TULIS TANGAN

By Feny Mariantika Firdaus

    • Facebook
    • Twitter
    • Instagram
Home Archive for 2017
Akhirnya hari Minggu kali ini jauh lebih produktif, karena sudah empat kali hari Minggu hanya saya habiskan di atas tempat tidur dan di depan laptop. Aktivitas yang cukup membosankan namun tidak ada pilihan lain. Saya anggap, tidak apa selama enam bulan di sini hanya untuk bekerja (saja).

Pagi ini saya kembali terlibat dalam membagi edukasi melalui radio. Semacam hobi lama yang tidak bosan-bosannya saya lakoni. Sebelum itu, saya terlebih dahulu mengisi perut saya dengan bubur ala Bandung di Lapangan Blang Padang. Salah satu pusat aktivitas masyarakat di Minggu pagi di Banda Aceh. Karena di lapangan ini tersedia aneka kegiatan baik kegiatan olahraga, bazar, maupun kegiatan sosial lainnya  dan yang tidak kalah penting adalah adanya aneka makanan yang tersedia di barisan tempat makan.

Tentang 'sarapan' minggu pagi. Sarapan yang saya maksud di sini tentu tidak hanya tentang makanan, tetapi juga tentang hal-hal lain yang tubuh perlukan. Seperti udara segar, energi positif yang didapatkan dari aktivitas di minggu pagi dan silaturhami, yang mungkin selama ini tidak kita sadari bahwa sebenarnya kita membutuhkan hal-hal sederhana, seperti sarapan yang mungkin hanya dengan sepotong roti, kudapan atau hanya satu buah apel atau buah lainnya. Sesederhana itu, porsi kecil. 

Karena ternyata, tubuh kita memang begitu membutuhkan isi ulang energi pada jam-jam tertentu. Tidak hanya energi untuk fisik, tetapi juga untuk mental dan spiritual. Dan mengapa sarapan? Karena saat sarapan, 'porsi' tidak harus banyak, namun yang terpenting ia dilakukan secara terus menerus dan konsisten. Seperti saat kita olahraga, belajar agama, membangun karir, membangun keluarga dan hal lainnya.

Dengan porsi sarapan, membuat kita tetap memiliki ruang untuk mengisi diri kita dengan hal-hal lain yang kita butuhkan di waktu atau jam berikutnya. Tidak mengisinya dalam satu waktu hingga penuh, namun di waktu selanjutnya menjadi kosong dan kekurangan hingga akhirnya membuat tubuh kita menjadi tidak seimbang dan tidak sehat. 

Sejatinya, pratek baik ini bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga kita mampu membangun ritme, membangun relasi yang baik dengan diri sendiri serta dengan orang lain. 

Pagi ini, saya tidak hanya sarapan untuk diri sendiri, tidak hanya untuk mengenyangkan perut sendiri. Tetapi melalui siaran di radio Pro 2, saya mencoba mengajak siapapun pendengarnya untuk terlibat dalam kegiatan berbagi informasi tentang kesehatan. Tentu saja saya bukan pakar dari ilmu kesehatan, saya hanya seseorang yang pernah mengenyam bangku kuliah selama lima tahun dan kebetulan itu di bidang kesehatan. Sehingga memang, informasi yang saya sampaikan harus dilengkapi oleh narasumber yang lain. Itu sebabnya, saya tidak bosan untuk mengajak rekan sejawat maupun tenaga kesehatan lainnya untuk membantu masyarakat memahami bagaimana menjaga kesehatan sejak dini dan oleh diri sendiri.

Karena tentu, sarapan saja tidak cukup. Harus dilanjutkan dengan makan siang, kudapan sehat dan makan malam, serta air putih. Maka, apa yang saya bagikan, saya berikan, harus tetap ditambah dan dilengkapi oleh yang lain. Dengan begitu, kita bisa semakin menjaga kesehatan kita, baik secara fisik, mental dan spiritual. 

Karena tidak mudah, maka mari kita berusaha bersama-sama. Karena sulit, maka mari kita saling membantu. Ayo terus hidup, sehat, dan bahagia.
Jangan lupa sarapan!
Bergantinya siang menjadi malam, malam menjadi pagi, muda menjadi tua, sehat menjadi sakit lalu sehat kembali, hujan lalu terik, dan aneka pergantian yang lain.Dalam keseharian hidup kita semua begitu dinamis, berubah dan menyesuaikan. Dan konon, seperti itulah kita harus hidup. Sebab yang statis hanyalah benda mati. 

Hari ini saya tiba-tiba ingin menuliskan tentang perubahan. Perubahan tentang apapun. Baik tradisi, kebiasaan, bahkan sampai prinsip dalam hidup. Mengapa demikian? Karena nyatanya semua berubah. Banyak hal yang mungkin kemarin masih berlaku, masih sesuai namun hari ini tidak lagi dapat digunakan. Perubahan karena ilmu pengetahuan berkembang, karena teknologi semakin canggih, karena nilai-nilai semakin mengikuti sang tuan. 

Apa yang terjadi ketika semua berubah? Bisa jadi kekacauan yang ada muncul. Sebab perubahan tanpa dibarengi dengan penyesuaikan akan menimbulkan gesekan atau celah di mana hal yang baik ataupun buruk bisa mengisinya tergantung dengan apa yang paling berpengaruh di sekitarnya. 

Bayangkan saja itu terjadi pada diri kita sendiri. Coba ingat-ingat apa saja yang pernah berubah di dalam diri atau hidup kita. Contoh di dalam hidup saya, saya pernah mengalami perubahan dalam berpakaian. Selama 17 tahun saya berpakaian yang tidak menutup aurat. Dan sejak saya melanjutkan pendidikan di bangku kuliah, saya bertekad untuk menggunakannya. Perubahan terjadi juga bisa berlandaskan pada nilai-nilai itu sendiri. Saya mengubah apa yang saya pakai setelah saya mengetahui nilai-nilai yang saya yakini benar dan membawa kebaikan untuk saya. Saat itu, karena memang diri saya menginginkan perubahan maka penyesuaian dan penerimaan jauh lebih baik. 

Lalu bagaimana jika perubahan itu tidak berdasarkan keinginan dan kesiapan diri? Nah, kondisi ini tentu berbeda dengan pengalaman saya di atas. Kondisi ini seperti perubahan yang saya alami saat saya harus melanjutkan sekolah di bidang kesehatan sementara saya minat saya lebih besar di dunia sastra. Perubahan tersebut lantas membuat saya uring-uringan bahkan tidak giat dalam belajar. Sebab dalam kondisi terpaksa atau dipaksa, sewajarnya tubuh ia butuh ruang untuk mengolal rasa menolak atau tidak terima atas perubahan itu sendiri. 

Atau contoh lain seperti perubahan cuaca yang cukup signifikan akhir-akhir ini. Dari cuaca yang panas terik lalu hujan deras atau selang seling keduanya membuat angka penyakit ISPA atau Mialgia meningkat. Bahaya? Tidak juga, sebab bisa jadi kenaikan itu tidak dibarengi dengan kesiapan tubuh kita dalam melewati perubahan. Toh tidak semua orang sakit kan? Tetapi apa semua yang bereaksi terhadap perubahan hanya mereka yang tidak siap dan enggan akan perubahan? Tidak juga. 

Semua kembali pada diri masing-masing bagaimana menyikapi banyak hal yang terjadi dalam hidup. Sebab sampai kapanpun perubahan akan terjadi di waktu yang mungkin kita tidak pernah menyadari. Sebab waktu masih menjadi bagian dari misteri yang tidak perlu kita pikirkan, sebab itu di luar kuasa kita sebagai manusia yang tidak lebih dari apa-apa. Tetapi tentunya kita tidak boleh lupa atau pura-pura lupa. Apapun yang berubah, kita tetap harus berpijak pada nilai yang sama, nilai yang benar dan datangnya dari ahlinya. Jika masalah kesehatan, maka kita harus berpijak pada ilmu kesehatan. Jika perubahan pada nila-nilai kehidupan, kita harus tetap berpijak pada nila-nilai yang kita yakini. Sehingga meski berubah jamannya, kita tidak akan kehilangan pijakan hidup kita.

Berbicara perubahan tidak jauh berbeda saat kita berbicara tentang ketidakpastian. Keduanya seperti memiliki keterkaitan. Karena tidak ada yang pasti di dunia ini maka perubahan itu terjadi. Dan kita hanya perlu kesiapan dari diri untuk keduanya, untuk hal yang tidak pasti dan untuk perubahan. Jika itu membuat hidup dan diri kita menjadi lebih baik, kenapa tidak?

Semangat untuk terus hidup dan bahagia!
Tidak mudah bagi siapapun yang pernah mengalami depresi untuk bercerita tentang pengalaman yang demi tuhan sungguh menyiksa. Depresi seolah memiliki wajah tersendiri bagi khalayak. Takut dianggap tidak waras atau gila menjadi salah satu momok yang membuat kami memilih menutupinya. Meski tidak selamanya hal tersebut bisa ditutupi. 

