saya, mencoba memahami bagaimana saya bisa berdamai dengan hari dan harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Berharap dengan adanya perdamaian ini, maka jalan keluar dari setiap masalah lebih mudah untuk saya temui. 

Pemaknaan juga tengah saya lakukan terhadap salah satu topik terpanas sepanjang kehidupan manusia. Pertanyaan mengapa belum menikah dan kenapa masih betah melajang kadang membuat saya mau tidak mau menjadi sedih. Bukan, bukan karena belum menikah, tetapi karena pertanyaan itu selalu datang sementara saya belum tau jawabnnya kenapa saya belum juga menikah. Terlalu pilih-pilih? Rasanya tidak juga, yang penting ganteng seperti Nicholas Saputra atau Deva Mahendra :p

Sejak saya duduk dibangku kuliah, saya tidak pernah mau membuang waktu untuk memikirkan hal ini, romantisme dengan laki-laki meski tidak sedikit yang mendekati atau menawarkan diri. Situ oke? :p Lalu apa respon saya? Biasa aja. Saya belum memiliki hasrat untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. Salah? Semoga tidak.

Kemudian pada tahun 2011, ada seorang laki-laki yang berniat menjadikan saya pendamping hidupnya. Namun gagal karena perbedaan suku membuat keluarga besarnya tidak memberikan restu. Bisa move on? bisa, meski sulit untuk seseorang seperti saya, yang kalau sudah dengan satu orang, dalemnyaaaaa gak ketulungan! Lalu kembali lagi seorang diri, romantisme menjadi sebuah trauma kecil yang selalu membayangi. Setelah itu ada beberapa laki-laki yang datang dan pergi, ada yang sempat ta'aruf hingga dua kali namun tidak berlanjut lagi-lagi karena perbedaan suku. Untuk hal ini memang saya sangat merasa didiskriminasi, entah apa yang salah dengan perempuan dari suku Lampung seperti saya ini. Haha :D 

Selanjutnya saya di tahun 2014 dipertemukan lagi dengan laki-laki yang ternyata juga bukan dia orangnya. Dia hanya datang untuk membuktikan bahwa manusia beragam rupa, beragam niat, beragam tipu daya. Dan yang paling terbaru 2016 adalah seorang laki-laki yang pernah datang dan pergi, namun tetap selalu ada, menjaga dari kejauhan- katanya. Kami saling mengenal dari tahun 2014, dan baru beberapa minggu yang lalu ia datang kemudian menyampaikan segalanya. Duh Gusti, boleh dong kali ini saya bahagia! hehe :D Sayangnya, jodoh memang bukan perkara yang sederhana. Kita sama sekali tidak memiliki wewenang untuk mengatur Tuhan, bahkan melalui do'a kita diajarkan untuk tidak menuntut, tidak memaksa. Tapi tetep boleh do'a kan? :D

Maka pada akhirnya, apapun perkaranya; karir, sekolah; jodoh; semua ada ditangan Tuhan. Saya yang hina, dina dan papa ini hanya bisa berusaha semaksimal yang saya bisa. Maksimal dalam kadar yang optimal. Usaha, perjuangan dan asa tidak akan pernah putus. Meski saya berulang kali ditolak bakal calon keluarga dan gagal menikah karena perbedaan suku, maka semoga suatu saat nanti ada keluarga yang begitu bahagia menerima keberadaan saya. Meski saya seorang praktisi kesehatan yang belum ahli, maka semoga suatu hari saya bisa sekolah lagi memperdalam ilmu-ilmu yang lain, belajar dengan banyak orang hebat di muka bumi. 

Hidup memang selalu membahagiakan ketika kita mampu berdamai dengan kenyataan. Meski menerima kenyataan yang pahit tidak semudah seperti menelan pil pahit, maka mari berusaha untuk tidak bertemu dengan kenyataan yang pahit!

Setiap kita, sudah Tuhan rencanakan hidupnya. Jika belum sesuai, mari kita belajar menerima. Meski menerima itu sulit, setidaknya kita sudah berusaha. Kita harus mempercayai satu hal, Tuhan tidak kemana-mana, Tuhan ada dan akan selalu ada. Tuhan melihat setiap usaha kita, dan hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha!


Sekian curhat dari saya, 


Jangan pernah lupa untuk bahagia,Bye!

Share this:

0 komentar :