Di dunia kesehatan, depresi menjadi salah satu hal yang semakin hari semakin banyak dipelajari. Sebab semakin banyak yang mulai menyadari bahwa dirinya membutuhkan pertolongan secara medis. Saya kutip dari sebuah tulisan ilmiah yang menyatakan bahwa depresi adalah suatu keadaan emosi yang tidak menyenangkan dan dangkal sebagai akibat dari pengaruh peristiwa yang tidak diharapkan, dimana manifestasi gejalanya dapat bersifat ringan hingga tingkat yang terberat (Rosenbaum,2000). Definisi ini hanya satu dari sekian banyak teori yang mencoba menjelaskan tentang depresi. 

Setidaknya, dari satu definisi yang saya ambil sudah cukup menggambarkan bagaimana hal ini terjadi. Sebab saya merasakan sendiri bagaimana kepala saya tidak mampu berdamai dengan bagian diri saya yang lain. Di tahun 2013, sahabat-sahabat saya menduga saya bipolar. Namun mereka tidak menyampaikan hal tersebut kepada saya. Hingga akhirnya keadaan saya semakin tidak membaik bahkan semakin parah di tahun 2015-2016. 

Menyadari hal tersebut, saya berkonsultasi dengan sahabat saya yang kebetulan seorang dokter dan sarjana psikologi terkait kondisi saya, keadaan saya. Hingga akhirnya saya menemui psikolog untuk meminta bantuan. What should I do? I just don't know how to deal with myself!

Malam itu, 90% saya mampu menjelaskan dengan baik dan tidak ada yang saya sembunyikan. Baik perjalanan hidup saya dan mulai kapan gejala ini ada. Saya sempat menduga-duga, apakah benar saya bipolar? mengingat mood swings saya terkadang cukup ekstrim. Sayangnya gelaja yang saya miliki tidak cukup untuk didiagnosa bipolar. Lalu saya coba mengikuti tes NPD itu singkatan dari narcistic personality disorder juga tidak memenuhi syarat tanda dan gejalanya. Karena begitu takut, saya seolah-olah mencoba mendiagnosa diri sendiri. Begitulah tekat saya ingin lebih sehat secara utuh. 

Apa yang salah dengan diri saya? 

Selain mood yang sangat fluktuatif, saya sering merasa worthless,meaningless, gak punya siapa-siapa, takut tidak diterima, takut akan kegagalan, takut ini dan itu. Ketakutan sampai-sampai membuat saya benar-benar tidak ingin melakukan apa-apa. Bahkan ketika sedang kumat saya bisa menangis lebih dari tiga jam, mengutuk diri sendiri, menyalahkan atas apa yang terjadi, menyalahkan diri sendiri setelah berbicara tidak baik atau setelah melakukan hal-hal yang tidak baik, dan merasa diri dijauhi atau dibenci oleh orang lain. 

Setelah saya pelajari lebih lanjut, sepertinya saya tidak hanya mengalami depresi, tetapi juga anxiety. Anxiety bukan hal baru di dunia kesehatan mental. Dalam bahasa, anxiety memiliki kesamaan makna dengan gangguan rasa khawatir atau kecemasan. kedua hal ini sama tidak baiknya. Apalagi jika ketika seseorang memiliki keduanya. Bagaimana rasanya? Feel so crazy!

Saya bahkan tidak benar-benar bisa menjelaskan seberapa buruk saat kondisi itu sedang berdatangan. It's like I don't want continue my live.

Saat itu, baik dokter maupun psikolog mengatakan bahwa prognosis atau keadaan saya masih baik. Tetapi sangat wajib mengelola. Saya harus menerima kenyataan, menerima diri dan berdamai dengan diri sendiri. Saya tidak boleh terlalu keras pada diri saya. Disampaikan bahwa saya harus menerima ketika saya gagal, ketika saya bersedih, ketika saya melakukan kesalahan. Sebab saya seorang manusia. Nobody is perfect in the world, so you are oke if you failed or did mistakes in your life. Don't blame yoursefl too much dan don't judge yourself.

Di tahun 2016 kondisi saya jauh lebih baik. Mood saya lebih terkontrol, emosi saya tidak lagi meledak-ledak, mungkin yang tersisa hanya perasaan worthless dan kecemasan akan banyak hal. Hingga saat ini, kondisi kesehatan mental saya semakin membaik. Hanya beberapa minggu ini saya berada di lingkungan baru. Ada beberapa gejolak yang memicu saya kumat beberapa saat. Di tempat kerja saya sudah 2 kali memunculkan perubahan mood yang signifikan. Selain berkaitan dengan proses adaptasi dan banyak hal yang tidak sesuai. Saya mulai memblame diri saya sendiri karena semakin rentan dan payah dalam beradaptasi. Dan kecemasan-kecemasan mulai memunculkan diri. 

Saat menulis ini, kedua mata saya masih bengkak. Setelah weekend kemarin saya menangis hanya karena permasalahan kecil. Tetapi bisa menjadi besar saat saya sedang kumat. Kumat di sini berarti di mana emosi saya sedang sangat tidak baik. 

Dari perjalanan saya akan semua ini, saya mendapatkan satu hal penting yang bisa membantu menghilangkan depresi dan anxiety ini. Selain penguatan dari nilai-nilai rohani, saya setuju jika kami memiliki support system. Sebab saat saya kumat dan berusaha mencari pendengar dan ada yang mendukung saya, secara langsung keduanya mengurangi kemungkinan buruk terjadi. 

Seorang teman mengatakan kepada saya bahwa saya tidak sendiri, saya seseorang yang kuat, saya menjadi perempuan terkuat ketiga bagi dia, dan kalimat-kalimat pendukung lainnya. Meski terdengar begitu menghibur, saya benar-benar terbantu. Suara tangis saya yang begitu terisak mulai ringan, mulai kembali percaya diri dan mulai membaik. Terlebih lagi saat saya kumat, saya selalu menghubungi seorang teman dokter yang concern pada kesehatan mental. Ia selalu meluangkan waktu itu mendengarkan. 

Saya teramat menyadari bahwa saya membutuhkan orang lain. Dan melihat kondisi seperti ini, saya mampu merasakan bagaimana orang lain di luar sana struggling dari kondisi yang sama atau bahkan lebih sulit dari apa yang saya alami. 

Ketika membaca artikel atau tulisan serupa dari mereka yang mengalami depresi atau anxiety, saya tidak bisa berhenti menangis. Sebab saya merasakan apa yang mereka rasakan. Sebab banyak sekali di luar sana yang mengalami hal serupa, banyak sekali. 

Pesan saya untuk siapapun kamu, jangan pernah melihat kami berbeda. Depresi atau gangguan emosi lainnya bukan hal yang luar biasa. Ini sama saja ketika kita mengalami gangguan pencernaan atau pernafasan, atau gangguan tidur, gangguan penglihatan dan lain-lain. Mohon untuk tidak melebih-lebihkan kondisi ini. Kami sama seperti kamu, kita semua bisa sakit, dan kita semua bisa sehat. Jika pilihan terbaik adalah saling mendukung, mengapa kita memilih pilihan yang lain? 

Sering-seringlah menanyakan kabar orang di sekitar kamu. Kita tidak pernah tahu bagaimana kondisi seseorang yang sebenarnya. Karena kepedulian sangat mampu menjadi salah satu obat dari masalah kesehatan. Let's talk, mari tetap hidup dan sehat!

Salah satu hal yang begitu saya syukuri adalah bekerja di lembaga yang begitu mengedepankan kebutuhan masyarakat. Meski dalam proses ini, banyak sekali yang harus saya pelajari sebagai seorang praktisi kesehatan. Berpindahnya saya dari Papua menuju Aceh menjadi tantangan untuk diri saya sendiri. Shock culture tentu menjadi salah satu hal yang harus saya kelola. Tidak perlu saya jelaskan secara detail, yang pasti kondisi masyarakat dan cara bermasyarakat di kedua tempat ini sungguh berbeda. 

Hari ini bersama tim medis kami memberikan pelayanan kesehatan di sebuah desa di Kecamatan Lhong, Desa Paroy namanya. Waktu tempuh dari Banda Aceh kurang lebih satu jam dengan menggunakan kendaraan roda empat. 

Sepanjang jalan menuju desa memang tidak banyak pemukiman yang dilewati. Konon wilayah ini merupakan salah satu wilayah yang menjadi bagian sejarah dari peristiwa tsunami. Dan sepanjang jalan itu pula saya mencoba assessment wilayah ini. Deretan desa yang berinduk di Aceh Besar, Kabupaten terdekat dengan Banda Aceh. 

Sepanjang jalan tidak banyak aktivitas masyarakat yang tertangkap oleh mata. Sesekali saya melihat kelompok anak-anak yang bermain. Aktivitas masyarakat yang paling sering saya temui adalah kaum laki-laki yang berada di warung kopi, di sawah dan di warung-warung tempat mereka berdagang, serta kelompok wanita yang sibuk dengan pekerjaan rumah tangga yang tiada habisnya. 

Rupa jalan menuju Desa Paroy seperti perjalanan menuju Gunung Bromo, baik jalur Probolinggo maupun melewati Desa Tosari, berliku-liku. Dilengkapi dengan guyuran hujan yang lumayan deras sehingga membuat jalan menjadi cukup padat dan tidak berkesempatan untuk menikmati pemandangan yang jika tidak hujan dan berkabut maka bisa menikmati pemandangan yang indah. 

Dan perjalanan pun sementara berakhir ketika mobil kami sudah melewati gapura Desa Paroy. Seperti desa pada umumnya. Jarak antar rumah masih berjauhan, infrastruktur yang masih minim dan kalaupun ada begitu sederhana. 

Kegiatan kami berpusat di Meunasah istilah lokal yang berarti masjid atau tempat ibadah. Hujan terus mengguyur namun tidak membuat warga menunda kedatangan mereka. Ibu-Ibu berduyun-duyun datang, ada yang menggandeng dan menggendong anak-anaknya. Saya menyukai pemandangan ini. Begitu sederhana namun membahagiakan. 

Setelah berbincang dengan Bidan Desa dan Mamak-mamak, saya mendapatkan informasi bahwa Puskesmas Lhong kerap memberikan pelayanan posyandu dan posbindu. Meski kadang dua bulan sekali atau satu bulan sekali. Mereka juga sempat menyampaikan bahwa jarak ke Puskesmas begitu jauh sekitar 15 kilometer. Di saat yang sama, mereka berharap saya kembali datang untuk memberikan pelayanan. 

Pelayanan kami berlangsung sekitar tiga jam. Cukup lama sembari menunggu hujan reda. Usai pamit, saya meminta tim untuk membawa saya menuju Puskesmas, sekadar mengetahui sejauh apa jarak yang ada. Dan ya, memang cukup jauh bagi saya pun mereka. 

Perjalanan pulang menuju Banda menambah penilaian saya terhadap masyarakat di sini. Terutama saat mobil kami berhenti di pinggir jalan untuk membeli ikan asin. Saya yang tetap berada di mobil berkesempatan untuk melihat aktivitas penjual dari jauh. Dari bangunan warung mereka, raut wajah dan atmosphere yang ada. Tidak berbeda jauh dengan apa yang saya lihat di masyarakat desa pada umumnya. 

Perjuangan hidup untuk tujuan yang sederhana. Bisa jadi ikhtiar mereka untuk mencapai hal-hal yang sederhana. Memiliki tempat bernaung, bisa membuat perut terisi, mampu memberikan kesempatan anak-anak untuk mencicipi bangku sekolah, atau bahkan ada banyak tujuan lain dari segala usaha yang ada, bisa jadi tujuan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik, bagaimanapun standarnya. 

Hidup sungguh penuh dengan makna. Banyak sekali hal-hal sederhana yang bisa dijadikan penyemangat diri dan orang lain. Mereka mengajarkan saya bagaimana untuk selalu bersyukur dan menikmati hidup lebih baik lagi, berbagi lebih banyak lagi. Dan saya semakin meyakini jalan yang saya pilih. Berharap kesederhanaan kian diraih dan mampu lebih bijaksana dalam setiap tindak tanduk sehari-hari. 

Begitu nikmat berbagi, perasaan syukur yang tidak bisa ditukar dengan kesempatan yang lain. Sebab berbagi menjadi salah satu pilihan jalan, tersedia untuk siapa saja, meski tidak semua memilihnya. Terus berbagi, sebab darinya kita mendapatkan energi positif yang luar biasa!
Di kantor cabang ini, saya memiliki jam istirahat yang lebih banyak tiga puluh menit dari kantor cabang sebelumnya. Dan hal tersebut tentu berdampak pada jam pulang kerja saya. Tapi saat ini saya tidak akan membahas hal tersebut. Karena ada topik yang lebih seru yaitu bagaimana saya mengahabiskan jam istirahat saya dalam tiga minggu terakhir. 

Yep! dengan menonton. Saya memang hobi menontoh film dengan genre adventure atau thiller, horor dan romance kadang. Seperti siang ini,sambil menghabiskan 1 porsi nasi uduk ikan nila, saya melanjutkan film The Jungle hingga jam istirahat berakhir. 

Film ini diperankan oleh aktor yang memerankan film Harry Potter, yang tentu saja saya tidak tahu namanya. Salah satu ciri khas saya adalah sebanyak apapun film yang saya tonton, saya tidak mengetahui nama aktornya. Who cares? Haha

Di dalam film The Jungle, pemeran dalam film itu ada beberapa orang. Ada Yossi, Kevin, Marcus dan Karl. Pemeran cameo saya ga sempat kenalan yes. Nah, di film ini ceritanya Yossi, Kevin, Marcus adalah tiga pemuda yang lagi cari jati diri ceritanya. Memutuskan untuk travelling atau berpetualang semacamnya. Mereka memilih lokasi-lokasi yang masih adem secara kehidupannya dan jauh dari negara mereka yaitu Amerika.

Alih-alih lagi di negara orang, saat sedang berkeliling, Yossi ketemu sama si Karl. Konon dia seorang guide yang sudah keluar masuk hutan dan ketemu suku Indian. Dia sampai kasih tunjuk ke Yossi foto dia bareng dengan suku Indian. Karena Yossi memang lagi tertarik banget sama hal-hal seperti itu dan Karl bisa menangkap hal tersebut, jadilah si Yossi berhasil di'genggam' oleh si Karl.

Setelah itu Yossi menceritakan apa yang ia ketahui dari Karl dengan antusias. Singkat cerita akhirnya mereka pergi meski awalnya Kevin dan Marcus menolak.

Sampai di hutan, mulai banyak hal yang membuat mereka semakin antusias, main-main di hutan itu seru, seriuse. Tapi memang harus benar-benar penuh pertimbangan. Perjalanan mereka membahagiakan sebelum akhirnya terjadi juga konflik saat Marcus mulai sakit dan semakin parah. Di hutan yang lembab memang kebersihan diri harus tetap terjaga. Karena semakin sering terkena hujan maka kondisi tubuh kita juga akan semakin menurun daya tahannya. Mulai ada luka, semakin parah dan parah. 

Di momen itu saya teringat ke beberapa pendakian saya. Saat ada rekan yang mulai lemah atau sakit. Dan saya tetap berjalan dengan cepat dan paling terdepan. Dahulu, saya pernah menganggap bahwa yang seperti itu cukup menghambat perjalanan. Dan hal ini juga yang sering membuat saya enggan melakukan perjalanan beramai-ramai. Tetapi pada saat yang sama, saya juga menyadari betapa egoisnya saya. 

Meski tidak melakukan apa yang Kevin lakukan saat keadaan Marcus semakin parah. Kevin menolak dengan keras melanjutkan perjalanan bersama Marcus. Hingga akhirnya Yossi menawarkan kepada Marcus untuk melanjutkan perjalanan bersama Karl melalui jalur darat. Dan Marcus lebih setuju seperti itu ketimbang melanjutkan perjalanan bersama Kevin melalui jalur sungai. 

Dan perpisahan mereka pada saat itu menjadi perpisahan selamanya. Sebab hingga film berakhir, dijelaskan melalui narasi bahwa Marcus dan Karl tidak pernah ditemukan. Sementara perjalanan Yossi dan Kevin mengarui sungai sangat membuat saya deg-deg-an. 

Betapa tidak, setelah Kevin dan Yossi berpisah akibat arus yang begitu deras, Yossi yang harus terpental dari satu batu ke batu lain membuat saya tidak tega membayangkannya. Ditambah psikis yang semakin terganggu dan mulai berhalusinasi. Belum lagi masalah perut yang saya gak tahu sudah berapa lama kosong. Teriak sana sini berusaha mencari bantuan. Dan lebih dari tiga minggu Yossi terus berusaha dengan keras untuk bisa diselamatkan. Ada beberapa bagian yang saya pun ga sampai hati melihatnya. Misal saat Yossi harus makan telur yang sudah ada janin burung mentah-mentah, saat berhalusinasi ketemu dengan mba-mba suku di sana,  dan yang terakhir keluar dari lumpur dan dengan sengaja bikin semut api mengigit tubuhnya sampai dia berlari dari hutan menuju sungai. Terharu ketika akhirnya ditemukan oleh Kevin dengan begitu dramatis.

Film ini cukup membuat saya mengingat masa-masa di mana saya begitu mencintai hutan. Menghabiskan hampir setiap weekend saya berada di sana untuk sekadar menjauhi keramaian, tidur dan bersantai di tenda, melihat-lihat alam yang indah. Bukan sekadar hutan biasa memang, selain treck yang beragam, setiap hutan di gunung memiliki sejarah dan cerita yang berbeda-beda. Dan beberapa lokasi saya mengalami beberapa hal-hal dramatis meski tidak sedramatis film ini.

Seperti saat mendaki Gunung Arjuno, selain kondisi salah satu rekan kami tidak sehat, di puncak kami bertemu dengan jenazah pendaki lain. Atau saat mendaki Mahameru, tiba-tiba saya harus membantu seorang pendaki lain yang kepalanya terkena batu dan berdarah-darah. Atau pada saat saya ke Mahameru untuk kedua kalinya, dan saat beberapa langkah akan sampai di Mahameru, saya merasa tidak mampu lagi. Nyaris menangis dan ingin turun, namun ada seseorang yang tidak dikenal memberikan tangannya dan perlahan membantu saya untuk mencapai puncak, lalu di puncak saya menangis sungguhan. Atau pada saat tengah menjalani survival training bersama tim, saya menjadi arogan seperti Kevin dan membuat anggota tim saya merasa seperti Marcus. Dan saya, pada saat yang sama, saya menyesali sikap saya pada mereka, rasanya ingin meminta maaf pada saat itu juga.

Moments yang mungkin memiliki kesamaan makna, di mana saat melakukan perjalanan, kita berusaha untuk bertahan dan mencapai tujuan bagaimana pun caranya semua dicoba.  Pahit, getir bahkan penuh bahaya, namun pilihan untuk hidup tetap menjadi yang utama. Kita semua bertahan untuk hal itu, hidup. 

Kadang, ketika saya sedang mendaki, atau sekadar treckking di hutan, sekalipun hanya snorkling, saya memikirkan banyak hal. Ini-itu semuanya muncul di kepala saya. Mencoba mencerna semua makna baik yang usai, yang sedang terjadi, ataupun mencoba merangkai rencana untuk esok. 

Rekam jejak setiap orang sangat layak untuk dituliskan. Saya meyakini bahwa setiap dari kita akan menghasilkan makna-makna baik yang serupa maupun yang berbeda. Perjalanan hidup yang kelak akan bisa dikenang oleh banyak orang. Seperti film ini yang memang berdasarkan kisah nyata. 

Ada banyak orang yang memilih jalan hidup yang berbeda. Mungkin dari cerita perjalanan hidup orang lain yang tidak kita lakoni, kita bisa belajar dari sana. Seperti yang saya lakukan ketika saya menonton atau membaca sebuah cerita. Ada banyak sekali hidangan makna yang bisa disantap lalu dicerna. Bagaimana rasanya? Nikmat!
Perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain menjadi perkara yang mudah di depan mata. Namun menjadi perkara yang rumit sebenarnya. Sebab tidak selamanya diri mampu menyesuaikan dengan setiap perubahan. Kendati demikian, ada hal yang tidak berubah, yakni sepi.

Baginya, berteman sepi bukan hal yang baru. Ia sudah lama karib dengan hal itu. Hampir setengah dari waktu yang ia punya, ditemani oleh rasa sepi. Tidak ada yang tahu dan mampu merasakan bagaimana rasa berteman dengan sepi di setiap waktu. Ia sadar, ia sudah terlalu jauh berjalan sendiri. Ingin kembali, namun tidak ingin mengulang jejak yang sudah terlewati. 

Pagi di kota yang berbeda, membuat ia merasakan kembali kesegaran udara di tengah kehidupan yang sesak. Sesak sebab banyak sekali hunian di sini dan sesak akibat pekerjaan rumah di dalam kehidupannya. 

Namun tidak banyak yang bisa ia lakukan untuk mengakhiri intimate dengan rasa sepi, selain terus mencurahkan waktu dan pikirannya untuk pekerjaan dan hal-hal lain yang positif. Meski ya, kadang pengalihan itu menjadi gagal saat suasana hati begitu fluktuatif.
 
Rasa sepi bisa jadi tidak sesederhana itu. Tetapi mungkin berlebihan juga jika ia menjadi sebuah hal yang sulit. Dan sampai kapanpun, ia akan membersamai, bahkan mungkin di setiap kesempatan. Seolah ia begitu paham kapan dan di mana ia bisa muncul secara tiba-tiba dan membuatnya lemah.  

Bahkan kadang, di saat tengah menghabiskan waktu dengan banyak orang di luar sana, di saat yang bersamaan, sepi datang menyergap. Mengisi empty space saat itu. Seperti pencuri yang tiba-tiba datang setelah melihat rumah kosong di hadapannya. 

Baginya, rasa sepi menjadi perusak tatanan wajah. Sebab wajahnya bisa berubah menjadi begitu muram dan tidak bercahaya seperti biasa tatkala rasa sepi itu berada di sisinya. Ia karib namun saling membenci. Ingin berdamai namun tak mengerti bagaimana caranya berdamai. Seperti inilah hari-hari ia yang berteman dengan sepi. 

Bisa begitu membahagiakan, namun juga bisa begitu memilukan.
Saya sebenarnya tidak mengingat kapan tepatnya tulisan pertama saya buat sebagai seseorang yang bercita-cita menjadi penulis. Memori masa remaja semakin samar. Hanya saja saya masih mampu mengingat aktivitas menulis kian saya gemari ketika saya duduk dibangku sekolah menengah pertama dan menengah atas. 

Meski saya menyadari bahwa tulisan-tulisan saya pada saat itu hanya sebatas rangkain puisi dan karangan semacam cerita pendek. Tetapi saya meyakini di kemudian hari bahwa melalui tulisan-tulisan sederhana itulah pada saat saya menjadi mahasiswa saya semakin menggilai hobi saya yang satu ini. Menulis dan membaca menjadi dua hal yang tidak pernah lepas dari kehidupan saya. 

Dan melalui kedua hobi tersebut, saya mendapatkan banyak hal. Selain pelatihan menulis, jurnalis, saya juga bisa berteman dengan banyak penulis yang karya-karyanya begitu saya kagumi. Saya mengikuti banyak lomba menulis hingga mengikuti ajakan penulis-penulis lain untuk berkolaborasi. Bagi saya, hobi ini sangat membantu saya untuk terus mengembangkan diri dan ide-ide yang saya miliki. 

Melalui blog yang sederhana ini, sejak tahun 2010 saya menggunakannya untuk menulis tentang apapun yang ingin saya tulis. Baik terkait cerita perjalanan, monolog, maupun tulisan-tulisan bermakna samar, apapun yang ingin saya tulis, maka saya menulisnya di sini. Saya tidak pernah khawatir tidak ada yang membaca, sebab bagi saya dengan saya terus menulis sudah lebih dari cukup. Saya bisa menarasikan apa-apa yang mungkin tidak mampu saya ucapkan. 

Kelelahan, kejenuhan dan perasaan yang kadang tidak terasa baik, saya bisa menuangkannya melalui tulisan. Usai kemudian saya bisa merasa lebih lega, lebih baik. Maka, semakin saya memahami bahwa menulis bisa menjadi healer bagi saya, kemudian saya menjaganya agar tetap bisa dipertahankan dan menemani keseharian saya.

Maka menulislah!
Seperti kenikmatan saat menghabiskan bait-bait puisi. Duduk di tepian pantai yang tidak lagi ramai. Angin menemani sesekali. Ia memecah warna di permukaan langit tanpa kurang makna. Kuning keemasan seolah menjadi warna yang digemari. Begitu juga dengan gradasi hijau tosca dan mega merah dengan warnanya yang khas. Sesekali awan dengan warna kelabu tua mengitari senja. Ia nampak begitu sunyi meski ramai. 

Kini, banyak yang begitu setia menantinya. Duduk di tempat yang berbeda, berharap bisa menemuinya dalam beragam rupa. Senja masih menjadi kecintaan bagi banyak orang. Seakan mereka memiliki kesamaan. 

Di nanti kehadirannya, ketika sudah bertemu hanya mampu saling melihat

Dan dalam senja, ada seseorang yang duduk di balik jendela, seolah tengah berusaha menggerus rindu yang tak tersampaikan. Rindu yang tidak berhasil diabaikan. Maka tidak ada cara lain selain menitipkannya pada senja. Seakan senja mampu menjadi perantara yang tepat baginya. 

Pada senja di ujung hari, ada banyak hati yang berusaha berbicara namun tak tersampaikan. Ada banyak kata yang sudah dirangkai tetapi tidak mampu diutarakan. Ada banyak makna-makna dari setiap peristiwa yang dapat dikenang bersama senja. 

Begitulah cara banyak dari mereka menikmati senja. Setiap hari dinanti hanya untuk berbicara. Setiap sore ditunggu hanya untuk saling membisu. 

Pada senja di ujung hari, sampaikan rindu ini pada ia yang dinanti.
Dan ya, bisa jadi saya akan semakin rajin menulis. Kenapa? Karena saat ini saya sedang berusaha menemukan copying stres terbaik yang bisa saya lakukan. Karena saya paham, stres bukan hal baik yang boleh disimpan apalagi jika terlalu lama. Kalau mau simpan sesuatu itu lebih baik yang berharga seperti emas atau harta karun. Jangan pula yang disimpan itu stres, masalah, kebohongan apalagi selingkuhan :p

Lanjutin topik deh ya!

Pertanyaan pertama " Kenapa kamu stres?" umm, ralat! " kenapa kamu sering stres?". Jawabannya adalah karena saya belum bisa berdamai dengan diri sendiri baik untuk hal yang sepele apalagi hal yang vital atau fundamental. Duh ngomong apa sih saya? :'D

Saya sempat tanya tentang apa sih definisi "berdamai dengan diri sendiri"? Jadi ya, artinya tuh belajar buat terima keadaan, terima kondisi, terima respon, terima apapun yang ada, apapun yang terjadi, intinya belajar buat nerima segala sesuatunya. Gak semua hal harus diprotes, gak semua hal bisa sesuai dengan apa yang ada dipikiran atau harapan kamu. Yes, absolutely can not!

Lalu masalahnya ada di mana? Di sana, dibagian tubuh kita paling atas, yang ditutupi dengan batok dan rambut, iya itu kepala namanya! karena kebanyakan pemicu terbanyak berasal dari sana, belum lagi didukung dengan ketidaksepahaman dengan hati. Duh, si hati emang kadang bikin rese yes! Maka terjadilah pertengkaran di sana, antara sesama isi kepala maupun isi kepala dengan isi hati. 

'Perang' terjadi secara terus menerus, entah apa yang diperebutkan, alhasil si pemilik badan akan sering lelah dengan sendirinya. Dengan kondisi yang seharusnya bisa ia kelola. Dengan kondisi seperti ini, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari jalan keluar agar 'perang' tersebut dapat dihentikan. 

Pertanyaan selanjutnya ''Apakah kamu sudah menemukannya?", jawabannya belum. Saya terus berusaha untuk rileks, untuk menemukan jalan keluar tetapi tetap saja, hampir setiap hari ada saja hal yang menjadi pemicu si stres kembali menyapa. Meski mungkin hanya hal-hal yang ringan, namun mampu membuat kepala tiba-tiba menjadi berat dan tidak berdaya. Jika situasi sudah seperti ini, maka dampak yang paling terasa dan mudah terlihat adalah perubahan ekspresi atau mood saya. Lalu apa yang saya lakukan dalam situasi itu? Saya biasanya melakukan hal-hal yang membuat saya lebih tenang, dengan mendengarkan musik klasik, atau menulis seperti ini, atau sekadar wisata foto di akun instagram saya dan yang paling sering saya lakukan adalah kerja!

Bagaimana jika hal tersebut tidak berhasil membuat saya lebih rileks? Biasanya saya akan berdiam diri, lalu menunggu jam pulang kantor, berjalan menuju rumah kost dan tidur lebih cepat. Dengan begitu energi saya tidak akan terbuang sia-sia hanya karena hal ini!

Pertanyaan terakhir, apakah stres itu kata lain dari gila atau gangguan jiwa? Ah come on buddies, semoga tidak ada yang berpikiran seperti itu ya. Stres belum memenuhi syarat untuk disimpulkan seperti itu. Stres itu hanya respon tubuh yang kadang berlebihan dan tidak sesuai dengan arus, semacam ada penolakan atau penentangan terhadap kenyataan. Namun jika tidak dikelola dengan baik, maka bisa mengganggu jiwa seseorang lebih dalam lagi.

Lalu apa mungkin orang yang stres bisa gila atau gangguan jiwa? Nah, seperti yang saya sampaikan sebelumnya, stres ini harus dikelola, harus ditangani, harus ada tempat untuk menyalurkannya. Dengan begitu ia tidak akan menjadi sumber penyakit untuk jiwa seseorang. Meski tidak semua orang serta merta mampu menemukan copying stresnya, tetapi setiap kita pasti akan berproses untuk bisa menemukannya. Susah ya? Susah mana dengan menemukan jodoh? Haha!

Meski demikian, semoga kita yang saat ini tengah berusaha menemukan penyalur stres bisa segera menemukannya ya. Yuk terus hidup sehat dan bahagia!

Akhir-akhir ini semakin merasa membutuhkan ruang lebih untuk diri sendiri. Sekedar untuk leyeh-leyeh, makan apapun yang sedang diidamkan, nyanyi randomly, atau melakukan banyak hal yang remeh temeh. 

Hal tersebut bisa jadi merupakan salah satu wujud dari kejenuhan yang sedang melanda. Jenuh? seberapa sering? Lumayan sering, jawaban saya. 

Kenapa kita kerap bertemu dengan kejenuhan ketika lelah itu tiba? Nah, saya sedang mencoba untuk menguraikan. Setidaknya ini penting untuk menjaga mood saya. Lelah di sini tidak hanya sekadar lelah fisik saja, tetapi juga lelah pikiran. Untuk manusia tipe seperti saya, yang overthinks, kelelahan tidak hanya menyerang fisik, tetapi juga pikiran. Itulah kenapa saya rajin menulis dan amat menyukai diskusi. Sebab isi kepala saya tidak bisa terus menerus atau kelamaan ditandem di kepala. 

Lalu bagaimana cara saya untuk mengatasi kejenuhan ini? Biasanya saya melakukan hal-hal yang sedikit 'aneh' bagi orang lain seperti beberapa hal dibawah ini. 


1. Wisata kuliner 
Melupakan program diet yang memang gak pernah berjalan sesuai rencana. Ups! Biasanya saya akan iseng keluar rumah, nyari makanan sampe keliling-keliling kota, nyobain satu per satu yang saya temui dan yang bikin saya ngiler. Alhasil saya akan bahagia dan kekenyangan. Hahaha 

2. Ngukur Jalan alias jalan-jalan tanpa tujuan
Duh pingin ketawa kalau inget hal yang satu ini. Kenapa? Karena saya bisa aja nyetir seharian keliling kota tanpa arah yang jelas. Di jalan biasanya saya sekalian hunting foto atau bikin video, lumayan buat stock! Macam blogger/vlogger pada umumnya gitu deh. Tapi jangan salah, meski nampaknya cuma buang-buang bahan bakar, kebiasaan yang satu ini beneran bisa ngilangin kejenuhan saya loh!

3. Ngendep di kamar
Nah, yang satu ini agak parah nih. Biasanya kalau sudah begini, tandanya saya harus pulang ke rumah atau harus long vacation. Karena kalau udah begini, weekend saya hanya akan dipenuhi dengan makanan ringan penuh racun(Serem banget ya, gaes? Haha) goleran di depan laptop siang sampe malem ngabisin stock films atau malah nonton films streaming. Makan pagi-malem akan delivery dan gak mandi sampe dua hari! eh seharian aja sih, malem biasanya mandi. Haha Plis yang satu ini jangan dicontoh, gak sehat banget kan gaes.

4. Olahraga
Sumfah, ini bukan pencitraan. Saya memang suka banget goyang-goyang, maksud saya zumba atau aerobik gitu. Saya juga kesem-sem banget sama yoga. Dulu saya juga suka lari, tapi semenjak kenyataan gak happy kayak harapan, saya berhenti lari di lapangan dan pindah lari di kenyataan. Loh! Kadang, seharian saya bisa tiga kali sehari olahraga. Sangking pingin ngilangin jenuh lalu merasa happy!

5. Baca Buku atau Jurnal
Pernah ada yang nanya ke saya, kok lagi jenuh malah baca buku atau jurnal? Nah di sini sedep dan nikmatnya, gaes. Kalau lagi jenuh lalu baca buku atau jurnal itu bisa bikin semangat atau merinding-merinding gitu pas ketemu kata-kata bagus atau pengetahuan yang kece. jadi nambah gitu semangatnya. Sok banget ye? Haha

Jadi, kalau lagi jenuh, saya mah gak selalu harus travelling atau hiking atau treckking. Cari hal-hal yang lebih santai juga bisa. Termasuk telponan sama orang rumah atau videocall dengan ponakan. Memang sih setiap orang pasti punya cara yang berbeda. Dan ini salah lima cara saya dalam mengatasi kejenuhan tingkat ringan-sedang. Etdah, ada tingkatnya segala! 

Jenuhnya jangan dikumpulin ya,gaes! Yuk hidup sehat dan bahagia. 
Perjalanan beberapa pekan ini memang belum berakhir ditulis. Setelah cerita perjalanan sebelunya, maka kali ini saya akan bercerita tentang bagaimana saya menikmati Pulau Rote dengan waktu yang sangat amat terbatas dan dana yang terbatas juga.

Bermodal nekat dan beberapa nomor handphone yang diberikan oleh rekan di kantor Cabang, saya memutuskan untuk mengexplore Rote. Saya membeli tiket pesawat dengan harga yang sangat murah. Dan bisa jadi karena murah maka pada saat keberangkatan saya ditinggal. Ya, pengalaman pertama ditinggal pesawat. Dan akhirnya saya memilih untuk naik kapal dikarenakan penerbangan hanya satu kali per hari.

Setelah membeli tiket kapal, saya menunggu di pelabuhan sekitar 1 jam. Perjalanan Kupang_rote di tempuh tidak terlalu lama. Hanya sekitar 2-3 jam tergantung kondisi pada hari itu.

Perjalanan melalui jalur laut tidak begitu menyulitkan. Hanya saja, waktu saja terpotong begitu saja. Apalagi ketika sampai di pelabuhan saya masih harus menunggu host saya selama di Rote. Ia seorang relawan di kantor Cabang NTT. Kak Aci namanya, saya harus menunggu Kak Aci yang masih menyelesaikan beberapa urusan pribadinya. Karena saya sudah cukup merepotkan dengan “menumpang dan menjadikannya guide” tentu saja waktu tunggu yang cukup lama harus saya bawa seriang mungkin. Menjadi manusia yang tahu diri dan bersikap tentu tidak mudah, tetapi semoga pada saat itu saya cukup berhasil menjaga sikap ya Kak Achi? :D

Setelah Kak Achi siap membawa saya berjalan-jalan, kami menyempatkan untuk mengisi bahan bakar motor dan bahan bakar diri kami sendiri. Siang itu petualangan di mulai sekitar pukul 14.00 WITA. Dengan terik yang luar biasa saya dan Kak Achi menembus setiap kilometer yang ada di hadapan kami. Tujuan kami adalah beberapa titik wisata di Rote Selatan, ada 300 Tangga namanya. 

 Untuk menikmati pemandangan seindah ini, pengunjung membutuhkan sedikit usaha melewati ratus anak tangga. Seingat saya, lebih dari 400 anak tangga meski objek wisata ini sudah diberi nama Bukit Mando'o atau lebih terkenal sebagai Tangga 300 Mando'o di Kecamatan Lobalain, Rote Ndao, NTT.

Usai mengurai tenaga demi Bukit Mando'o, perjalanan selanjutnya menuju Pantai. Dan tidak lupa menikmati sunset di sebuah pantai dengan pemandangan yang berbeda. Jika memori saya tidak salah, maka pantai dengan pemandangan seperti itu baru saya lihat di sana. Vegetasi pohon kelapa sawit seolah menjadi pembatas antara pantai dan pemukiman warga. Lalu tepat di bibir pantai maka kita bisa melihat terdapat banyak bungalow yang kabarnya milik WNA. Nembrala nama pantai dengan keindahan yang istimewa ini. 

Kak Achi mengatakan bahwa saya cukup beruntung bisa menikmati sunset yang begitu indah dengan pantai yang begitu tenang. Dan saya rasa Kak Achi benar, saya sangat beruntung. Tidak sedikit saya mengabadikan gambar di Pantai Nembrala, seolah begitu takjub dan tidak ingin meninggalkan pemandangan yang ada.






Keesokan harinya, meski sulit untuk move on dari Pantai Nembrala, tetapi perjalanan harus terus dilanjutkan. Lalu kami  menemui sunrise di Pantai dekat rumah Kak Achi. Pantainya masih sangat bersih dan terjaga. Meski letaknya tepat di pemukiman warga namun sampah rumah tangga masih bisa dikontrol oleh masyarakat. 



Setelah puas menikmati sunrise, saya packing untuk berpindah pulau, lalu menyelesaikan destinasi terakhir di Pulau Rote. Kak Achi membawa saya ke sebuah tempat, seperti pantai selatan di pulau Jawa. Sebab di sana saya bisa menikmati jajaran pantai, saya disugukan dengan pemandangan yang tidak kalah menajubkan. Potongan laut yang nyaris sempurna bagi sepasang mata milik saya. Pantai Oesasole, yang terletak di Rote Timur. Perjalanan dari pusat kota Rote Timur menuju pantai ini pun menyugukan pemandangan yang akan membuat hasrat travellers akan meningkat. Betapa tidak, suasana desa lengkap dengan pepohonan dan terik matahari melengkapi perjalanan menuju pantai ini. Pantai ini juga dikenal dengan batu karang yang berbentuk hati. Sayangnya, kunjungan saya pada hari itu begitu singkat dan saya cukup menyesalinya. Andai saja saya bisa memiliki waktu lebih lama, tentu saya akan memanjakan diri saya ke dalam air laut yang begitu jernih bahkan lebih jernih dari kolam renang.









Dan akhirnya perjalanan saya berakhir di Pantai ini. Keindahannya yang begitu sulit untuk saya jelaskan. Jika kamu ingin merasakan sensasinya, kamu bisa langsung bertandang ke Rote. Bagi saya, jauh lebih indah dari apa yang ada digambar.

Nah, sampai ketemu di perjalanan selanjutnya! 















Sebelumnya, saya harus kasih info dulu kalau perjalanan ini berlangsung 1 tahun yang lalu. Dan punten banget baru sempat nulis lagi. 

Oke, jadi memang 14 Days Overland NTT yang bermula di Flores akan berakhir di sini, Sumba. Salah satu dari sekian destinasi terbaik yang pernah saya kunjungi di Tanah Indonesia. 

Pagi itu penerbangan saya dari Kupang menuju Sumba Timur cukup lancar. Terbebas dari segala macam hama dan drama. Sekitar  masih pukul delapan atau 9 pagi saya sudah mendarat di Bandara Umbu Mehang Kunda, bandara yang terletak di Waingapu, Sumba Timur. Kondisinya seperti kebanyakan bandara di NTT. 

Tepat ketika saya turun dari pesawat, jari saya mulai sibuk menelusuri bank informasi di Google. Mencari hotel terdekat dan list itinerary. Seperti yang saya infokan sebelumnya di tulisan 14 Days Overland NTT part lainnya bahwa perjalanan ini teramat impulsif. Dan semua tergambar dari raut wajah saya ketika mulai keluar dari gedung bandara. Pertama kali menginjakan kaki di tempat ini hanya bermodal keril dan kenekatan tanpa mengenal siapa pun. Iya, siapapun. 

Tetapi karena ini bukan yang pertama melakukan perjalanan "konyol" macam begini, tentu saja saya tetap bisa bersikap cool seperti biasa. Ohiya, jangan berharap keluar bandara kamu akan menemukan jejeran taksi atau barisan bus, pemandangan yang semu itu. Karena nyatanya kamu hanya akan menemukan deretan tukang ojek lokal dan rental mobil. 

Melihat keberadaan saya yang mungkin lebih keliatan seperti "anak hilang" dari pada traveller, maka mereka mulai mendatangi saya satu per satu. Situasi yang cukup membuat pusing pala belbi. Seperti biasa, saya hanya merespon dengan singkat atau lebih tepatnya galak dan saya terus berjalan ke arah jalan raya. Di sana saya duduk di atas gorong-gorong  dan beberapa tukang ojek masih menghampiri saya. 

Hingga akhirnya tersisa beberapa orang. Setelah saya menemukan hotel di mana saya akan menginap, saya mulai merespon tawaran tukang ojek yang sudah tinggal seorangan. Singkat cerita, tukang ojek itu dapet "sarapan pagi" dari saya karena dengan jarak yang cuma 9 KM dia memasang tarif 50.000. Alhasil, panjanglah cerita. Saya ingat sekali isi "sarapan pagi" itu " Pak, Bapak gimana mau dapet penumpang kalau belum apa-apa Bapak sudah pasang tarif tinggi untuk tujuan yang dekat kayak gini. Bapak pikir kami jalan-jalan begini baru sekali dua kali apa? Kami juga tau Pak kira-kira berapa bayar ojek atau taksi dengan jarak sekian KM. Jangan berpikir kami semua bisa ditipu mentah-mentah ya Pak". Jreng. jreng, jreng! Mbak, situ rame banget kayak pasar? #lol 

Dan saya masih inget banget ekspresi si Bapak itu,kalau api, doi langsung padam deh. Haha, kebiasaan saya ya, bisa ngomel di mana aja dan dengan siapa aja selama saya merasa ada hal-hal yang bertentangan dengan asas keadilan dan kemanusiaan. Ini apa sih? -,-

Dan akhirnya, doi minta maaf dan turunin tarif sesuai dengan kesepakatan saya, 15.000. Dan akhirnya saya sampai ke hotel yang saya mau. Sampai di hotel yang namanya saya lupa tapi terdaftar di Traveloka, saya mikir ulang. Karena yang pertama, hotel itu sepi dan tua banget. Pas diantar liat kamar, tempat tidurnya aja mirip banget sama tempat tidur Mbah saya. Spooky banget. Dan setelah itu saya cancel dan minta tukang ojek antar saya cari hotel yang lain. Dia menanyakan pada saya hotel seperti apa yang saya mau. Saya hanya bilang yang murah, bersih, dan aman dari human trafficking. Allahu akbar, Mba situ mau travelling atau riset sih? o_o

Lalu dibawalah saya muter beberapa hotel dan akhirnya saya memilih hotel Jimmy. Hotel ini dekat dengan pasar tradisional di Waingapu dan di depan hotel ada sport center. Wah, bisa cuci mata deh saya #eh
Di front office hotel (Jangan bayangin front office hotel pada umumnya ya), saya ketemu cece yang namanya saya sudah lupa. Cece, sudah pasti seorang gadis keturunan Tionghoa yang merupakan anak pemilik hotel, Koh Jimmy. Cece ramah dan membantu saya lihat kamar. Hotel ini punya banyak kamar, nampak seperti kost-kost-an yang naik kelas. Tidak berisik dan bersih. Dan saya memutuskan untuk bermalam di sini. Ohya, mau tau harganya? saya dapat kamar yang per malam Rp.125.000 (ini harga regular, buat traveller-kere macam saya, saya dapet diskon dong:D) dengan kamar mandi di dalam, fasilitas kipas angin, ga ada tipi dan dapet sarapan ( roti sebiji dan kopi/teh). Berhubung saya gak mau leyeh-leyeh di kamar juga, jadi ga perlu pilih kamar dengan fasilitas AC, dan karena di sini panas, jadi ga perlu fasilitas air hangat. Dan yang gak kalah penting adalah di sini bisa nyuci dan jemur pakaian. Kebayang dong saya cuma bawa tas satu biji dan baju berapa lembar, jadi sudah pasti akan ada adegan cuci mencuci. Dan cukup aman untuk ninggalin laptop dan isi tas. 

Setelah mandi dan beberes, saya sudah ada janji dengan tukang ojek yang tadi, kalau saya akan mengunjungi bukit Wairinding. Bukit yang super hits di Sumba Timur. Apa istimewanya? Bagi saya, bukit yang ada di Sumba memiliki keistimewaan di mana rumput yang tumbuh di atasnya tidak terlalu tinggi (atau mungkin karena rajin dipangkas? :D) dan bentuk yang secara alami membentang dan tersusun rapi dan istimewanya bukit Wairinding adalah ia memiliki "pola" tersendiri. Seperti ada garis diagonal yang menghubungkan beberapa bukit lainnya sehingga membentuk garis temu di tengahnya (ini ngomongin apa deh?). Tapi sayangnya nih gaes, Kakak ojek membawa saya ga sampai ke Bukit Wairinding yang sebenarnya. Cuma di bawa ke bukit ya udah bukit aja. Doi gak tau bukit Wairinding yang mana (Lalu gue dong punya ide untuk meningkatkan skill and knowledge para ojek di dunia ini supaya tahu dan menguasai segala hal yang berkaitan dengan destinasi wisata di desa atau wilayahnya :D)

Bukit di sekitar Bukit Wairinding.
Dan saya hanya menikmati hamparan bukit yang bukan Wairinding.
-.-
(Kalau mau tahu pemandangan bukit Wairinding yang sesungguhnya, kamu bisa langsung cek ke google atau IG ya). Ketika menuju bukit ini, maka harus bersiap-siap untuk kehilangan signal sementara waktu. Ohiya hampir lupa, jarak dari hotel ke sini hanya sekitar 15-20 menit menggunakan kendaraan roda dua. Asumsi saya, jika menggunakan roda empat bisa jauh lebih cepat. Di dalam perjalanan ke bukit ini, saya kebetulan sambil hunting info objek wisata di Sumba melalui Instagram. Dan melalui Instagram juga akhirnya saya berkenalan dengan seorang pemuda tampan nan baik hati. Duh, ini part dari cerita ini yang ga mungkin bisa terlewat. Gimana enggak, lewat chat di IG bisa udah gitu aja jalan bareng sama empat orang laki-laki baik hati, ramah dan yang paling penting ga merokok pada saat itu :D

Mereka adalah Bang Jo, dkk. Saat itu saya hanya menanyakan terkait keamanan di Sumba karena saya berencana untuk explore Sumba menggunakan motor seorang diri. Dari pertayaan itu lalu berakhirlah mereka menawarkan saya untuk bergabung dengan mereka yang sore itu berencana untuk ke pantai Puru kambera. Apa itu Puru kambera? Pada saat itu saya langsung searching dan hasilnya cukup membuat saya ngiler lalu mengiyakan ajakan mereka. Gils, saya gampangan banget ya? haha, I just trust Him :)

Dan lewat chat lalu telpon akhirnya kami bertemu, mereka menjemput saya ke hotel padahal saya lagi di jalan dari bukit ke hotel. Lalu akhirnya ketemu di lampu merah sekitar hotel. Dan ketika bertemu dengan mereka, ulalalala awkward dong. Hahaha Wajar sih, baru kenal banget sekian menit yang lalu, freak aja kalau saya udah sok asik. Tapi yang namaya traveller ketemu traveller mah asik aja, kayak ketemu saudara sendiri gitu (ngaku-ngaku).
and here we go, sunset goes to Puru Kambera


Istimewa bukit Sumba juga karena ada makhluk paling gagah ini.



Dan ini langit di Sumba

Pantai Puru Kambera

Kami cukup lama menghabiskan waktu di pantai ini. Bang Jo, dkk menikmati kehangatan air pantai di sore hari. Sementara saya duduk santai menikmati pemandangan yang ada, sesekali saya memainkan pasir dan berkejaran dengan hempasan ombak di bibir pantai. Moment yang selalu saya rindu, bisa menikmati waktu dengan begitu santai, apa adanya dan tanpa beban, seperti tanpa beban tepatnya. Dengan kedua mata saya, saya merekam pergantian gradasi warna langit sore itu. Dari biru putih kekuningan hingga mega merah bergaris hijau tosca dan kuning keemasan. Ah, karya Allah memang luar biasa, MasyaAllah, saya kehabisan kata-kata. More than beautiful.

Dan sekitar pukul 7 malam kami sudah sampai di Waingapu. Perjalanan dari Waingapu ke Puru Kambera sekitar 30-45 menit. Sepanjang perjalanan kita akan disugukan dengan bukit dan pemukiman warga. Dan saya amat menyukai pemandangan sepanjang jalan. 

Di dalam perjalanan, abang-abang ini pun memberikan beberapa rekomendasi destinasi di Sumba. Termasuk di Sumba Barat dan Barat Daya. Dan saat berbincang tentang itinerary saya selama di Sumba, maka terkuaklah salah satu kebodohan saya. Yakni pesawat pulang dari Waingapu yang seharusnya dari bandara di Sumba Barat Daya yaitu bandara Tambolaka.  Karena jika saya pulang melalui bandara Tambolaka artinya saya gak perlu 'bolak-balik' ke Sumba Timur. Tapi tapi tapi, apa boleh buat, tiket udah di pesan sedari awal -,- 

Alhasil, dalam perjalanan kali ini saya ga mungkin bisa eksplore Sumba Barat Daya yang BANYAK BANGET destinasi SUPERKECE! ya udah, positif thinking aja, artinya saya harus kembali lagi ke sini. 

Sesampainya di hotel Jimmy, saya berpisah dengan the babangs karena mereka mau main futsal yang ternyata mainnya juga di depan hotel saya. Lalu kami janjian untuk nongkrong lagi. Sayangnya, sampai di kamar, ketemu kasur, goleran sebentar lalu lenyap ke alam mimpi. Besok pagi baru buru-buru minta maaf itu pun sambil drama nyari angkutan untuk meneruskan perjalanan ke Sumba Barat. Tapi sebelum ke Sumba Barat, dari jam 6 udah standby nungguin ojek "kesayangan" untuk antar ke Pantai Walakiri. Kamu boleh searching ya untuk lokasi detailnya. Dari hotel gak terlalu jauh, hanya sekitar 45 menit.



welcome to Walakiri beach!










Sumpah, ini pantai bersih dan masih alami sekali. Warga yang bermukim di sekita pantai, hemat saya masih sangat menjaga kebersihan lingkungan. Cocok banget untuk bersantai di pagi hari maupun sore hari.So peaceful, sayangnya saya gak bisa berlama-lama, karena drama menuju Sumba Barat akan dimulai setelah ini. 

Perjalanan menuju Sumba Barat menggunakan travel, kendaraan mini bus yang sudah cukup tua dan tidak ber-Ac tentunya. Waktu tempuh sekitar 4-6 jam, saya agak lupa. Sepanjang perjalanan saya banyak tidur, lalu tiba-tiba sudah berhenti di rumah makan yang notabenenya tempat persinggahan semua kendaraan dari Sumba Timur-Sumba Barat. Saya menyempatkan untuk mengisi perut, menu di rumah makan ini standar dan harganya pun standar. 

Singkat cerita, saya sampai di Sumba Barat tepatnya di Waikabubak pada siang hari menjelang sore sekitar pukul 2 dan disambut oleh hujan yang deras. Saya akhirnya menunggu di rumah makan Jawa dan menyantap bakso dan es buah. Di Sumba Barat saya akan bertemu dengan Bang Andi, rekanan Bang Jo dalam dunia travelling dan explore Sumba. Konon Bang Andi merupakan polisi yang bertugas di wilayah Sumba Barat, sehingga saya akan aman selama di Sumba Barat. Bang Jo bilang, Bang Andi wajib menemani saya. Itu instruksi Bang Jo. (Bang Jo bikin melting abis ya? Iya! Haha)

Sekitar 15 menit kemudia ada laki-laki datang ke rumah makan Jawa dengan menggunakan baju tanpa lengan lalu menggunakan syall motif Sumba. Seketika itu saya menebak bahwa itu Bang Andi. Lalu dengan pandangan yang 'agak gimana gitu' ke saya, saya langsung menyalami dengan ramah. Dan pandangannya semakin gimana banget setelah melihat tas saya! Hahaha ( Maaf Bang Andi jika saya bukanlah traveller yang sesuai dengan bayangan Bang Andi yang lengkap dengan kamera-kamera besar dan keril menjulang tinggi :p) 

"Cuma ini?" Tanya Bang Andi sambil menunjuk ke daypack saya. Saya mengangguk. 
"Dan beneran besok sore pulang ke Sumba Timur?" 

Lalu Bang Andi menampakan raut wajahnya yang kesal dengan gadis 'weirdo" di hadapannya. Kesal karena objek mana yang bisa dikunjungi hanya dengan waktu yang kurang dari 24 jam dipotong dengan malam hari, hujan, dll? Dan saya hanya bisa tersenyum pahit. I am so sorry -,-

Usai hujan reda, saya diantar ke sebuah rumah yang diklaim sebagai basecamp mereka. Saya dikenalkan dengan Bang Mujis dan Kak Adye dan Ibu. Sebuah keluarga yang ramah dan hangat. Kami berbincang-bincang sebentar lalu kemudian saya diantar oleh salah seorang anggota club mereka yang saya sudah lupa namanya siapa (maaf ya Bang) menuju kampung Adat Tarung yang hanya butuh 10 menit untuk bisa menuju kampung tersebut.
Kampung Adat Tarung
Adat dan budaya memang beragam dan unik. Di hadapan saya merupakan tempat peristirahatan terakhir warga kampung adat Tarung. Mereka masih tinggal di rumah ada ini hingga saat ini. Aktivitas mereka sudah menyesuaikan dengan perkembangan jaman meski masih banyak peer seperti hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan. Misalnya mereka masih menggunkan air yang ditampung dari atap rumah mereka yang berbahan dasar jerami, sehingga air yang ditampung pun bukan air bersih.  Dan sama seperti di Kampung adat Bena dan Wairebo, ventilasi udara di rumah mereka masih sangat berisiko. Dan terlepas dari itu, saya berharap mereka tetap sehat atas izin Tuhan YME. Aamiin


Berbincang dengan mereka adalah sebuah moment yang mahal. I love so

Usai dari mengunjungi Kampung Adat Tarung, bersama Bang Andi,dkk kami menuju Lamboya Hill. Konon, ini menjadi master piece Sumba Barat. Jika belum menginjak Lamboya Hill berarti belum ke Sumba Barat. Unch!

 

Taken by @Andi.patarai
Moment sore ini seperti menu penutup yang teramat pas untuk menjadi penutup dari sebuah hidangan. Begitu syahdu dan hening. Kolaborasi unsur alam yang luar biasa. Beberapa foto dengan aneka gaya Bang Andi ambilkan untuk saya dengan kameranya yang super. Apalah iphone saya jika dibandingkan dengan kameranya #lol

Dan tanggal 03 April ditutup dengan manis. Kami kembali ke basecamp dan merencanakan perjalanan esok hari, mengejar sunrise dan mengunjungi pantai di Sumba Barat. 

Esoknya,usai sholat subuh kami sudah berkendara menuju  Lapale Hill untuk berburu sunrise. Dokumentasinya ada di akun instagram saya ya. Saya cek di arsip saya gak ada. Maaf ya! Oke, lanjut ke objek selanjutnya. Pantai Mariosi, cukup jauh dari Waikabubak dan pantainya pasir putih dan nampaknya langsung bertemu dengan lautan lepas. Ga direkomendasikan untuk berenang-berenang cantik ya. Pantai ini direkomendasikan untuk berburu sunset,ombak dan keheningan.
 




Nah, kunjungan ke Pantai ini merupaka objek terakhir untuk perjalanan di Sumba. Dan masih banyak banget objek yang belum saya kunjungi. Hore!

Akhirnya, perjalanan ini usai. Sore itu saya berpamitan, ucapan terimakasih saya untuk Ban Andi yang sudah berbaik hati menemani saya, Bang Mujis dan keluarganya yang sudah menerima saya dengan baik. Dengan menggunakan travel saya menuju hotel Jimmy di Sumba Timur. Karena penerbangan saya menuju Bali baru keesokan harinya. Sesampai di Sumba Timur sudah malam, Bang Jo dengan baiknya sudah menawarkan diri untuk mengantarkan saya ke bandara esok pagi. Dan saya menikmati malam terakhir saya di Sumba dengan tidur nyeyak di hotel. 

Kesokan harinya, meski Bang Jo agak terlambat dan saya sudah deg-deg-an mengingat di Kupang saya ditinggal pesawat, maka saya pun mulai gelisah. Akhirnya dalam beberapa meni Bang Jo muncul lalu kami melaju menuju bandara. Di dalam perjalanan kami cukup menyempatkan berbincang terkait pendidikan dan ide-nya mengembangkan komunitas pemuda peduli pendidikan untuk Sumba. Kece pisan kan? Hahaha, yang terakhir, Bang Jo memberikan syall dengan warna biru tua berpadu putih yang membuat motif Sumba begitu elegan. Jangan mupeng ya kamu, gils! Hehe

I can't be grateful enough having friends like them, Alhamdulilah. 
 
Perjalanan eksplore NTT pun berakhir di sini. Fyi aja kalau ada yang penasaran dengan perjalanan ini. Perjalanan ini totalnya sebenarnya 19 hari, tetapi 5 hari urusan pekerjaan, 2 hari perjalanan Jayapura-NTT, sisanya keliling. Total budget perjalanan saya sekitar 11 juta sudah semuanya, termasuk tiket Jayapura-NTT, pesawat antar pulau Labuan Bajo-Kupang-Rote-Sumba dan sebaliknya, termasuk hotel, makan, ongkos ojek, bus, dll. 


Bahagia ya? Sangat!

See you soon-next destination(?), gils..
Langganan: Postingan ( Atom )

Ruang Diskusi

Nama

Email *

Pesan *

Total Pageviews

Lates Posts

  • Bubur Manado Rasa Jayapura
    Jika berkunjung ke Papua dan mencari kuliner khas Papua, pasti semua orang akan mencari menu yang bernama Papeda . Iya, salah satu menu ut...
  • ( Karna ) Hujan
    ( Karna ) Hujan adalah cara alam memperlihatkan bahwa setiap ruang adalah kawan yang saling berkaitan , proses yang selalu k...
  • Ke-(Mati)-an
    Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarny...
Seluruh isi blog ini adalah hak cipta dari Feny Mariantika. Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ►  2022 ( 1 )
    • ►  September ( 1 )
  • ►  2021 ( 20 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  April ( 10 )
    • ►  Maret ( 1 )
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 6 )
  • ►  2020 ( 2 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2019 ( 2 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  April ( 1 )
  • ►  2018 ( 24 )
    • ►  November ( 1 )
    • ►  Oktober ( 1 )
    • ►  September ( 3 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  Juni ( 2 )
    • ►  Mei ( 4 )
    • ►  April ( 3 )
    • ►  Maret ( 7 )
    • ►  Februari ( 2 )
  • ▼  2017 ( 20 )
    • ▼  November ( 2 )
      • 'Sarapan' Minggu Pagi
      • Karena Perubahan Itu Keniscayaan
    • ►  Oktober ( 9 )
      • Saat depresi dan Anxiety Kumat
      • Nikmatnya Berbagi
      • Mencerna Makna
      • Berteman Sepi
      • Menulislah!
      • Pada Senja di Ujung Hari
      • Susahnya Copying Stress
      • Tips ala-ala Edisi Mengatasi Kejenuhan
      • 14 Days Overland NTT (Rote)
    • ►  Agustus ( 1 )
      • 14 Days Overland NTT (Sumba)
    • ►  Mei ( 3 )
    • ►  April ( 1 )
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 2 )
  • ►  2016 ( 41 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 6 )
    • ►  September ( 10 )
    • ►  Juli ( 1 )
    • ►  Juni ( 8 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Maret ( 6 )
    • ►  Februari ( 4 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2015 ( 8 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 3 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Juni ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2014 ( 21 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Agustus ( 4 )
    • ►  Juli ( 5 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 3 )
    • ►  Maret ( 2 )
    • ►  Januari ( 4 )
  • ►  2013 ( 58 )
    • ►  Desember ( 3 )
    • ►  Oktober ( 6 )
    • ►  Agustus ( 10 )
    • ►  Juli ( 8 )
    • ►  Juni ( 3 )
    • ►  Mei ( 5 )
    • ►  April ( 5 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 10 )
    • ►  Januari ( 5 )
  • ►  2012 ( 14 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  September ( 4 )
    • ►  Juli ( 3 )
    • ►  Mei ( 2 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 1 )
  • ►  2011 ( 15 )
    • ►  September ( 1 )
    • ►  Agustus ( 2 )
    • ►  Juni ( 4 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Maret ( 3 )
    • ►  Februari ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2010 ( 1 )
    • ►  November ( 1 )

Hi There, Here I am

Hi There, Here I am

bout Author

Feny Mariantika Firdaus adalah seorang gadis kelahiran Sang Bumi Ruwai Jurai, Lampung pada 25 Maret 1990.

Fe, biasa ia di sapa, sudah gemar menulis sejak duduk di bangku SMP. Beberapa karyanya dimuat dalam buku antologi puisi dan cerita perjalanan.

Perempuan yang sangat menyukai travelling, mendaki, berdikusi, mengajar, menulis, membaca dan bergabung dengan aneka komunitas; relawan Indonesia Mengajar - Indonesia Menyala sejak tahun 2011 dan Kelas Inspirasi pun tidak ketinggalan sejak tahun 2014.

Bergabung sebagai Bidan Pencerah Nusantara sebuah program dari Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs membuat ia semakin memiliki kesempatan untuk mengembangkan hobinya dan mengunjungi masyarakat di desa-desa pelosok negeri.

Saat ini ia berada di Barat Indonesia, tepatnya di Padang setelah menikah pada tahun 2019.Pengalaman mengelilingi Indonesia membuatnya selalu rindu perjalanan, usai menghabiskan 1 tahun di kaki gunung bromo, 3,5 tahun di Papua,1 tahun di Aceh, 6 bulan di tanah borneo, kini ia meluaskan perjalanannya di Minangkabau. Setelah ini akan ke mana lagi? Yuk ikutin terus cerita perjalanannya.

Followers

Copyright 2014 TULIS TANGAN .
Blogger Templates Designed by OddThemes